[Temui aku di paviliun kosong belakang taman!] Itu adalah pesan yang diterima Darline dari suaminya, Willson, ketika mereka sedang menghadiri pesta keluarga Limanso. Saat itu, mereka sedang bersama dengan grup teman mereka yang berbeda. Darline pun mengikuti suruhan Willson di pesan. Saat tiba di sana, sepasang lengan kokoh menariknya masuk kamar lalu sesosok tubuh kekar pun menindihnya. Malam itu, untuk pertama kalinya Darline merasakan puncak kenikmatan dari peraduan kasih sekalipun dirinya telah tiga tahun membangun bahtera rumah tangga dengan Willson. Petaka pun muncul ketika fajar menyingsing. Alangkah terkejutnya Darline karena sosok yang melambungkannya dalam kenikmatan semalam bukanlah Willson, suaminya, melainkan Hayden, pamannya Willson. “Sssttt! Tenanglah, Darline. Selama kita berdua bungkam tentang ini, tidak akan ada yang tahu. Tapi aku ingin kau tahu, andai kau bukanlah istri Willson, aku akan dengan senang hati bertanggung jawab atas kesalahan semalam, Sayang.” Ikutin Yuks deg-degan nya cerita ini!
Lihat lebih banyak[Temui aku di paviliun kosong belakang taman!]
Darline membaca pesan chat dari Willson yang baru saja masuk. Ada rasa sesak yang menyelinap saat membaca pesan yang tidak disertai sapaan untuknya sama sekali.
Meski begitu, Darline sudah tidak heran lagi karena begitulah cara suaminya itu bersikap dan bertutur kata. Keras dan kasar.
Namun, yang membuatnya heran kali ini adalah kenapa Willson mengajaknya bertemu di tempat seperti itu, sedangkan saat ini mereka sedang berada di pesta ulang tahun kakek Willson. Akan aneh jika mengajak bertemu di ruang kosong.
“Maaf, ya, semuanya, aku harus temui Willson sebentar.”
Darline akhirnya mengangkat wajah dan berujar pada tiga temannya yang lain, yang sedang asyik membahas topik yang teramat seru menurut mereka.
Saat ini, dia memang sedang berbincang dengan teman-temannya sesama wanita. Willson pun sedang berkumpul dengan temannya sendiri.
Jika memang ingin bertemu, Willson tinggal mendatanginya saja, tidak perlu mengajak bertemu di tempat kosong. Seharusnya seperti itu.
“Yaaah, kok sudah mau pergi, Lin? Baru juga mau dengerin wejangan dari kamu gimana caranya meraih klimaks beruntun dalam satu sesi percintaan, secara kan kamu pakarnya. Kamu sudah tiga tahun menikah, sedangkan kita-kita ini baru beberapa bulan saja menikah.”
‘Justru itu,’ batin Darline miris meskipun dia melempar senyum pada teman-temannya itu.
Biar bagaimana pun dia merasa terselamatkan oleh pesan Willson ini seberapa pun anehnya. Setidaknya, dia jadi mempunyai alasan untuk meninggalkan obrolan yang menyesakkan bersama teman-temannya itu.
Dia memang sudah tiga tahun menjadi istri Willson, tapi tak ada yang tahu bahwa selama tiga tahun itu belum sekalipun Darline pernah meraih klimaksnya. Willson selalu terburu-buru sehingga suaminya itu selesai di saat Darline masih berusaha keras mengumpulkan kenikmatannya sendiri.
Sangat ironis bagi Darline dengan pandangan teman-temannya terhadapnya saat ini tapi dia benar-benar tidak berniat untuk membahasnya.
“Next time deh, oke?” sahut Darline lagi sambil bersiap pergi. Dia menyimpan ponsel dalam tas dompetnya lalu meneguk cocktail di tangannya di depan raut kecewa teman-temannya itu.
