Share

Chapter 3 Bertemu Teman Lama

“Bu Nining pergi dulu yaa, mau ada wawancara kerja.”

“Nah gitu dong Ning cari kerja jangan Cuma dikamar aja.”

“Iya bu biar ibu ga makan sama tahu tempe lagi, nanti ibu ya yang ngomong ke md?” rayuku pada ibu.

“Memang gaji dari Dimas ga bisa beli ayam Ning? Kok selama ini kamu masak enak selama ini?”

“Dari tabungan Nining bu, tapi sekarang tabungannya udah habis.” Ujarku agar ibu bisa sedikit menghargai usahaku menyenangkannya selama ini.

“Alah bohong kan kamu sama ibu, mana mungkin kamu punya tabungan?”

“Ada bu dikit-dikit, tapi sekarang sudah habis.” Aku ga mau ibu tahu kalau selama ini aku diam-diam jadi penerjemah.

“Ya udah sana kamu pergi wawancara, nanti biar ibu yang bilang ke Dimas.”

“Assalamualaikum bu.” Ucapku sambil mencium tangan ibu mertuaku.

“Waalaikum salam.”

“Hmm punya mantu kok perhitungan sama ibu mertuanya” gumam ibu yang masih bisa kudengar.

Aku bergegas pergi menggunakan motor maticku menuju kantor editor majalah.

“selamat pagi mbak, hari ini sama mau interview.”

“Selamat Pagi mbak, baik silahkan tunggu di sana dulu ya mbak. Saya tanyakan dulu sama pihak HRDnya dulu.” Ujarnya sambil menunjuk ruang tunggu yang berisi beberapa sofa.

“Nining ya?” seseorang menyapaku di lobi.

“Iya, maaf anda siapa ya?” tanyaku sambil menyerngitkan kening

“Aku Rizki kakak tingkat kamu di kampus. Kamu anak sastra Inggris kan?”

“Ohh kak Rizki, maaf kak aku pangling sama kakak. Sekarang kakak lebih rapi.” Ucapku sambil nyengir.

“Iya sihh, pas masih mahasiswa kan boleh pakai jeans Ning hahaha. Kalau udah kerja yaa ga pantes dilihat orang. Kamu ngapain kesini?”

“Nining mau interview kak.”

“Jadi editor ya? Ya udah good luck yaa ning, akum au absen dulu.”

“Iya kak, selamat berkerja yaa.”

Kak Rizki berlari menuju mesin absen sepertinya dia terlambat.

Pukul Sembilan tepat team HR menginstruksikan kami ke ruang interview, dan dipanggil ke sebuah ruangan satu-persatu. Tiba giliranku, aku memasuki ruang interview dengan tenang.

“Kok ada kak Rizki juga disana?” ucapku dalam hati heran melihat Kak Rizki diruang interview.

“Selamat Pagi perkenalkan kami bedua dari team Recruitmen, dan yang disebalah kanan ini adalah kepala editor yang juga akan menyeleksi calon editor di kantor ini. Bisa kita mulai interviewnya, diawali perkenalan dari saudara Nining yaa.” Oh ternyata Kak Rizki kepala editor di kantor ini.

“Perkenalkan nama saya Nining Prastiwi lulusan sastra Inggris berdomisili di kec. S kota Semarang. Tujuan melamar menjadi editor karena ingin mengembangkan diri. Selama ini saya bekerja secara freelace menjadi penerjemah novel berbahasa asing.”

“Wahh berarti sudah tidak asing dengan dunia penulisan ya Mbak Nining. Kenapa memutuskan bekerja di kantor ini? Sebagai pekerja freelace sebenarnya sudah mencukupi kan mbak hasilnya?”

“Kalau saya bekerja freelace kenalan saya ya hanya di media social pak, sangat berbeda saat saya bekerja di suatu perusahaan yang memiliki wadah selain bekerja sama juga bisa bersosialisasi dengan teman-teman kerja yang nyata. Pengalaman bertemu orang banyak, dan menambah ilmu dari orang-orang hebat yang bisa saya temui secara langsung.”

“Oke saya rasa cukup interviewnya, ditunggu kabar baiknya ya mbak nanti sore. Saya harap besok mbak Nining bisa masuk kerja kalau lolos.”

