Share

AKU DAN BADAI PERNIKAHANKU
AKU DAN BADAI PERNIKAHANKU
Penulis: Leend Syahidah

Bab. 1

Pov. Dewi

***

Aku mengerjap sebentar. Mengatur nafas dengan mata yang rasanya ingin kupejam lagi. Suara alarm di pukul empat dini hari ini membangunkanku yang baru saja terpejam di jam satu malam tadi.

Kucari ponsel yang masih memekikkan suara alarmnya.

“Benar pukul empat.”

Lalu aku gegas bangkit dari pembaringan dan duduk di atas kasur yang cukup empuk ini. rasanya malas betul hari ini. Sudah kebiasaanku akan langsung menuju dapur mengecek bahan makanan untuk kubuat sarapan sebelum melaksanakan dua rakaat.

Tentu sarapan untuk mas Pras dan kopi pahit kesukaannya menjadi prioritas rutinitasku di pagi hari. Lalu hampir saja aku benar-benar beranjak saat jemariku merabai bagian dari kasur ini yang kosong.

“Ya Tuhan.”

Aku bergumam lirih. Ini sudah hampir tiga minggu dan bayangan itu masih begitu rajin menyapaku.

Kutarik lagi tanganku lalu kupalingkan wajah melihat bagian yang kosong ini, kemudian kurebahkan kembali tubuhku yang memang terasa lelah. Aku mengerjap lagi memastikan lagi bila bagian kosong dari kasur yang kubeli tiga tahun lalu bersama mas Pras memang kosong.

Mas Pras memang tak ada di sampingku dan aku begitu bodohnya terbangun dan langsung sibuk memikirkan sarapan apa nanti yang harus kubuat untuknya.

Ya, ini hampir tiga minggu, mas Pras tak pernah pulang lagi.

Dua hari yang lalu ia menelponku dan menanyakan kabarku. Lalu kukatakan aku baik-baik saja.

“Apa aku pulang dulu, Wi?”

“Nggak usah, Mas. nikmati dulu bulan madumu.”

Kudengar suara angin dan suara beberapa orang yang sedang berbicang di sekitar mas Pras. Pasti dia sedang di lokasi proyek atau mungkin sedang di musholla.

Sebab dia menelpon di jam shalat dhuhur. Jam istirahat para karyawan. Termasuk aku dan mas Pras.

“Aku sepertinya kangen sama kamu, Wi.”

“Kamu ada-ada aja, Mas. masa iya kangen sama aku sedangkan kamu masih bulan madu.”

Kudengar suara mas Pras sedikit bergetar. Namun, aku tak terlalu memperdulikan. Bukankah ia sedang menikmati masa pengantin barunya. Satu bulan yang dipinta perempuan itu katanya dan aku jelas mengizinkan.

Mas Pras sedang mengulang apa yang pernah kami lewati dulu. Tapi dia bukan mengulang kenangan itu denganku, melainkan dengan kawan lamaku yang hadir di kota ini enam bulan yang lalu.

Aini namanya.

“Ah sudah tiga minggu. Aku hampir berhasil melewatinya.”

Kemudian aku beranjak ke kamar mandi. Buang air kecil dan mengecek apa yang menyebabkan pinggangku terasa nyeri. Dan benar saja tamu bulananku datang.

Cepat-cepat aku menunaikan hajatku di kamar mandi lalu mengambil pembalut dan kutarik lagi selimut setelahnya.

Kumatikan pendingin udara, sebab hujan di luar semakin deras dan dinginnya berhasil membuatku sedikit menggigil. Tentu dingin dari luar dan dingin dari AC ditambah aku yang langsung mandi tadi.

Ini hari minggu dan aku ingin menikmati hari liburku dengan tidur tanpa terganggu mimpi yang membuat lukaku seolah tak sembuh-sembuh.

Bila mas Pras sedang menikmati madu yang ditawarkan oleh wanita itu. ya, wanita itu. entahlah mengapa rasanya aku begitu sulit menyebut namanya. Apa aku membencinya?

Mungkin.

Tapi bukankah suamiku juga menginginkannya?

Ya kalau mas Pras sedang menikmati kehidupan barunya mengapa aku harus menyiksa diri dengan sibuk memikirkan makan minum dan keadaannya.

Kupejam mata. Namun sebelumnya kumatikan setelan alarm yang tiga tahun ini membuatku sibuk jadi istri yang berbakti.

Istri berbakti. Namun, akhirnya tetap diduakan.

Ah, sudahlah aku benci bila harus sedih lagi.

Aku tak ingin lagi menangisinya.

Bukankah mereka sama?

Kupejam erat mataku agar tetesan bening ini berhenti sejenak.

Ya, Tuhan. Mengapa aku harus menangis lagi di subuh ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status