"Oke, Lin. Tapi next time beneran harus dijabarin sedetil-detilnya, ya?" sahut salah satu dari mereka yang langsung diiringi tawa dari yang lain.
Sekali lagi, Darline mengangguk dan tersenyum, lalu melambaikan tangannya untuk beranjak pergi dari sana.
Sepuluh menit kemudian, Darline sudah tiba di paviliun yang disebutkan Willson dalam pesannya.
Hanya saja, di mana Willson?
Darline tidak melihat suaminya itu di sana. Tidak ada orang satu pun di sana. Tempat itu teramat sunyi. Lalu, di mana Willson berada?
Darline terus menyusuri satu demi satu kamar untuk mencari Willson hingga ketika tiba di kamar paling ujung, Darline merasakan sepasang lengan kokoh tiba-tiba saja menyambar pinggangnya.
“Argh?!”
Dalam sekejap saja, Darline langsung terhempas ke atas tempat tidur yang empuk.
Belum sempat dia berpikir, bibir hangat yang menyeruakkan aroma rum mahal yang harum sudah membungkam bibir Darline. Sekejap kemudian, bibir itu sudah melahapnya dengan rakus dan liar.
Aroma harum dalam pagutan buas itu membuat rasa penasaran Darline akibat percakapan dengan teman-temannya tadi pun semakin menyeruak dan melilit dirinya hingga dia pun membalas pagutan dengan sama panasnya.
“Willson— Kenapa kamu mengajak—”
Darline berusaha di sela-sela cecapan panas mereka untuk bertanya, tapi jari tebal pria yang menciumnya tiba-tiba bertengger di bibirnya.
“Ssst! Nikmati saja ini. Aku sangat membutuhkanmu malam ini,” bisik pria itu dengan suara baritonnya yang mengandung serak-serak yang begitu maskulin.
“Tapi, Will—”
Darline berseru lagi tapi bibir pria itu tidak memberinya kesempatan untuk bicara lebih banyak lagi.
Semuanya tertelan begitu saja.
Tanpa bisa menahannya, Darline mulai menikmati aroma tubuh pria yang menindihnya, menyecap bibirnya, lalu menyapu leher dan sekujur tubuhnya, meski semua itu sangat berbeda dari Willson, suaminya.
Dia malahan berbisik lembut dan mendayu, “Kamu harum sekali malam ini ....”
Darline memang langsung tergila-gila dengan aroma anggur merah mahal yang melekat kuat di bibir pria itu. Itu saja sudah cukup untuk melumpuhkan segala akalnya.
Dia tak lagi mempertanyakan bagaimana kulit pria yang menindihnya ini bisa terasa sangat berbeda dari kulit Willson, suaminya.
Kulit pria ini sangat liat dengan tangannya yang terasa keras dan kencang.
Darline juga bisa merasakan betapa kokoh perut dan lengan pria yang mengukungnya saat ini.
Bukan itu saja, pria ini begitu piawai dalam memanjakan dirinya di saat pemanasan mereka. Pria ini tahu di bagian mana dia harus menyentuh Darline sehingga wanita itu merasakan sengatan hasrat yang begitu tajam.
Sampai-sampai baru kali ini Darline harus menahan cengkeramannya begitu kuat pada seprai saat desiran hasrat itu sudah menghantamnya begitu saja.
Dengan mudah, Darline terlumpuhkan saat gairah menguasainya dan pada akhirnya wanita itu begitu saja menikmati setiap hujaman pria di dalam gelap ini.
Untuk pertama kalinya, Darline mampu merasakan bagaimana rasanya melayang menggapai langit ke-tujuh.
Ketika sinar matahari mengusiknya di pagi esok harinya, Darline masih sempat tersenyum bahagia menyadari untuk pertama kalinya dia terbangun dengan rasa yang begitu melambung, tidur yang begitu nyenyak, serta dirinya berada dalam pelukan Willson yang masih sangat harum.
Tidak pernah selama ini Willson memeluknya sepanjang malam saat tidur.
Baru kali ini.
