Anna bergegas menuju kamar mendiang orang tuanya. Ia membuka laci meja di sebelah tempat tidur. Menyingkap baju-baju mendiang orang tuanya. Ia berharap menemukan suatu petunjuk yang bisa menjelaskan tentang semua ini.
"Ayah, ibu ayolah tolong bantu aku. Apa semua yang dikatakan lelaki itu benar? Aku adalah cucunya?". Ia bergumam sendirian.Hingga akhirnya tangannya sampai pada berkas yang dibalut kain silver. Bekas itu terletak paling bawah diantara surat-surat penting. Berkas yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Ia lalu membukanya dengan penasaran.Ada sebuah surat dan buku di dalamnya. Surat itu menyatakan tentang tuduhan terhadap ayahnya yang telah mencuri berlian turun temurun milik keluarga Suryadinata. Anna mengernyitkan dahi.Ia tidak percaya dengan surat itu dan meninggalkannya. Kemudian ia membuka buku yang terlihat usang berwarna biru navy. Buku itu terlihat lusuh. Rupanya itu buku harian milik ibunya. Ia baca dari awal hingga akhir. Hingga matanya berhenti di suatu halaman.12-07-1998,Hari ini adalah hari terakhirku di keluarga Suryadinata. Orang yang aku cintai, Mommy, menuduh suamiku menggelapkan berlian turun temurun peninggalan keluarga kami. Dan aku mengenal suamiku, tidak mungkin dia melakukan hal itu. Suamiku mengatakan berlian itu tetap terjaga di rumah kami. Karena ada suatu hal yang akupun tak tahu, suamiku memindah berlian itu di perusahaan kami. Dan iya pun tak pernah mengatakan sesuatu saat tuduhan itu tertuju padanya. Kami akan keluar dari rumah ini, meski dengan tuduhan yang aku yakin tidak dilakukan oleh suamiku. Aku bahagia hidup bersamanya.Air mata Anna menetes. Ia merindukan orang tuanya. Melihat surat itu, mengingatkan pada kehangatan kasih sayang yang ia dapatkan selama ini. Kini semua hilang. Ia mencoba membendung air mata yang terus bercucuran. Ia menangis sesenggukan, tak ada yang peduli akan hidupnya kini selain Vania. Sahabatnya dari kecil yang ia anggap sebagai kakak sendiri.****Sore hari, Ia memacu motor menuju rumah Vania. Motor ini hasil jerih payahnya bekerja di toko roti. Setelah seluruh toko keluarganya di sita, iya bekerja di toko roti milik Bu Hajjah, tetangganya. Ini hanya sebagai loncatan, karena ia tak berniat bekerja di toko roti terlalu lama. Ia tak ingin terpuruk mengingatkan pada orang tuanya dulu yang juga mengelola toko roti.Vania menyambutnya dengan sumringah dan menyuruhnya masuk."Kok gak kasih kabar dulu mau kesini, kan gue bisa ke rumah lu." Tanya gadis berambut pirang itu."Gue stres di rumah." Jawab Anna singkat."Lu inget orang tua lu lagi ya?"Anna mengangguk. "Semalem ada surat yang mengatakan bahwa gue sebenernya cucu Hadi Suryadinata." Ia menjelaskan dengan malas."Yang bener lu? Hadi Suryadinata konglomerat itu?" Vania memastikan tidak percaya.Anna mengangguk lagi, "Tadi pagi ada James Bond utusan kakek. Dia mau jemput gue."" berarti lu mungkin putri yang tertukar kayak di drama-drama korea itu An?" Mata Vania berbinar-binar."Bisa jadi, atau mungkin gue punya kembaran konglomerat, dan akhirnya kekasihnya suka sama gue, terus gue disingkirin sama james Bond utusan kembaran gue?" Anna mencoba mengarang dengan mengerjapkan matanya yang indah.Vania tertawa, "Tinggi amat mimpi lu?"Anna lalu mengeluarkan surat utusan kakeknya dan menyerahkan ke Vania. Ia juga membawa berkas rahasia orang tuanya. Vania membacanya dengan seksama. Sebelum akhirnya ia terkejut dan bermuka serius."Terus rencana lu apa?" Tanya vania serius."Entahlah, gue akan masuk ke keluarga itu. Gue akan meluruskan semua kesalahpahaman ini. Dan memperbaiki citra ayah gue di mata mereka." Anna berkata mantap."Lu