“Baik terima kasih pak, permisi.” Aku menunduk memberi hormat dan keluar dari ruang interview.

“Gimana Ning tadi hasilnya?” Tanya Nita kenalanku, dia sudah interview sebelum aku.

“Lancar Nit, kamu tadi gimana? Kok kamu belum pulang?”

“Aku juga lancer sihh kayaknya, udah yang penting PD aja. Aku nungguin kamu, makan siang dulu yuk Ning sebelum pulang.”

“Boleh, mau makan dimana nit?” ujarku sambil berjalan ke parkiran.

“Makan lumpia mau ga? Aku udah lama ga makan lumpia yang deket alun-alun. Sekalian refresing disana.”

“Boleh aku juga sudah lama ga makan Lumpia, udah lama juga ga nongkrong di alun-alun.”

Kami naik motor dengan beriringan sampai di Alun-alun kota Semarang.

“Kamu mau lumpia basah apa kering Ning?”

“Aku lumpia basah aja Ning, biar ga tambah gendut.”

“Ning Ning badan sekecil itu kok takut gendut.” Gerutunya sambil berjalan ke gerobak penjual Lumpia.

“Pak Lumpia basahnya dua yaa pak, makan disini.”

Setelah memesan dia kembali menghampiriku “Minumnya mau es apa Ning?” tanyanya sambil mengabsen para penjual di alun-alun.

“Aku es kepala muda saja, kamu mau apa? Biar aku yang beli.”

“Aku mau es dawet saja Ning kayaknya enak. Aku tunggu sini yaa sambil ngadem.”

“Sip, agak lama ga papa ya nit? Aku sekalian mau jajan.”

“Iya santai saja sana.”

Aku pergi meninggalkan Nita dan membeli minuman sesuai dengan pesananya. Aku juga banyak membeli jajanan masa kecilku seperti leker, cilok, telur gulung, sostel dan cimol. Setelah menikah dengan Mas Dimas aku jarang menikmati hidup seperti ini. Aku hanya focus pada pekerjaan rumah, dan sibuk menerjemahkan novel. Waktuku hanya habis didalam rubah, mau jajan makanan kekinian yang menggugah selera saja tidak sempat. Aku seperti terkurung di sangkar, tapi bukan sangkar emas.

“Ini Nit es dawetnya, aku juga udah beli banyak jajanan dimakan aja.”

“Kamu ini Ning, kayak ga pernah jajan aja semuanya dibeli.”

“Emang iya, aku jarang banget jajan makanan seperti ini. Jajannya sayuran sama lauk pauk Nit.” Ujarku smabil terkekeh.

“Iya tahu ya namanya tinggal di rumah mertua pasti serba salah ya Ning?”

“Ibu mertuaku baik kok Nit sama aku, aku aja yang ga enakan.”

“Yang namanya ibu mertua itu sama saja Ning.” Sewot Nita

“Udah ah ga usah dibahas lagi, dimakan dulu lumpianya keburu dingin ga enak.”

Kita berdua makan dengan menikamati alun-alun yang panas tapi dengan angin sepoi-sepoi yang menyegarkan. Karena masih siang belum terlalu banyak pengunjung yang datang.

"Males pulang Nit aku rasannya."

"Ya udah disini saja sampai sore, aku juga sendirian di rumah. Suamiku lagi dinas ke luar Kota."

"Jadi ini alasan kamu kerja? Dari penampilanmu kulihat barang branded semua."

"Branded apanya Ning, ini semua kan produk lokal. Masih buatan Indonesia."

"Iya memang made in Indonesia, tapi jarang ada yang mampu beli karena harganya selangit."

"Bisa saja kamu Ning, sebenernya aku jadi penulis novel di platform online Ning. Lumayan buat jajan Lumpia, ada juga beberapa novel yang udah terbit."

"Udah kece gini kok masih ngelamar kerja jadi editor Nit?"

"Biar punya temen ngobrol, aku ga mau terlena di dunia maya. Biasanya aku juga suka nulis di cafe sihh buat nyari suasana baru. Tapi aku kan fokus nulis jadi ga bisa ngobrol juga sama orang lain. Kalo kerja langsung gini kan ada coffe break ada rehat bisa buah ngobrol sama temen."

Kita saling curhat sampai sore menjelang dan memutuskan langsung pulang ke rumah masing-masing.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status