Share

Bab 4 Pembelaan Diri

Wanita yang hadir di hadapan Wulan saat ini tak mengada-ada. Wanita yang selama ini diakui sebagai kerabat jauh oleh suaminya ternyata sosok yang menjadi kakak madunya. Wulan tak menyangka jika ternyata sosok wanita yang hadir dalam kehidupannya hari ini akan menjadi pengubah  jalan hidupnya sejak saat ini. 

Wulan menggugam perlahan. Wanita ini bukanlah kerabat suaminya. Dia merupakan wanita yang lebih dulu hadir dan dihalalkan lelaki yang menjadi imam kehidupannya saat ini. Bahkan sampai saat ini, ikatan mereka masih ada dan terjalin dengan kuatnya. Tak terputus. 

Hanum Khoirunnisa, wanita yang berstatus sebagai istri pertama seorang Damar Prawira. Dan itu artinya Wulan hanyalah seorang wanita kedua. Wanita yang akan dicap sebagai perusak dan pengganggu rumah tangga wanita lainnya. 

Laki-laki yang selama ini dibanggakan Wulan ternyata seorang pembohong dan pendusta. Dua tahun mengabdi sebagai istri seorang Damar Prawira bukanlah waktu yang singkat bagi Wulan. Hidupnya dibaktikan untuk lelaki itu dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Tak pernah terbayangkan jika akhirnya cintanya akan berbalas seperti ini. 

Wulan terhenyak. Memejamkan mata sembari berusaha meraup oksigen sebanyak mungkin dari sekitarnya. Ternyata dirinya tak lebih sebagai duri yang menancap tiba-tiba dalam kebahagiaan keluarga mereka. Adilkah semua ini untuk dirinya yang sesungguhnya tak tahu apa-apa? 

"Bu Wulan tak tahu jika Mas Damar mempunyai keluarga yang ditinggalkannya di Bandung sana?" 

Kembali Hanum bersuara setelah hening yang tercipta di antara mereka. 

"Atau Bu Wulan tahu, tapi sengaja pura-pura tidak tahu? Memilih abai hanya karena ingin menjadikan Mas Damar sebagai pendamping hidup Ibu yang masih sendiri di usia yang seharusnya sudah berkeluarga?"

Kalimat bernada sinis itu dilontarkan Hanum dengan senyum kecut di bibirnya. Jelas sekali wanita ini berusaha menyudutkan Wulan yang masih syok dengan semua yang baru disadarinya. 

Pertanyaan Hanum itu membuat Wulan kembali berusaha menegakkan kepalanya. Menatap tajam ke arah Hanum dengan napas yang memburu. 

Wulan merasa berhak untuk membela diri. Bukankah dirinya tak tahu apa-apa? Dirinya tak pernah tahu jika Damar telah berdusta atas statusnya. Ingin marah, Wulan ingin menyampaikan pembelaannya. Bukan tuduhan keji seperti ini yang harus didapatkannya.

"Ibu harus tahu kenyataan yang sesungguhnya. Saya tak ingin disalahkan atau disudutkan dengan cara seperti ini. Ibu tak pantas menuduh saya jika sesungguhnya Ibu tak tahu apa-apa."

Tegas kalimat itu Wulan ucapkan. Bukan ingin meminta empati Hanum. Tidak. Wulan hanya ingin wanita yang duduk di hadapannya ini tak menyalahkan dirinya begitu saja. 

"Dan satu lagi, Ibu tak perlu mengaitkan usia dan status saya dalam masalah ini. Apalagi mempertanyakan mengapa saya lambat untuk mengikat diri dalam sebuah ikatan pernikahan suci!"

"Ingin membela diri?" balas Hanum masih dengan nada sinisnya. 

"Jelas. Saya harus melakukannya. Karena ada harga diri yang sedang saya perjuangkan!" tukas Wulan tak kalah tegasnya. 

"Wanita seperti Anda masih bicara tentang harga diri? Ayolah Bu, jangan membuat saya ingin tertawa mendengarnya!"

Senyum bermakna ejekan terlihat dari bibir Hanum. Dan Wulan semakin merasa yakin jika harus membela dirinya. Tak ingin menjadi bulan-bulanan ejekan seperti ini. 