yakin?"Anna menganggukkan kepala mantap. Vania menepuk punggungnya dan tersenyum."Gue do'ain lu berhasil. Gue harap lu mendapatkan kebahagiaan disana. Jangan lupain gue ya," Vania berkata dengan memeluk Anna."Gue gak kemana mana Van. Gue tetep pulang ke rumah. Gue gak mau satu-satunya peninggalan orang tua gue terabaikan.""Terus gimana lu bisa memperbaiki citra ayah lu kalau lu tetep kerja di toko roti An? Atau lu mau buat roti maut, terus lu kasih ke keluarga Suryadinata?" Vania menerka.Anna langsung tertawa. "Gila serem amat jalan pikiran lu! terlalu sering liat Drakor sih lu Van."Mereka berdua tertawa. Dua sahabat yang selalu ceria. Vania tinggal sendiri di rumah kontrakan ini. Ia berasal dari Magetan dan bekerja di kantor outbond di Surabaya.Vania teringat akan sesuatu." Eh lu tadi bilang James Bond siapa?""Pria mirip James Bond, berpakaian hitam, kacamata hitam, sepatu pantofel hitam, koper hitam. Mirip kan?" Anna mengingat pria itu."Yeilee, mirip upin ipin jadi detektif kali...tinggal nambahin lub."Mereka tertawa lepas. Tawa Anna kembali terlihat setelah sekian lama tersembunyi. Ia terlihat semakin manis. Dengan mata berawarna coklat hazel indah, membuat siapapun yang memandangnya pasti terpikat.****Hari senin Anna kembali bekerja. Hari ini ia bertugas menjaga kedai coffe break yang juga satu stand dengan toko roti. Ini adalah kafe yang menyediakan aneka jenis roti dan kopi. Letaknya ada di sebelah toko roti dan masih satu pemilik. Kafe ini kerap didatangi berbagai kalangan karena terkenal ras dan variannya yang unik. Kafe ini tak pernah sepi pengunjung.Anna mengusap peluh sembari duduk di balik coffe stand. Hari ini sangat ramai sehingga membuatnya tak bisa istirahat meneguk air sekalipun. Ia yang belum sarapan mulai merasakan kelaparan."Mbak, pesen cafe latte dan cappucino satu ya."Suara wanita mengagetkan Anna dan ia sontak berdiri. Wanita itu modis dan cantik. Ia memakai jeans soft blue dan kaos denim ketat. Rambutnya tergerai indah dan ada totebag di pundaknya."Baik kak." Anna mengangguk ramah."Di meja 12 ya mbak." Ia lalu berjalan menuju meja 12.Anna segera meracik pesanan wanita itu dan mengantarnya ke meja 12. Tapi ia berhenti sejenak. Ada pria yang sepertinya tidak asing duduk di depan wanita tadi. Ia berkulit bersih dan tampan. Pria itu masih memakai jas. Ia sedang berbincang hangat dengan wanita tadi. Sesekali tampak wanita itu bergelayut di pundaknya, terlihat manja.Anna menyadari pria itu adalah James Bond yang datang ke rumahnya kemarin."Oh, James Bond itu ternyata punya cewek yang elegan. Tipe yang baik.." . Ia bergumam sambil tersenyumAnna berjalan mendekati pasangan itu."Ehm..permisi.. pesanannya.." Anna sengaja tersenyum ke arah James Bond itu.Pria itu sedikit kaget dan tersenyum, "Terima kasih." Jawabnya dengan menundukkan kepala.Anna kemudian berlalu pergi. Pria itu masih memandang Anna hingga ia kembali ke balik coffe stand."Bi, kamu mengenalnya?". Wanita tadi menyadarkan lamunannya."Oh, tidak..." Ia berkata tenang dan pelan. "Belum..dan akan.." Pria itu tersenyum dan melanjutkan perbincangannya dengan wanita itu.Anna terus mengamati pria dan wanita itu. Ia berniat mengorek sesuatu tentang kakeknya kepada 'james Bond'. Namun wanita itu seperti menghalanginya. Anna mengurungkan niatnya."Anna, besok ada acara cathering di hotel Aurora. Disana akan ada meeting para investor. Kamu yang handle ya," Miss Eka, kepala toko menyampaikan arahan."Baik miss", Anna adalah karyawan terpercaya. meski ia belum begitu senior, ia mampu mengerjakan berbagai tugas dengan cekatan. Ini karena kebiasaan membantu orang tuanya di toko semenjak ia smp hingga lulus kuliah.Pukul 22.00 kafe tutup. Setelah membersihkan ruangan, ia dan ketiga temannya bersiap untuk pulang. Ia pakai hoodie tebal dan menutup hijabnya. Ia berjalan pulang. Jarak toko dan rumahnya kurang lebih 400m. Dan ia lebih suka jalan kaki daripada naik motor. Sambil menikmati pemandangan kota saat malam hari, kerlap kerlip lampu indah pikirnya."An, pulang bareng yuk.." Dandi, manager cafe yang sekaligus temannya me
