Share

AKIBAT PELIT PADA ANAK ISTRI
AKIBAT PELIT PADA ANAK ISTRI
Penulis: NawankWulan

Bab 1

Penulis: NawankWulan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-14 01:26:53

"Ris, kamu ada uang lima ratus ribu nggak, ya? Mbak butuh banget buat bayar sekolah keponakanmu," ucap Mbak Yuli detik ini. 

Dia sedikit malu-malu sembari menatapku, saat terang-terangan minta uang pada Mas Aris yang tak lain adik semata wayangnya.

 

"Ada kok, Mbak. Kebetulan tadi dapat bonus bulanan dari atasan karena bulan lalu mencapai target penjualan," ucap Mas Aris dengan senyum lebar. Dia memberikan lima lembar uang seratus ribuan itu pada Mbak Yuli tepat di hadapanku.

 

Rasanya sesak itu kembali menyesaki dadaku. Betapa tidak? Beberapa jam lalu aku minta uang pada Mas Aris untuk membelikan Zahra sepatu sekolah namun Mas Aris menolak mentah-mentah. 

 

Dia bilang pemborosan karena sepatu Zahra masih bagus, padahal sepatunya sudah sempit di kaki Zahra. Dari TK A hingga kini kelas satu sekolah dasar belum ganti. Tapi Mas Aris seolah tak peduli, meski kuperlihatkan tumit Zahra lecet-lecet karena sepatu kesempitan. 

 

"Yasudah kalau begitu, Ris. Mbak pulang dulu, langsung mau ke sekolahnya Denis. Terima kasih banyak ya, Ris. Kamu selalu menolong mbak saat kesusahan," pamit Mbak Yuli dengan senyum manisnya. Mas Aris pun mengangguk pelan diakhiri sebuah senyuman. 

 

"Mas! Tega kamu sama anak dan istri sendiri," ucapku begitu kesal saat Mbak Yuli sudah menghilang di tikungan jalan. 

 

"Maksud kamu apa, Wit? Memangnya selama ini kamu aku telantarkan? Makanmu kurang atau apa?" Mas Aris mulai membentak. 

 

"Tadi pagi kamu bilang nggak ada duit karena belum gajian. Tiap kali aku minta duit buat beliin sepatu Zahra kamu selalu bilang pemborosan tapi apa? Tiap kali Mbak Yuli atau Denis minta duit selalu kamu kasih tanpa banyak alasan!" ucapku lagi. Air mataku tak bisa kubendung lagi, mengalir sesukanya ke pipi.

 

"Kamu nggak dengar kalau Mbak Yuli minta duit buat bayar SPP Denis?" Bentak Mas Aris lagi sembari melotot tajam ke arahku. 

 

"Iya sekarang minta uang SPP, tapi minggu lalu Mbak Yuli juga sudah minta uang dua ratus ribu buat beli sepatu dan tas baru. Apa kamu lupa, Mas? Kenapa sangat royal pada ponakan tapi sama anak sendiri terlalu perhitungan? Jelas-jelas sepatu Zahra sudah nggak muat dan bikin kaki lecet tapi tiap mau beli selalu dibilang pemborosan!" Aku bersungut kesal.

 

Mas Aris menghela napas lalu menatapku lekat. 

 

"Aku sudah bilang dari awal sama kamu, kan, Wit! Aku berhutang budi sama Mbak Yuli!" Mas Aris kembali menjawab dengan suara meninggi.

 

"Aku tahu, Mas. Sejak SMP kamu yatim piatu, Mbak Yuli lah yang merawatmu. Dia banting tulang menyekolahkan kamu sampai SMA dengan bekerja sebagai asisten rumah tangga, hingga akhirnya kamu bisa kerja dan kuliah dengan biaya sendiri sampai sarjana. Aku tahu, aku nggak pernah melarangmu balas budi asalkan kamu juga nggak perhitungan sama anak dan istri sendiri," ucapku dengan air mata yang membanjiri pipi. 

 

"Kamu harus hemat, Wit. Jangan boros dan mubadzir. Aku punya duit juga buat jaga-jaga kalau Mbak Yuli sewaktu-waktu membutuhkannya. Apalagi pekerjaan Mas Danu sekarang hanya seorang pelayan restoran dengan gaji pas-pas an. Aku nggak ingin lihat Mbak Yuli dan keponakanku kesusahan," balas Mas Aris lagi. 

