Share

Chapter 6 Kerja Sampingan

Aku mengikuti saran Nita untuk menpublishkan novel yang sudah aku terjemahkan selama satu tahun ini. Ada beberapa paltform online yang katanya bisa mempublish novel terjemahan. Ya untung untung investasi jangka panjang.

“Ning mending untuk menambah pendapatan, kamu upload cerita yang sudah kamu terjemahkan ke platform-platform cerita online. Sekerang sudah banyak yang berbayar kok. Untuk penambah pembaca kamu juga membuat akun f******k untuk mempromosikannya. Memang perlu usaha yang keras sih kalau baru mulai merintis. Tapi dari pada didiamkan sama di komputer kan sayang Ning.”

“Emang boleh Nit novel terjemahan dimasukin ke platform-platform online?”

“Boleh banget dong ning, apalagi sekarang ada yang namanya kontrak exclusif dan non exclusif. Jadi kamu bisa bilih mau di publikasikan ke satu platform saja atau ke banyak platform. Apa lagi kalau kamu bisa nulis dengan Bahasa yang mudah dipahami oleh orang-orang awam. Kamu tahukan kalau novel terjemahan biasanya bahasnya amburadul. Nanti sekalian kamu latihan membuat novel sendiri, siapa tahu bisa diterbitkan.”

“Jadi itu penghasilan diam-diammu selama ini Nit?”

“Iya ning, aku kan cari kesibukan karena suamiku jarang pulang, keseringan dinas di luar kota. Sebenernya dia ngajakin aku ikut ke tempat dinasnya, tapi aku lebih nyaman disini Ning. Kalau bosen bisa pergi ke rumah orang tua ataupun mertua. Kasihan kalau tidak pernah dijenguk sama anak-anaknya.”

“Ternyata kamu perhatian juga sama mertua ya Nit.”

“Iyalah mertuaku sangat baik ning, kadang aku merasa sungkan atas perhatian mereka. Suamiku memang bukan anak satu-satunya, tapi saudaranya yang lain memutuskan untuk pindah ke luar kota. Anak terdekatnya hanya aku dan suamiku kalau lagi pegang cabang sini.”

Aku mencoba semua platform novel yang direkomendasikan Nita, sambil mencoba melihat peluang yang paling besar dimana. Lumayan bisa untuk menambah pengetahuan tentang ilmu baru ini.

“Kamu lagi ngapain Ning? Tumben hari sabtu masih mainin computer, ada deadline buat senin?”

“Enggak kok mas aku lagi iseng publish novel terjemahan aku pas kuliah dulu.”

“Emang boleh dipublikasikan Ning? Itu kan terjemahan.”

“Kata Nita bisa mas, makanya ini aku coba karena penasaran.”

“Ya udah terserah kamu aja, Mas kagum sama ketekunan kamu Ning. Mas hari ini mau pergi ya ketempat Bram.”

“Mau ngapain mas tumben?”

“Mau curhat kali aja dia bisa ngasih mas kerja sampingan, dia kan kliennya banyak Ning.”

“Ya udah mas hati-hati ya mas, semua kalau ditekuni pasti hasilnya bagus mas. Entah sekecil apa hasil yang kita dapatkan diawal pasti lama-lama juga ga terasa jadi banyak hasilnya kalau kita tekun Mas. Kamu harus belajar tekun mulai sekarang.”

Ibu memang selalu memanjakan Mas Dimas selama ini jadi dia selalu berada di zona nyaman.

“Semoga kamu tidak pernah berubah mas, tetap percaya sama aku. Karena landasan yang utama dalam hubungan suami istri adalah kepercayaan. Apalagi sekarang aku sudah memiliki pekerjaan di luar rumah. Semoga rumah tangga kita dijauhkan dari hal-hal negatif mas.” Batinku.

***

“Mas gimana kalau kamu bikin Angkringan aja di lapangan depan kompleks. Disana banyak anak nongkrong Mas, nanti aku temenin jualannya. Menunya nanti tinggal pesen di budhe Titin.” Usulku pada Mas Dimas saat dia bingung mau buka usaha apa.

Kami sedang menikmati buah Melon potong setelah makan malam.

“Apa apaan kamu Ning, masa kamu nyuruh anak ibu jualan nasi kucing sih Ning. Jualan yang agak bagusan dikit dong Ning, pecel ayam kek atau apa gitu.” Protes ibu mertua.

“Kan kalau angkringan hanya modal gerobak, tikar sama terpal buat jaga-jaga kalau hujan Bu. Jajannya juga modalnya modalnya dikit bu, kalau bisa bikin sendiri lebih banyak Bu untungnya.”

Mas Dimas hanya terdiam mendengar perdebatan antara aku dengan ibu mertua

“Kamu tuh mikirnya uang uang uang terus Ning, tuh lihat muka Dimas udah kusut gitu.”

“Ini kan juga demi masa depan Mas Dimas bu, kalau Mas Dimas ada tabungan hidupnya jadi tenang. Kalau nanti butuh uang untuk keperluan dadakan Mas Dimas ada pegangan. Ibu kalau bisa juga punya uang tabungan bu, buat jaga jaga.”

“Udahlah Ning jangan ceramah mulu ga akan terjadi apa apa sama Ibu dan Dimas. Kamu ga usah bilang hal hal yang belum tentu terjadi.”

“Untuk saat ini Mas belum bisa nabung Dek sampai cicilan mobil selesai.”

“Makanya aku minta biar Mas Dimas cari kerjaan sampingan. Jangan kerja yang terlalu berat, dikit dikit saja yang penting rutin masuk kantong setiap hari.”

“Kamu kan tahu Mas pulangnya malem Ning, kamu ga kasihan lihat mas banting tulang sampai jungkir balik?”

“Bukan itu maksud aku mas. Tapi Mas harusnya ada gambaran mau merintis usaha apa untuk masa tua nanti. Mas juga belum punya tabungan kan?”

“Udahlah Mas pusing, mau ngerokok dulu di luar.”

“Loh kenapa Mas Dimas ngeroko lagi, sejak kapan Mas?”

“Sejak Mas pusing mikirin keluarga kecil kita.” Ujarnya sambil berlalu keluar.

Aku menghembuskan nafas kasar. Segera ku bereskan meja makan, mencuci piring bekas makan malam agar bisa segera tidur.

Kubiarkan saja Mas Dimas memikirkan masa depannya. Aku sudah banyak memberinya masukan tapi tak ada satupun yang dilakukan. Entah apa yang ada didalam pikiran Mas Dimas. Selalu terlena di zona nyamannya sendiri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status