Anna mulai menyusun rencana. Ia bermaksud menemui kakeknya, Hadi Suryadinata. Keluarga Suryadinata telah menghina ayahnya. Anna merasa ini semua adalah kesalahpahaman. Sepulang bekerja, ia akan mencari Tuan James Bond itu.Toko tutup agak sore, karena di kafe ada acara dan harus dibooking hingga acara selesai. Hari ini Anna bekerja di toko. Setelah membersihkan toko ia pulang seperti biasa, jalan kaki. Matanya menoleh ke kanan dan kiri. Lalu lalang mencari seseorang. Namun orang yang ia cari nampaknya tak terlihat. Anna mulai berjalan pelan."Siapa yang anda cari?" Suara pria mengagetkannya dari belakang.Anna membalikkan badan, sedikit kaget. "Anda". jawabnya mantap. Ia segera belok ke tempat duduk besi panjang yang ada di trotoar kota.Pria itu masih berdiri mematung.Anna mengisyaratkan tangan agar pria itu segera duduk di sebelahnya. Pria itu berpikir sejenak, lalu duduk."Aku akan menemui kakekku". Anna memulai pembicaraan
Pria itu membawa amplop coklat milik Anna masuk ke gedung. Ia masuk ke ruangan lalu membukanya. Ia mengamati setiap berkas milik Anna. Kemudian menelepon seseorang dan berbincang dengannya. Ia menelepon HRD, berpesan agar menerima Anna sebagai karyawan seperti yang Anna inginkan, office girl. Kemudian pria itu menutup teleponnya dan memandang kembali foto Anna dalam berkas lamaran tersebut.Anna menerima notif pesan panggilan interview. Ia yang masih duduk di bangku depan minimarket sedikit terkejut bercampur antusias."Ini beneran panggilan interview? cepet banget...kata satpam prosesnya agak lama kecuali ada orang dalam yang bantuin. (Anna berpikir sejenak). Oh atau mungkin James Bond tau kalau aku melamar jadi office girl. Oh Allah, ia seperti bayang-bayangku." Anna tersenyum optimis.Anna memacu motornya pulang. Ia berganti pakaian resmi. Atasan blouse putih panjang dan kulot hitam. Dengan pasmina hitam dililitkannya indah. Ia bercermin sebentar, mengu
Tuan James Bond sudah lama berdiri di balik pohon makam. Ia mengamati Anna yang bersimpuh di hadapan makam ayah ibunya. Seperti lelaki pada umumnya, ia tak kuasa melihat Anna yang sedang menangis tersedu sedu. Lalu terbesit pikiran untuk menjahili Anna agar kesedihan wanita itu sedikit berkurang, pikirnya. "Gadis itu juga punya rasa takut rupanya." Pria itu bergumam menahan tawa. Seperti biasa, Ia menjalankan mandat dari Tuan Hadi, kakek Anna. Ia harus memastikan Anna pulang dengan selamat. Tugas ini sebenarnya sangat tidak sesuai dengan kepribadian Tuan James Bond, yang tidak suka disuruh. Awalnya Ia terpaksa menerima mandat ini karena sangat menghormati Tuan Hadi. Namun belakangan, rupanya ada hal lain yang mulai mengusik pikirannya.James Bond berjalan meninggalkan makam. Ia memacu mobil Ferrari nya dengan kecepatan penuh menuju rumah Anna. Ia berharap Anna belum sampai rumah saat ia tiba di rumahnya. Sayangnya sore hari jalanan kota macet dipenuhi pekerja yang
