Share

Chapter 5 Menantu Idaman Ibu Mertua

Habis maghrib para tetangga menjenguk ibu mertua

“Bu Siti sakit apa bu? Kemarin perasaan masih segar bugar penuh semangat ee kok malemnya loyo.” Tanya bu lilis.

“Ga tau nih bu lilis, mungkin karena pikiran.”

“Jangan terlalu banyak pikiran bu Siti, Zulaikah bawakan bu Siti buah pear katanya bagus untuk menurunkan tekanan darah. Buah pear kan banyak airnya jadi pasti bu siti jadi semangat makan buah.”

“Zulaikah selain pinter nyari uang juga perhatian ya sama orang tua, terima kasih ya Zul.” Ucap ibu mertua berseri-seri

“Iya bu Siti sama-sama, sesama tetangga kan harus saling tolong menolong.”

Aku melenggang pergi meninggalkan ibu mertua dan ibu-ibu yang lain untuk membuat minuman. Jika tidak menyuguhi minuman aku nanti akan semakin di jelek-jelekin sama ibu mertua.

“Nining lama banget sih kamu cuma bikin minumas aja.” Ujar ibu saat melihatku mengantarkan the hangat.

Aku hanya diam sambil menyajikan minuman untuk para tetangga

“Jangan keras-keras bu Siti kalau bicara sama menantu.”

“Saya kan emang nadanya keras begini bu Hajah.”

“Iya saya tahu tapikan akan lebih baik kita berbicara lemah lembut agar tidak menyinggung orang lain. Apalagi nining kan anak menantu bu Siti orang yang hidup serumah sama bu Siti. Kalau bu Siti kenapa-napa kan yang susah payah nanti Nining. Jadi kalau bisa bu Siti menjaga hati Nining agar tidak tersinggung, dan hidup dengan saling menghargai.” Ujar bu Hajah memberi pengertian pada ibu.

“Ga papa bu hajah saya ngerti kok kalau ibu memang nadanya seperti itu, Inshaallah saya ga tersinggung.” Belaku

“Maaf mbak Nining, bu Siti memang harus memelankan nada bicaranya entah sama anak sendiri maupun orang lain. Kita kan ga tahu dalamnya hati manusia.”

“Silahkan bu minumnya, saya permisi ke belakang sebentar ya.”

“Iya silahkan mbak nining, maaf ya mbak malah merepotkan.”

“Ga repot kok ibu-ibu, mari.”

“Bu Siti punya menantu sabar gitu kok masih saja galak sama menantu.” Ujar salah seorang tetangga.

Aku tidak ingin berlalu-lama di kamar ibu, karena aku tahu ibu tidak menyukai kehadiranku.

Setelah bercengkrama dengan ibu mertua para tetangga kembali ke rumah masing-masing, rumah ini menjadi sunyi kembali.

“Kamu lihat kan zulaikah tadi cantik, lemah lembut, perhatian lagi sama ibu.”

“Ya udah ibu tinggal aja sama Zulaikah, pasti dia seneng bisa ngerawat ibu.”

“Ya ga bisa dong Dimas kan nikahnya sama kamu bukan sama Zulaikah. Mau ditaruh dimana muka ibu kalau numpang hidup sama Zulaikah.”

“Jadi ibu maunya apa?”

“Ya ibu pengennya Zulaikah menjadi anak menantu ibu Ning, masa gitu aja ga ngerti.”

“Ya udah suruh anak ibu buat nikahin mbak Zulaikah.” Tantangku kepada ibu mertua.

“Kamu kasih ijin kalau ibu nyuruh dimas nikah lagi sama Zulaikah?” Tanya ibu dengan berbinar.

“Ya kalau mas Dimas mau menikah sama Zulaikah, Nining minta cerai sama mas Dimas. Memang Nining ga bisa hidup tanpa mas Dimas. Dari pada dimadu ya mending Nining hidup menjanda bu.” Tegasku pada ibu.

“Kurang ajar kamu Ning mau ninggalin anak kesayangan ibu.”

“Kan ibu yang pengen Zulaikah menjadi anak menantu ibu, kok Nining yang salah?”

“Susah emang ngomong sama kamu Ning, ga pernah bisa ngertiin ibu.” Ujar ibu sambil berjalan tergesa ke kamarnya.

“Mas, ibu pengen kamu menikah sama Zulaikah.” Aduku pada mas Dimas.

