Sore itu sepulang kerja, Hesti membeli banyak sekali makanan. Termasuk buah- buahan dan susu serta beberapa vitamin dan asam folat. Sonia yang sedang duduk di meja makan sambil menikmati kolak pisang buatan Iyem tentu saja menatap Hesti keheranan. Karena, biasanya Gilang yang memberikan uang kepada Iyem untuk Iyem berbelanja sayuran dan kebutuhan lainnya.
"Tumben sekali kamu belanja Mbak," komentar Sonia. Hesti tersenyum manis. "Ah, iya ini buatmu Sonia. Ada asam folat dan vitamin. Bagus untuk pengantin baru. Ini juga susu untuk program kehamilan. Kamu minum ya. Nanti aku ingetin Bik Iyem untuk rutin membuatkanmu tiap pagi dan malam."
Sonia tentu saja melongo kaget. "Kau ... maksudku-"
"Loh, apa salah? Anak itu bawa rezeki, Son. Kamu memang sudah punya Davina. Tapi, alangkah lebih baik, kalau kamu juga hamil anaknya Gilang, kan? Supaya hubungan kalian lebih mesra," ujar Hesti.
"Kamu ...."
"Buk
Garis dua Gilang dan Sonia saling berpandangan. Hasil tes menunjukkan kalau Sonia benar- benar hamil. Sejenak, Gilang merasa gamang. Ia senang, karena artinya ia akan memiliki seorang anak. Tapi, apa artinya jika harus mengorbankan dan kehilangan anak yang lain? Gilang sudah kehilangan Kamania. Lalu kali ini ia akan kehilangan 2 sekaligus. Erlangga dan Kinanti. Ada sedikit rasa menyesal yang timbul dari dalam hatinya. Ia teringat kembali ucapan almarhum bapaknya. "Wanita itu tercipta dari tulang rusuk. Dan tulang rusuk itu bengkok, untuk dapat meluruskannya tidak bisa kau paksa. Jika kau paksa maka akan patah. Demikian juga hati wanita. Seorang lelaki adalah imam, kepala keluarga. Hendaklah menjadi kepala keluarga yang bijaksana. Dalam mendidik istri dan anak-anak. Jangan sesekali menggunakan kekerasan."&nbs
Hesti menatap Gilang dan Sonia dengan tenang. Ia sudah dapat menduga ke mana arah pembicarMasn Sonia dan Gilang."Kami mau bicara sebentar, Ti," kata Gilang sMast Hesti baru saja pulang."Sonia hamil, betulkan? Ya, bik Iyem sudah bilang tadi. Selamat ya, Sonia. Jaga baik-baik kandunganmu. Nah, sekarang ada apa lagi?" Sonia menyikut lengan Gilang seolah memberi tanda pada Gilang untuk segera bicara."Hmmm, Ti. Uang bulananmu bulan ini sudah aku transfer. Sengaja aku lebihkan.Aku transfer 10 juta tadi. Tapi, seperti nya bulan depan aku tidak bisa lagi memberimu jatah bulanan. Kau tau sendiri keuanganku sMast ini. Aku sedang membangun kembali kamar kos dan perusahMasn juga omsetnya sedang kurang baik dan aku juga harus membayar cicilan ke bank.”"Kalau begitu, kau harus menceraikan aku. Sesuai dengan perjanjian kita ketika kalian menikah. Aku tidak akan meminta harta apa pun Mas. Bahkan, aku masih menyimpan satu set perhiasan
Jika kamu memiliki cintaRawat dan simpanlah baik- baikTak peduli jika kamu mulai bosanSimpan saja, jangan kau buang atau bahkan kau rusakIngatlah perjuanganmuSMast pertama kali kau mendapatkannyaIngatlah sMast pertama kali dapat meraihnyaIngatlah sMast kau pertama kali memeluknyaTerkadang,SMast sesuatu sudah ada di genggamanKau akan menganggap remehNamun,SMast ia sudah terbang jauhBaru kau akan merasa apa artinya' KEHILANGAN' Pagi itu Gilang terbangun dan mendapati suasana rumah begitu sunyi. Ia terbangun pun karena Davina mengetuk pintu kamarnya berkali- kali. Gilang melangkah membuka pintu dan mendapati Davina tengah kebingungan sambil menatap nya."Loh, Davi kenapa? Astaga, mMasf Papa kesiangan. Hari ini kita nggak usah sekolah aja ya. Mana bik Iyem?""Itu makanya Davi
Sore itu Hesti membereskan mejanya dan bersiap untuk pulang dengan perasaan yang lega. Meski sempat merasa sedih, ia merasa lega luar biasa karena ia bisa berpisah dengan Gilang. Hesti merasa beban di pundaknya sedikit berkurang. Sore itu ia berniat mampir ke rumah Fahira. Ia tau, Fahira tidak ada di sana. Tapi, ia hanya ingin meminta maaf yang sedalam-dalamnya. Ia ingin memulai kehidupan barunya tanpa perasaan bersalah sedikit pun. Hesti di mana tempat Fahira bekerja juga dulu, karena ketika ia dan Fahira masih berteman, Fahira pernah mengajaknya ke sana. Saat Hesti tiba, kebetulan ceu Inayah sedang duduk di teras depan rumahnya. Melihat kedatangan Hesti tentu Inayah kaget luar biasa."Kamu kan istrinya si Gilang? Ngapain kamu ke sini?" Ceu Inayah bertanya tanpa nada bersahabat sedikit pun. Hesti mengangguk dan tersenyum. "Maaf kalau saya menggangu. Saya kemari hanya ingin menanyakan tentang Fahira. Apakah Ceceu memil