Anna melangkah menuju lobby perusahaan dengan percaya diri. Ini adalah hari pertamanya bekerja. Ia akan memulai misi ini dengan penuh semangat. Tujuannya semata hanya untuk memperbaiki nama baik sang ayah. Tidak bisa dipungkiri, ia juga ingin mengenal keluarga sang kakek lebih jauh. Hari pertamanya bekerja, Anna masuk jam 8 seperti para karyawan pada umumnya. Setelah meminta ijin satpam, ia berjalan memasuki ruangan. Di luar ekspetasinya, ia sangat takjub dengan desain ruangan perusahaan ini. Dalamnya bernuansa modern dan mewah. Terdapat bunga besar di setiap pojok ruangan, menumbuhkan kesan alami diantara batuan granit yang mendominasi. Ruangannya luas dan banyak. Setiap lantai berbeda divisi. Perusahaan ini terdiri dari tiga bidang, tapi tetap milik Suryadinata Grup. Anna bertemu dengan Bu Vivin, kepala dapur. Bu Vivin sempat memandang Anna agak lama sebelum ia mulai mentrainingnya. "Selamat pagi bu.." Anna menyapa dengan mata berbinar indah. "Pagi, Anna A
Jam 4 sore karyawan berhamburan pulang termasuk juga Anna. Ia mengenakan hoodie tebal menutup seragamnya. Ia berjalan dengan percaya diri di antara para karyawan atasannya. Tak ada rasa minder sekalipun dalam benak gadis itu. Meski ia hanya seorang cleaning service. Baginya pekerjaan apapun bernilai baik. Asal tidak melanggar larangan Sang Pencipta.Para karyawan yang pulang memandanginya. Karena mereka belum pernah melihat Anna sebelumnya. Ia selalu menampakkan senyum indah yang bisa menyihir siapapun. Di sebelah bibir atasnya terdapat tahi lalat yang membuatnya nampak manis. Disertai lesung di bawah mata saat ia sedang tersenyum. Ia tinggi dan memiliki mata hazel keturunan ibunya. Berwajah blasteran indo-turki. Ibunya juga seorang blasteran belanda, sedang ayahnya asli turki. Inilah alasan banyak pria yang menaruh hati padanya. Karunia yang tiada tara dari Allah di samping masalah yang sedang menimpanya saat ini. Anna menuju parkiran. Ia melihat masih ada beberapa mo
Hari ini Anna berangkat lebih awal, jam 6 pagi. Ia mulai bekerja normal seperti cleaning service pada umumnya. Apalagi ia seorang junior, pasti harus bekerja lebih keras dari seniornya. Hal ini maklum berlaku di tempat manapun. Bisa dibilang ia sedikit dikerjai seniornya. Karena rata-rata para seniornya berangkat jam 7 pagi. Anna mulai membersihkan ruangan di lantai paling bawah. Ia membersihkan kaca tepat di sebelah lift. Lalu tampak pria berjas hitam datang dari arah lobby. Anna mendengar bunyi sepatu pantofelnya dan segera menunduk. Ia mengetahui jika yang datang adalah atasannya. Anna tidak berani mengangkat wajahnya sebelum pria itu memasuki lift. Tapi pria itu tetap berdiri di depan lift, membuatnya heran."Bagaimana pekerjaanmu, nona?" Sapa pria itu.Anna mengangkat kepalanya.Seketika Ia terkesima."Oh anda Tuan James Bond, apa yang anda lakukan disini? sepagi ini?" Anna bertanya polos. Ia belum mengetahui jika Tuan James Bond adalah Aslan, seo
Anna membalikkan badan menghadap Bu Vivin. Rani terlihat masih melanjutkan menata kopi di atas nampan. Ia siap mengantar ke karyawan yang request. Ekspresinya memberi tanda bahwa ia tak setuju dengan pernyataan Bu Vivin, Rani sedikit tampak acuh."Anna kamu nanti lembur ya. Nanti ada rapat divisi perusahaan kira-kira sampai jam 8 malam. Harus ada yang lembur. Kamu kan belum pernah dapat jatah lembur." Bu Vivin melanjutkan.Anna terdiam sejenak. Padahal sepulang kerja ia berniat ketemu dengan depkolektor kemarin sore. Ia akan menandatangani perjanjian utang piutang kemarin. Sayangnya ia tak bisa menolak, karena rapat divisi hanya dilaksanakan saat situasi urgent saja. Dan apapun alasannya, perusahaan tak mungkin mentolerir karyawan yang ijin tanpa kepentingan mendesak.Ia kemudian teringat akan tujuannya. Seketika menjadi penyemangat baginya. Matanya berbinar, senyum simpul menarik ujung bibirnya indah. Kesempatan ini membuka salah satu jalan tujuannya. Ia