“Jangan ngomong aneh-aneh kamu Ning, inget perkataan adalah doa kalau ada Malaikat lewat terus ngabulin omongan jelek kamu ini gimana?”

“Ya aku bakal minta cerai kalau kamu menikah lagi sama Zulaikah.”

“Udah jangan ngomong sembarangan mending sekarang kita tidur. Besok pagi bangun tidur fresh. Biar ga ngantuk pas kerja. Kamu tenang aja aku bakal setia sama kamu.”

“Emang dulu kamu pernah pacaran sama Zulaikah mas?”

“Enggak kok kamu mikirnya gitu?”

“Soalnya ibu suka banget kayaknya sama mbak Zulaikah, menantu idaman ibu kamu dia tuh.”

“Ga papa dia jadi menantu idaman ibu yang pentingkan kamu yang jadi menantunya. Jadi ratu dihati mas dan di istana sederhana kita ini. Calon ibu dari anak-anak mas nanti.” Terang mas Dimas untuk menenangkan kegelisahanku.

***

“Gimana keadaan ibu mertua mu Ning?”

“Udah mendingan Nit, udah bisa minta menantu baru.”

“seriusan kamu Ning? Parah banget dong ibu mertua kamu. Kamu yang sabar ya kalau memang ibu mertua kamu ga bisa berubah yang penting suami kamu tetap percaya bahwa kamu adalah pilihan yang tepat buat dia. Tapi kalau suamimu malah membela ibunya kamu harus segera bertindak tegas.”

“Makasih ya Nit nasehatnya, Alhamdulillah mas Dimas masih mendukungku sampai sekarang. Aku kuat menghadapi ibu mertua juga karena dukungan dari mas Dimas. Yaa meskipun ketika aku belum kerja waktuku lebih banyak aku habiskan bersama ibu mertua dari pada dengan mas Dimas. Bisa dikatakan saat mas Dimas kerja aku berperang dengan para musuh hahaha.” Candaku pada Nita, dan kita tertawa bersama.

“Bisa aja kamu Ning, tapi aku salut sama kamu. Sabar banget menghadapi cobaan dari Allah.”

“Udah ah nit curhatnya, naskah aku udah melambai-lambai mau diedit.”

Kita berdua larut pada pekerjaan masing-masing.

“Ning kamu kenal sama pak Rizki?” Tanyanya saat kita makan di pantry.

“Kenal, emang kepana Nit?” Aku mendongak melihat raut wajah Nita.

“Ga papa kepo aja, aku liat pak Rizki sering merhatiin kamu diam-diam kalau lagi kamu serius ngedit.”

“Jangan ngomong sembarang kamu Nit. Dia kan ganteng masa suka sama istri orang.”

“Kali aja cinta yang belum sempat sampai bersemi kembali setelah bertemu kembali dengan pujaan hati.”

“Kayak judul FTV di ikan terbang aja Nit.”

“Kamu ini malah bercanda aku serius tahu.” Sambil mengerucutkan bibirnya.

“Ya ga mungkin lah Nit cowo ganteng, maco, mapan suka sama istri orang kayak udah ga ada cewe lajang yang cantik aja. Diluaran sana masih banyak perawan cantik nan aduhai. Ada ada aja teori ngacomu itu.”

“Yee dibalingin juga malah ga percaya, tatapan pak Rizki ke kamu itu beda Ning. Kayak terpukau gitu pas ngeliatin kamu.”

“Udah ah jangan bahas itu lagi, kalau ga bener jatuhnya jadi fitnah. Buaruan abisin nasi padangnya, udah mau sejam kita rehatnya.”

Kita memang diberikan kebebasan ingin makan siang jam berapa karena memang pekerjaan kita yang fleksibel dan harus dikerjakan dengan mood yang bagus agar hasilnya bisa memuaskan klien.

“Siap bu kepala, segera dihabiskan.”

“Ada ada saja kamu nit, kalau aku ibu kepala kamu direkturnya dong.”

“Nanti habis kerja kamu ke pasar lagi ga Ning?”

“Enggak, kamu mau nitip?”

“Enggak mau ikut aja pengen jalan-jalan, udah lama banget aku ga kepasar tradisional.” Nita nyengir.

“Dasar istri sultan, pengen kok ke pasar tradisional. Sekarang pasarnya udah bagus nit, Nyaman, bersih dan udah ga becek lagi. Kapan-kapan aku ajak kalau mau belanja bulanan.” Jelasku panjang lebar pada Nita.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status