 

Selalu begitu alasannya tiap kali berdebat masalah uang dan tabungan. Mas Aris tak pernah memprioritaskan aku dan Zahra, namun begitu mengistimewakan Mbak Yuli dan anaknya.  

Mbak Yuli juga sama saja menyebalkannya. Sengaja memanfaatkan kata balas budi untuk memeras adiknya sendiri. Aku nggak tahu mengapa kakak iparku itu semakin hari semakin berubah. 

Tepatnya sejak Mas Danu diangkat menjadi manager keuangan enam tahun lalu. Mbak Yuli seperti OKB alias orang kaya baru yang mendadak glamor. Tapi puncak kesuksesan Mas Danu sepertinya hanya dua tahun saja karena setelahnya dipecat. Mas Danu ketahuan menggelapkan uang perusahaan hingga di penjara selama tiga tahun dengan denda entah berapa juta. 

 

Sejak itu lah Mbak Yuli mulai mengusik rumah tanggaku dengan alasan balas budi. Balas budi yang terlalu kebablasan, menurutku. Karena setelah Mas Danu ke luar penjara setahun belakangan dan sudah mendapatkan pekerjaan tetap pun, Mbak Yuli tetap memeras keringat adiknya sendiri, hingga detik ini. 

 

"Kamu nggak tahu kan kalau uang dari kamu selama ini dipakai Mbak Yuli buat foya-foya?" ucapku lagi. Brakkk! Mas Aris menggebrak meja. 

 

"Jangan ngomong sembarangan kamu, Wit. Mbak Yuli nggak mungkin seperti itu. Dia selalu berpenampilan sederhana sedari dulu. Lihat saja kalau ke sini, selalu pakai daster biasa." 

 

"Kamu nggak percaya, Mas? Memangnya nggak pernah lihat media sosialnya?" 

 

"Sudah. Sudah. Aku nggak mau dengar kamu jelek-jelekkan Mbak Yuli, Wit. Baru delapan tahun kamu mengenal pribadi Mbak Yuli, sudah sok tahu tentangnya. Aku sudah bersamanya selama 32 tahun, Wita!" 

 

Kuhembuskan napas panjang seraya mengucap istighfar. 

 

"Kamu minta duit buat beli sepatu Zahra, kan? Nih aku kasih seratus ribu. Sampai kapan pun aku nggak akan pernah rela kamu menjelek-jelekkan Mbak Yuli. Aku yang jauh lebih paham karakter dia seperti apa dibandingkan kamu! Kalau kamu begini terus, Wit. Lama-lama aku bosan sama kamu!" Bentak Mas Aris lagi. 

 

Kuucap istighfar dalam hati. Apa maksud ucapan Mas Aris ini? Bisa-bisanya dia bilang bosan, padahal yang kukatakan memang benar! Kupejamkan mata beberapa detik lalu membukanya perlahan. Menatap wajah Mas Aris beberapa saat, berusaha untuk menyelami hatinya. 

 

Semakin hari kurasakan perbedaan dalam dirinya. Entah lah, aku dan dia terasa semakin jauh. Dia sibuk dengan dunianya sendiri, tanpa pernah peduli bagaimana keadaan istri dan anaknya. 

 

"Ambil uangmu, Mas. Aku sudah nggak membutuhkannya lagi," ucapku lirih, menahan sesak di dada. Kulirik wajah Mas Aris begitu kaget, seolah tak percaya apa yang didengarnya. 

 

"Ambil saja uangmu, jika memang kamu tak ikhlas memberikannya padaku," ucapku lagi sembari meninggalkannya sendiri. 

 

"Jangan belagu kamu, Wita! Dikasih uang suami sendiri ditolak tapi koar-koar nggak diurusi suami!" 

 

Aku tak peduli teriakan suami dari ruang keluarga. Gegas ke kamar dan menumpahkan segala rasa di sana. Pikiranku melayang pada Zahra-- anak semata wayang kami yang kadang iri pada Annisa karena dia sering gonta-ganti tas dan sepatu. Sementara Zahra baru sekali kubelikan tas dan sepatu sejak dia TK A dulu. 

Annisa adalah anak kedua Mbak Yuli yang satu kelas dengan Zahra, bahkan satu bangku di kelas satu ini. Zahra seringkali komplen, kenapa Annisa sering dibelikan peralatan sekolah sama bapaknya, sementara dia sendiri jarang ganti peralatan sekolah. Jika minta pun pasti dibilang mubadzir dan pemborosan. 