Darline begitu bahagia. Segala perlakuan kasar Willson dalam sekejap langsung terlupakan olehnya.
Namun, begitu dia membalik tubuhnya dan melihat wajah dari sosok yang memeluknya erat dari belakang sepanjang malam ini, Darline begitu terkejut dan sontak memekik hebat.
“Haaa?! Paman Hayden?”
Di hari H, mereka serombongan melakukan perjalanan udara dan saat tiba di bandara Soekarno Hatta, Hayden dan Darline menjemput bersama.Perut Darline sudah terlihat buncit meski tubuhnya masih langsing seperti dulu.Melihat Heaven yang terlebih dahulu keluar dari exit door, Hayden melambaikan tangannya.Heaven memimpin rombongan menghampiri Hayden.Satu demi satu mereka berpelukan.Hanya saat tiba giliran Darline, Oma Jenny merasa canggung, tapi akhirnya dia memeluk lebih dulu.“Maafkan Mom yang dulu sempat menuduh kamu mandul, Sayang. Maafkan ya.” Oma Jenny berbisik di telinga Darline.Tentu saja dia malu jika Hayden mendengar permintaan maafnya.Ketika pelukan mereka terurai, Darline tersenyum pada ibu suaminya itu. “Nggak pa-pa, Mom. Itu juga kesalahan kami, lupa memberitahu Mom tentang kehamilan ini.”Mendengar itu, Hayden langsung menimbrung, “Iya, Mom. Aku yang lupa. Terlalu banyak pekerjaan.”“Ya, ya, sekarang istrimu sudah mengandung, kau harus kurangi kerjamu, jaga dia baik-b
Hailley pulang dengan hati hancur. Sehabis dari apartemen baru mommy-nya, dia nongkrong di dermaga dengan ditemani Mike.Driver dimintanya menjemput di sore hari dengan alasan dia memiliki pelajaran tambahan.Jadi, Hailley nongkrong hingga sore, ditemani Mike. Meski begitu, gadis itu tidak banyak curhat pada Mike.Mereka hanya duduk diam, merenung sendiri-sendiri. Angin kencang menerpa wajah Hailley membuat gadis itu kembali teringat kata-kata ibunya sebelum dia disuruh pulang sesegera mungkin.“Hailley, dengarkan Mommy. Mommy terpaksa melakukan ini semua! Mommy tidak punya uang lagi. Untuk kembali pada daddy-mu itu tidak mungkin. Kita sudah berakhir lama sekali. Itupun juga karena mommy yang salah sudah meninggalkan daddy-mu.Lalu ada pria ini, yang melamar mommy. Dia bisa menunjang hidup mommy. Hanya saja, dia hanya bersedia menerima seorang istri, tidak dengan anak-anaknya. Jadi, karena inilah, Mommy terpaksa memintamu tinggal bersama Daddy-mu.”“Ck! Sudah kuduga! Mommy tega! Kau m
Hailley semakin sakit hati.Kenapa ibunya menikah tapi tidak memberitahunya?Dan benarkah perkiraan oma-nya tadi?“Tidak! Aku harus mencaritahu!”Hailley menekan nomor Mike dan menghubunginya.Suara di ujung sana menjawab, “Hei, kenapa telpon malam-malam begini? Hpku perlu dicas.”“Aku hanya ingin menanyakan alamat apartemen tempat ibumu bekerja. Bisa berikan padaku?”“Maksudmu, tempat tinggal baru ibumu?”“Iya.”Hailley teramat sesak rasanya ektika menjawab pertanyaan Mike. Dia sendiri tak pernah menyangka akan menanyakan alamat ibunya pada orang lain.Di sisi lain, hati kecil Hailley masih tak percaya.Setelah Mike mengirimkannya alamat, Hailley memaksa diri untuk tidur, meski itu sulit sekali. Di benaknya sudah terukir rencananya untuk esok hari. ***Hailley memang berangkat ke sekolah dengan mobil dari Opa. Tiba di sekolah, dia turun dan menunggu di gerbang dalam, sampai mobil pergi, Hailley pun keluar lagi.Tapi tepukan di bahunya membuatnya terkejut. Saat dia men