Sonia sedang asyik menikmati acara televisi saat pintu rumahnya di ketuk. Gilang pun baru saja kembali ke kantor setelah makan siang. "Ma, itu ada yang ketuk pintu.""Suruh Tuti aja yang buka. Mama males mau gerak. Kamu liat dong perut mama ni," ujar Sonia. Davina hanya menggelengkan kepalanya lalu bergegas memanggil Tuti, asisten rumah tangga mereka untuk membuka pintu. Tak lama terdengar suara orang berbincang di depan rumah, lalu Tuti pun memghampiri Sonia."Bu, ada yang cari Ibu.""Siapa Bik?""Nggak tau bu. Saya nggak pernah liat orangnya pernah kemari.""Lagi cari kos nggak? Kalo cari kos, bilang aja kamarnya udah penuh, sisa satu yang paling pojok, tapi nggak pake AC.""Nggak bu, saya udah tanya tadi. Dia bilang cari Bu Sonia." Sonia menghela napas panjang, ia merasa malas sebenarnya untuk beranjak dari tempat duduknya. Kehamilannya yang kedua ini memang membuatnya
Fahira memandangi ponsel di tangannya. Ia baru saja menelpon ceu Inayah untuk menanyakan kabar. Dan ternyata ia mendapat kabar tentang Hesti. Fahira memang pernah sakit hati kepada Hesti. Tapi, ia sama sekali tidak merasa dendam. Fahira percaya, jika semua itu sudah takdir Ilahi yang ingin memberikan yang jauh lebih baik untuk hidupnya. Fahira menghela napas panjang. Tiba- tiba saja ia merasa sedikit mual, Fahira bergegas menuju kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya di sana. Yoga yang sedang berada di luar kamar bergegas masuk demi mendengar suara Fahira.Melihat istrinya muntah- muntah, Yoga bergegas menghampiri dan membantu Fahira."Kamu kenapa, Sayang?" tanya Yoga sambil memijit tengkuk Fahira."Ngga tau, aduh mual trus pusing. Udah hampir seminggu ini aku kaya gini." Yoga membantu Fahira untuk berdiri dan berjalan ke ranjang mereka. Perlahan Yoga membantu Fahira berbaring,
Gilang nampak terduduk lesu di ruang makan. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam, namun ia tak kunjung merasakan kantuk. Sonia dan Davina sudah lelap tertidur sejak pukul 9 malam tadi. Beberapa kali Gilang mondar mandir melihat ke arah kamar- kamar kos. Semua penghuni tampaknya sudah tertidur. Beberapa kali Gilang menghela napas panjang. Ia merasa curiga dengan istrinya. Sepertinya Sonia tengah menyembunyikan sesuatu. Gilang menyadari satu hal, ia tidak mengenal Sonia dengan baik. Dulu, ketika ia memutuskan untuk menikahi Sonia pun, jika boleh jujur bukan karena cinta. Akan tetapi, Sonia hanyalah pelariannya semata karena kekecewaannya kepada Hesti. Dan, karena mereka sudah terlanjur sering melakukan hubungan suami istri membuat Gilang terjebak dan 'terpaksa' menikahi Sonia. Dan, kini setelah Hesti pergi Gilang baru merasakan sebuah kehilangan dan sedikit penyesalan. Terlebih, ia merasa sudah meny
PEMBENARAN Rivaldo menatap lembaran kertas di tangannya. Semua bukti sudah ia dapatkan. Rasanya semua itu cukup untuk menjebloskan Sonia ke dalam penjara. Namun, ia merasa belum saatnya. Ia bukan seorang bajingan yang tidak memiliki hati seperti apa yang Sonia katakan kepada orang- orang."Aku akan menunggu sampai dia melahirkan, Win. Tidak sekarang. Yang penting kita sudah tau di mana ia tinggal. Dan kita juga sudah tau semua informasi tentang suami barunya." Kata Rivaldo pada Erwin yang sedang duduk di hadapannya. "Kali ini aku bicara sebagai sahabatmu. Kau terlalu baik Do. Dia sudah menyebarkan cerita bohong pada semua orang untuk mendapatkan simpati. Bahkan korbannya sudah ada. Dan kau hampir menjadi korban berikutnya. Dia dan keluarga gadunganya itu harus diberi pelajaran. Dan anakmu saat ini ada bersama wanita itu. Davina, mau jadi apa Davina jika masih bersama wanita itu?!" Riva