"Kalau kamu nggak mau menerima uang ini, jangan harap aku memberimu uang lagi!" Mas Aris menutup pintu dengan kasar. Aku tak peduli. Biar saja dia hidup sesukanya. Lebih baik tak dapat apa-apa jika dia tak ikhlas memberikannya. 

 

Aku harus bersabar hingga seminggu lagi, karena tanggal 22 nanti aku mendapat gaji dari youtube untuk pertama kali. Akan kubuktikan pada Mas Aris, aku bisa hidup mandiri tanpa uang darinya. 

 

💕💕💕

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Ijin baca ceritanya
goodnovel comment avatar
Jho SP
menarik sekaliii
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • AKIBAT PELIT PADA ANAK ISTRI   Bab 103B Takdir Yang Indah [End]

    Wita benar-benar tak menyangka jika ibu dan keluarga Ulya datang dalam acara ini karena pagi tadi saat dia menelepon, mereka sama-sama bilang sibuk. Ibunya bilang ada acara penting jadi tak bisa mengobrol terlalu lama dengannya via telepon, sementara Ulya bilang mau ke luar kota. Dia tak menyangka jika alasan itu sengaja mereka pakai untuk memuluskan rencana. Iya, ibu dan Ulya memang sibuk ke luar kota, tapi Wita tak mengira jika mereka sama-sama dalam perjalanan ke Jakarta dan sengaja ingin memberikan kejutan spesial untuknya dan keluarga kecilnya. Syifa menyambut mereka dengan senyum lebar dan pelukan hangat. Pura-pura tak peduli dengan kekagetan kakak iparnya, Syifa segera mengajak para tamunya untuk masuk ke rumah dan duduk bersama tamu-tamu lainnya. Kedua mata Syifa dan Wita bertemu. Mereka pun tersenyum lalu terkekeh dengan mata yang sama-sama berkaca. Wita benar-benar tak menyangka jika Syifa akan memberikan kejutan spesial seperti ini untuknya. Ucapan terima kasih pun terden

  • AKIBAT PELIT PADA ANAK ISTRI   Bab 103A Takdir Yang Indah

    Dua wajah cantik terlihat di depan mata. Syifa dengan senyumnya yang memikat dan putri sulungnya masih masih terlelap. Wita sangat bersyukur melihat keadaan adik iparnya itu membaik pasca pendarahan kemarin. Syifa berulang kali memeluk kakak iparnya dan mengucapkan terima kasih karena sudah mengajarinya banyak hal tentang sabar dan ikhlas. Kini, kesabarannya menanti buah hati sekian tahun telah terobati dengan hadirnya si kecil dalam hidupnya. "Sehat-sehat ya, Syif. Selamat menikmati masa-masa mendebarkan ini. Begadang, mengasihi, bau ompol dan banyak hal yang kelak akan menjadi kenangan tersendiri buatmu bahkan tak jarang akan menjadi kenangan yang amat dirindukan tiap ibu," ucap Wita saat melihat iparnya duduk di sofa ruang tengah sembari menggendong malaikat kecilnya. Syifa menatap Wita lagi dan lagi lalu tersenyum lebar. Semenjak kepergian papanya, Wita sering kali menjadi tempatnya mencurahkan segala resah di saat suaminya sibuk bekerja. Wita tahu banyak hal tentang kegundahan S

  • AKIBAT PELIT PADA ANAK ISTRI   Bab 102 Kabar Yang Berbeda

    "Apa ini, Sayang?" tanya Hanan saat melihat sebuah undangan di meja kerja Wita. Kebetulan sore ini Hanan menjemput istri dan anak-anaknya di butik tempat Wita menghabiskan sebagian waktunya di sana beberapa hari belakangan. PuZa Butik itu cukup terkenal dan banyak konsumen yang datang membeli beragam aksesoris hijab dan gamis-gamisnya. Meskipun usaha offline dan online gamis beserta hijabnya sudah melejit, tapi Wita masih mempertahankan usaha handmadenya. Beragam kerajinan masih diproduksi oleh beberapa karyawannya yang setia menemaninya sejak tinggal di kontrakan sampai sekarang memiliki ruko sendiri. Beragam aksesoris hijab mulai dari bros, head piece, kalung, anting dan lain-lain. Berbahan flanel pun ada mulai dari gantungan kunci, jam dinding dengan beragam bentuk, sepatu buat bayi, bunga hias, kotak tissu hias dan lainnya. Aksesoris handmade itu dipajang tersendiri di bagian depan ruko sebelah kiri, sementara bagian kanan ada beberapa set gamis dengan hijabnya dan lantai ata