Sudah berminggu-minggu berlalu dengan Hailley dibawa pulang Oma ke Singapura.Sekalipun terasa melegakan karena tidak ada lagi tekanan dari gadis itu, tetap saja rumah yang sempat dihuni 3 orang, lalu berkurang satu, terasa sepi.Sedikit banyak Darline juga merindukan Hailley. Andai Hailley tidak bermasalah, dia pasti dengan senang hati menjadi ibu sambungnya.“Hei, perutmu seperti tidak bulat.”Suara Hayden tiba-tiba membuyarkan lamunan Darline ketika malam itu mereka menonton TV bersama sambil berpelukan.“Eh, iya ya, Mas. Terasa seperti kram. Oh, ini baby nya lagi bergerak kali. Kayak ada yang mendorong dari dalam.”Hayden gegas bangun untuk melihat apa yang terjadi.Di bagian bawah perut Darline terlihat sesuatu yang kecil tercetak di permukaan perut.Benar kata Darline, baby sepertinya sedang mendorong dari dalam. “Sepertinya dia pegal, jadi sekarang sedang stretching,” canda Hayden sambil memeragakan stretching ala baby yang di bayangkannya sendiri. Darline sampai tertawa dibuat
“Halo, Mom, ada apa yang terjadi?” Hayden tidak merasa perlu berbasa basi lagi. Dia langsung menunjukkan bahwa dia sudah mengetahui semuanya. “Oh, berarti kamu sudah tahu bahwa Mom membawa Hailley ke Singapura?” “Iya, Darline baru saja menelpon.” “Oh, bagus kalau begitu. Mom mengambil keputusan ini karena istri kamu itu tidak terlihat keinginannya untuk mengurus cucuku. Dia seringkali menindas Hailley!” “Menindas bagaimana, Mom? Setahuku justru Darline sudah sangat bersabar dalam menghadapi Hailley. Sikap Hailley sering kasar. Bukan saja pada Darline, tapi pada siapa saja. Tapi Darline dengan sabar mendidiknya. Dia memang tidak mengabulkan semua keingingan Hailley, tapi aku tahu Darline melakukan semua itu untuk kebaikan Hailley.” “Omong kosong, Hayden! Itu sih hanya akal-akalannya saja agar kau tidak mengira dia menindas Hailley. Mana mungkin dia bisa seperti itu karena Hailley kan bukan darah dagingnya. Maka dari itu, mom membawa Hailley pulang ke Singapura. Mom tidak rela ji
Brak!!!Hailley bangkit dari duduknya dengan mendorong kursi sekuat tenaga.Gadis itu tak jadi makan dan kembali ke kamarnya.Tiba di kamar, Hailley mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan pada Hayden.[Daddy, aku nggak mau tinggal sama-sama istrimu lagi! Dia keterlaluan! Dia sering mengejekku! Dia itu nggak pantas jadi istri daddy. Lebih nggak pantas lagi jadi penggantinya mommy!Aku benci dia! Kalau daddy benaran sayang padaku, kalau daddy benaran ingin menjadi ayah yang baik untukku, daddy harus meninggalkannya! Aku nggak mau tinggal di sini lagi, selama dia masih di sini!!!]Setelah mengirim pesan, Hailley terduduk dengan wajah cemberut. Kedua matanya basah akan air mata dengan pinggiran matanya menjadi merah.Dia benar-benar marah dan membenci Darline.Diliriknya lagi ponsel di tangan. Kenapa daddy nggak balas-balas, sih?Hailley semakin kesal.Tepat saat dia melempar ponsel itu, balasan dari ayahnya masuk.[Maafkan istriku kalau dia sering mengejekmu. Tapi aku yakin Darline hanya
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen