Share

Arjuna

Anna terus mengamati pria dan wanita itu. Ia berniat mengorek sesuatu tentang kakeknya kepada 'james Bond'. Namun wanita itu seperti menghalanginya. Anna mengurungkan niatnya.

"Anna, besok ada acara cathering di hotel Aurora. Disana akan ada meeting para investor. Kamu yang handle ya," Miss Eka, kepala toko menyampaikan arahan.

"Baik miss", Anna adalah karyawan terpercaya. meski ia belum begitu senior, ia mampu mengerjakan berbagai tugas dengan cekatan. Ini karena kebiasaan membantu orang tuanya di toko semenjak ia smp hingga lulus kuliah.

Pukul 22.00 kafe tutup. Setelah membersihkan ruangan, ia dan ketiga temannya bersiap untuk pulang. Ia pakai hoodie tebal dan menutup hijabnya. Ia berjalan pulang. Jarak toko dan rumahnya kurang lebih 400m. Dan ia lebih suka jalan kaki daripada naik motor. Sambil menikmati pemandangan kota saat malam hari, kerlap kerlip lampu indah pikirnya.

"An, pulang bareng yuk.." Dandi, manager cafe yang sekaligus temannya menghampiri Anna.

"Gak ah Dan, aku pulang jalan kaki aja." Anna menolak.

"Yaudah gue juga jalan ya.."

"motor kamu?"

"Biarin di toko, gue mau anter lu pulang. khawatir lu kan cewek". Pria tinggi, dan manis itu berjalan di samping Anna.

Mereka berjalan bersama sembari mengobrolkan apa saja yang mereka lihat. Sesekali mereka tampak tertawa. Dandi adalah teman Anna yang sudah lama memiliki rasa padanya. Ia manis sekali, perawakannya seperti Dimas Anggara. manis dan periang.

Mereka berpisah di gang rumah Anna. Anna menyuruhnya kembali, karena gak enak jika dilihat tetangga. Mendiang orang tuanya terkenal dengan orang yang agamis dan ramah. Mereka mendidik putrinya dengan benar agar tidak terjerumus hal negatif yang sedang marak di kehidupan kota saat ini.

Anna menyipitkan kedua mata hazelnya, ia seperti melihat bayangan pria yang sedang duduk di teras rumah.

"Anda? apa yang anda lakukan disini?" Anna heran, ternyata pria James Bond itu kembali ke rumahnya.

"Saya memastikan kamu berada di rumah dengan selamat", Jawab pria itu dengan tenang. Kali ini tanpa kacamata. Ia memakai masker dan topi hitam.

"Anda body guard, asisten, atau ajudan kakek saya?" Anna mulai ketus.

"Saya utusan kakekmu, sebelum kamu memenuhi panggilannya, saya akan terus mengawasimu dan memastikan kamu baik-baik saja." Pria itu berdiri memberi jalan pada Anna.

"Eits...jangan macam-macam ya. Saya bisa pencak silat, terakhir sampai sabuk hijau!!". Anna mulai was was.

Pria itu hanya tersenyum. " Masuklah, setelah itu saya akan pergi."

Anna segera masuk dan mengunci pintu. Ia mengintip dari jendela. Pria itu berlalu pergi dengan kedua tangan di saku celana.

"Pria aneh. Tadi dia sangat ramah saat bersama kekasihnya. Sekarang dingin seperti es." Anna bergumam sendirian.

Seperti biasa, ia lalu menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tamu. Ia teringat kembali pada ayah ibunya. Inilah alasan iya memilih bekerja full day, agar ia sibuk dan tidak terlalu meratapi orang tuanya. Karena meratap terus menerus tidak baik, hanya akan mempersulit jalan kedua orang tuanya. Anna mencoba ikhlas dari waktu ke waktu. Berharap mukjizat datang yang menuntunnya agar kembali semangat hidup, hingga akhirnya surat itu datang.

****

Pagi ini Anna bersiap untuk acara catering di hotel Aurora. Ia memakai seragam kerja, jilbab soft mocca dan apron coklat. Tanpa polesan make up ia tampak cantik dengan bulu mata lentik alami.

Sampai di hotel, ia mengintruksikan rekannya untuk menata jamuan di meja besar sebelah timur gedung. Di sebelah barat gedung, tempat pertemuan para Presdir perusahaan ternama. Acara akan dimulai. Para EO berusaha memberi intruksi agar semua bersiap menyambut para petinggi perusahaan.

Para Presdir maupun Dirut memasuki ruangan. Anna dan rekannya mengamati dengan tersenyum. Mereka terpukau oleh ketampanan dan kegagahan para pria berjas itu. Rata-rata mereka sudah berumur, dan hanya beberapa yang masih muda. Hingga Anna melihat Pria itu, Si James Bond. Pria itu berjas hitam, kemeja putih dan berdasi hitam strip silver, membuatnya terlihat sangat tampan. Seperti Arjuna, Ia duduk diantara para Presdir.

Anna tak berkedip. Ia tak percaya pria itu duduk disana. Dan pikirannya yang lain mengatakan mungkin asisten juga ikut dalam rapat ini. Ia pun memakluminya.

Hingga acara makan siang tiba. Para presdir bebas memilih makanan apapun yang mereka kehendaki. Anna dan rekannya melayani dengan sopan dan ramah. Di samping kanannya, ia mendengar percakapan dua orang Presdir.

"Bagaimana kondisi perusahaan anda, tuan Riko?"

"Saat ini perusahaan kami berkembang baik tuan,"

Rekannya bertanya lagi,"Dan masalah berlian warisan silam, apakah sudah terselesaikan?"

Terdengar tawa lirih, "Pelakunya sudah tiada. Kami tidak bisa mengusut atau menuntutnya."

Anna sontak menoleh pada mereka, Pria maskulin yang bernama Riko itu membuatnya terusik. Ia pandangi kedua rekan itu dengan sinis.

( Kasus ayahku yang mungkin terjadi puluhan tahun silam, masih teringat rapi di kalangan mereka. seberapa berharganya berlian itu?", Pikir Anna dalam hati.

Ia terus memandang, mengikuti pria bernama Riko itu. Sesekali perhatiannya teralih pada pelanggan di stand mereka. Ia mulai tersulut omongan Riko. Anna celingukan saat ia sempat Kehilangan jejak Presdir itu. Dan akhirnya ia menemukannya kembali. Pria itu sedang duduk bersama pria muda yang posisinya membelakangi Anna. Anna terlihat celingukan hingga Dandi, managernya yang mengawasinya sejak tadi mendekat.

"An, saya lihat kamu tidak fokus. Apa yang sedang kamu cari?" Dandi menegurnya, ia berbahasa agak resmi saat mereka sedang bekerja. Ia adalah pria yang profesional, bisa membedakan antara pekerjaan dan masalah perasaannya.

Anna sedikit kaget dan menunduk, "Tidak pak, saya sedang mengamati para Presdir, kagum melihatnya." Anna berusaha mengarang seadanya.

"Fokus pada pekerjaanmu, ini mungkin bisa jadi tender untuk kita. Berikan pelayanan dengan baik." Dandi menegur Anna yang masih menunduk.

Anna hanya mengangguk, memaklumi sikap Dandi. Karena iya memegang tanggung jawab 10 cabang coffe break di berbagai daerah.

Dandi kemudian pergi ke area tamu mereka. Anna kembali mencari Pria bernama Riko. Ia tak menemukannya. Hanya pria muda di depannya yang masih duduk dan terlihat menunduk memainkan ponselnya. Kemudian pria muda itu menoleh. Anna membelalakkan mata hazelnya. Ternyata pria muda itu si James Bond.

(Oh mungkin Riko adalah putra kakekku, dan James Bond itu asistennya. Ternyata nama ayahku sangat buruk di mata perusahaan mereka. Mereka hidup dengan fitnah yang tak pernah dilakukan ayah selama ini. Aku harus meluruskannya. Tunggu saja, aku akan memberi sentilan kepada mereka), Anna mengepalkan tangannya. Asumsinya menyulut emosinya sendiri.

Stand roti Anna sudah habis. Ia dan semua rekannya membersihkan area nya dan bersiap pulang. Semua petinggi perusahaan sudah pulang, hanya ada beberapa yang masih menikmati hiburan musik dan berbincang. Anna beranjak pulang melewati pintu samping yang menuju toilet. Di area lobby belakang gedung, ia berpapasan dengan Pria itu, si James Bond. Ia sedang menelepon seseorang sehingga tidak menyadari kedatangan Anna. Anna berdiri di belakangnya. James Bond itu rupanya sedang menelepon kekasihnya yang minta dijemput.

(Ia pria yang sangat hangat rupanya. Saat bersama kekasihnya, ia berubah seperti pemuja dewi Amor), Anna tersenyum sinis.

Pria itu membalikkan badannya, terdsontak melihat Anna berdiri di belakangnya.

DEGG...!! Pandangan mereka bertemu. Anna menjadi gugup. Jarak mereka berdiri hanya satu meter. Pria itu terus memandang Anna. Ia mulai menyipitkan matanya, mengagumi mata coklat hazel itu. Anna memang gadis yang cantik. Alisnya segaris indah, dengan bibir yang penuh berwarna pink alami dan berbelah tengah. Kecantikannya selalu terbalut oleh hijab. Membuat siapapun yang memandang mengurungkan niat buruknya. Pria itu kemudian menunduk.

"Ada yang bisa saya bantu?" Pria itu berkata dengan tenang dan dingin, seperti biasa.

"Anda mengenal Tuan Riko?". Anna langsung menuju inti pembicaraan.

Pria itu terdiam sejenak, "Iya. Beliau putra pertama Hadi Suryadinata, Paman anda."

"Ternyata kasus ayahku dulu sudah terkenal di berbagai perusahaan. Seberapa berharga berlian itu?" Anna kembali mengintrogasi pria itu.

"Lebih berharga dari kakek anda", jawab pria itu seolah mengerti semuanya.

"Oh.. harga kakek saya hanya setara dengan berlian itu? Apakah harta adalah yang terdepan dalam keluarga Suryadinata?", Anna semakin tersulut.

Pria itu lalu memandang Anna. "Ikutlah dengan Beliau. Anda akan mengetahui kakek anda yang sebenarnya."

Anna mulai gugup, pria itu terus memandangnya dengan tatapan aneh. "Aku akan masuk kedalam keluarga itu, tapi dengan caraku. Aku akan membersihkan nama baik ayahku." Anna berlalu pergi tanpa mengatakan apapun pada pria itu.

Pria itu hanya tersenyum dan memandang Anna yang berlalu pergi. "Gadis yang unik."

Pria itu kembali ke gedung dan melanjutkan pertemuannya dengan para petinggi perusahaan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status