 

“Saya berkenalan dengan Mas Damar dalam waktu singkat. Memang tak lama. Hanya dalam hitungan bulan saja. Tidak butuh waktu bertahun-tahun untuk membuat saya menerima sosoknya sebagai teman dekat kala itu."

Wulan memejamkan matanya. Berusaha menghalau aliran bulir bening yang ingin lolos dari ujung kedua netranya. Menghela napas dalam-dalam untuk memastikan suplai oksigen di paru-parunya masih tersedia dengan cukup. 

Dirinya tak boleh menangis. Wulan tak ingin Hanum merasa di atas angin jika melihat tangisannya. 

"Ajakan beliau untuk menikah bagi saya cukup untuk menunjukkan keseriusannya. Jangan pernah berpikir jika saya merupakan tipe wanita perebut suami orang! Saya tak akan sehina itu, Bu. Saya punya keluarga. Punya harga diri sebagai wanita yang pantas mempertahankan kehormatan keluarga saya."

Wulan menjeda kalimatnya. Berusaha menahan himpitan sesak di dadanya. 

"Tapi kenyataannya Ibu sudah merebut suami saya bukan? Itu kenyataan, tak akan dapat terelakkan," sambar Hanum dengan cepat. 

Wulan menguatkan diri. Menekan sesak yang membuncah di dadanya. Marah, kecewa, kesal, berbaur dalam satu gumpalan rasa. 

"Saya punya harga diri yang tak akan saya rendahkan hanya untuk merusak rumah tangga wanita lain. Saya punya keluarga yang tak akan saya permalukan dengan menjadi perebut suami orang. Dan saya, masih punya rasa malu untuk menjadi wanita kedua dalam pernikahan wanita lain tentunya," ucap Wulan berusaha kembali tegas. 

Dirinya masih waras. Masih punya nurani untuk tak menyakiti wanita lain. Bukan menentang poligami, tapi Wulan memang tak ingin terlibat di dalam hal rumit itu. Apalagi sampai menjadi pemain utama dalam kisah yang dibenci seluruh wanita di dunia ini. 

Namun apa hendak dikata, tanpa disadari Wulan sudah terlibat dalam poligami yang tak diinginkannya itu saat ini. Tanpa sengaja, tanpa diduga. Bahkan tak pernah terbayangkan sebelumnya. Ternyata dirinya hanyalah istri kedua. Wanita kedua yang hadir dalam kehidupan Damar Prawira. 

Hanum terdiam. Wanita yang duduk di hadapan Wulan itu ikut mengembuskan napasnya. Panjang dan dalam rentang waktu yang lama. Membuang karbondioksida yang mungkin menumpuk di paru-parunya. Berusaha mencerna setiap kata dalam susunan kalimat yang disampaikan Wulan tadi. 

"Saya mencoba memahami perasaan Bu Wulan saat ini. Rasa marah dan kecewa yang Ibu alami saat ini saya pikir tak seberapa jika dibandingkan dengan kecewa dan marahnya saya saat mengetahui jika suami yang saya cintai diam-diam telah menduakan cinta saya. Mengkhianati kepercayaan saya. Membuat perahu rumah tangga yang sedang kami naiki oleng seketika. Bahkan karam di tengah lautan yang bergelombang." Akhirnya Hanum mengubah nada suaranya. 

Bulir bening itu lolos sempurna. Hanum tak lagi mampu mencegahnya. Dirinya berjuang dengan kenyataan jika lelaki yang bergelar suaminya itu telah menjadikan wanita lain sebagai pengisi hatinya. 

"Maaf jika Ibu harus berada di posisi ini. Sebagai wanita saya paham apa rasanya. Tapi harus Ibu percaya, tak ada niatan saya untuk merusak rumah tangga wanita lain. Merebut suami wanita lain. Menjadi wanita

kedua dalam sebuah ikatan pernikahan wanita lain. Demi Allah saya bersumpah, itu bukan saya."

Kembali Wulan mempertegas kedudukannya. Harapannya hanya satu. Hanum tahu apa yang sebenarnya terjadi. Wanita yang berstatus istri pertama suaminya ini tak dapat menyalahkan dirinya begitu saja atas apa yang terjadi di antara mereka. 

"Maaf. Hanya itu yang dapat saya katakan. Dan satu hal yang menggelitik saya, Bu. Ibu tahu semua ini darimana? Dari Mas Damar?" tanya Wulan dengan rasa penasaran. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status