  • AKIBAT PELIT PADA ANAK ISTRI   Bab 101 Hukuman

    Seminggu dirawat di rumah sakit, akhirnya Zikri diperbolehkan pulang. Laki-laki itu benar-benar tak mengingat siapapun kecuali istrinya. Naomi kini sudah menjalani pemeriksaan dan ditahan di kantor polisi. Sementara Zikri pulang ke rumahnya didampingi Bi Sumi sebagai asisten rumah tangganya. Anjas dan Hanan masih memiliki hati, membiarkan Zikri pulih lebih dulu baru mengurus penangkapannya. Kasusnya ditangguhkan beberapa saat sampai Zikri bisa diajak kompromi. Semua bukti sudah ada dan kini diurus oleh pengacara Hanan. Hanan dan Syifa cukup lega setelah berhasil mengetahui siapa pengirim surat ancaman di hari kepergian papa mereka itu. Laki-laki yang juga menjadi dalang teror keluarganya beberapa hari belakangan. Zikri merencanakan banyak hal untuk menghancurkan bisnis dan keluarga Hanan. Kebenciannya terlalu dalam pada Hanan dan keluarganya sejak dia di penjara dia tahun silam. Tak hanya sekali Zikri dan Naomi merecoki kehidupan Hanan dan Wita, tapi berulang kali. Mereka seolah

  • AKIBAT PELIT PADA ANAK ISTRI   Bab 100 Amnesia

    Semalaman Naomi tak bisa tidur. Dia hanya guling-guling di kasur sembari sesekali membayangkan kehadiran kedua orang tuanya kembali. Papa dan mamanya telah tiada. Seharusnya dia bahagia karena masih memiliki kerabat dekat yaitu sang paman, adik kandung papanya sendiri. Namun, kerabat dekatnya justru membuat hidupnya di ambang kehancuran. Mereka yang awalnya terlihat baik, mendukung dan merangkul Naomi yang kesepian, justru bersekongkol merebut apa yang papanya wariskan. Terlebih saat Naomi masuk penjara. Rumah dengan segala fasilitasnya habis tak bersisa. Semua sudah berganti nama sang paman, lengkap dengan tandatangannya sendiri. Naomi tak sadar kapan dia menandatangani surat itu. Yang dia tahu, sang paman sering datang menjenguknya di awal-awal Naomi masuk penjara. Meminta perempuan itu menandatangani ini itu dengan alasan syarat untuk banding, minta keringanan, pembebasan bersyarat dan alasan lainnya. Kenyataannya, Naomi tetap menjalani masa tahanan normal seperti pada umumnya

  • AKIBAT PELIT PADA ANAK ISTRI   Bab 99 Pesan Istimewa

    Mobil yang dikendarai Hanan berhenti di garasi. Suasana sudah cukup malam, nyaris jam sebelas mereka sampai di rumah. Pak Sasro turun dari mobil diikuti Ahmad dan Naomi. Perempuan itu terdiam sejenak di samping mobil sebelum akhirnya mantap melangkahkan kaki menuju teras. Gerbang ditutup dan dikunci oleh Pak Sasro, sementara Hanan membuka pintu utama. Terdengar jawaban dari Wita dan Syifa dari ruang makan saat Hanan mengucap salam. Kedua perempuan itu melangkah beriringan menuju ruang tengah. Keduanya shock saat melihat Naomi berdiri di antara Pak Sasro dan seorang laki-laki yang belum mereka kenali. "Naomi?" Syifa pun ternganga melihat perempuan itu bergeming tak jauh darinya. "Zikri yang meminta Ahmad melakukan semua itu, Sayang." Hanan menjatuhkan bobotnya ke sofa lalu Wita dan Syifa pun duduk di sebelahnya. "Mas Anjas mana, Kak?" Syifa terlihat cemas saat suaminya tak ikut dengan mereka. Dia takut jika Anjas kenapa-kenapa, apalagi saat ini posisinya sedang hamil muda. "An

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status