Share

Bab. 2

Penulis: Leend Syahidah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-31 00:28:20

Pov. Dewi

***

“Wi, aku sudah bercerai.”

Dengan berlinang air mata Aini menceritakan keadaannya hari itu padaku. 

Aku pun tak menyangka mengapa Aini bisa ada di kota ini. Bahkan kami sudah cukup lama tak berkomunikasi. Hanya saja sesekali kami masih berbalas komentar atau sekedar menyukai postingan di media sosial yang kami punya.

Lebih tepat lagi media sosial milik Aini. Hampir tiap hari ada saja quotes tentang agama atau rumah tangga ataupun kalimat-kalimat galau yang dipostingnya. Kalau aku? Boro-boro memposting status. Sekedar scrol akun tiktok  saja kadang malam baru bisa kulakuka. Itupun hanya sebentar saja. Saat menjelang tidur.

Sebab pekerjaanku sebagai staf keuangan di salah satu perusahaan distributor consumer goods ternama cukup menyita waktuku. Walau aku hanya sebagai staf, tapi kesibukanku di kantor dan dunia nyataku bersama mas Pras cukup menyita waktu.

“Astagfirullah. Apa sebabnya kalian bisa bercerai?”

Kupikir suami Aini pria yang baik sebab tak jarang ia memposting kemesraannya bersama suaminya. 

Aku yang baru saja pulang kerja hari itu menerima Aini di ruang tamu rumah sederhana yang mas Pras beli di tahun pertama pernikahan kami.

Sejujurnya aku tak punya waktu menerima tamu bila sore hari. Sebab sepulang kerja aku harus sibuk memasak makan malam untukku dan mas Pras. Belum lagi kusiapkan air hangat untuknya mandi.

Eh, kadang-kadang kami mandi berdua dengan penuh kemesraan.

Tapi, tentu saja aku tak tega mengatakan itu pada Aini.

“Arfan suka main kasar dan dia berselingkuh, Wi.”

Aini menyeka air matanya. Kusodorkan sebotol air dingin padanya agar perasaannya menjadi tenang.

Akupun tak tahu harus berkomentar apa tentang cobaan pernikahan yang Aini alami. Aku hanya memintanya bersabar atas apa yang terjadi. Kupikir Aini lebih paham tentang dalil-dalil agama dalam rumah tangga.

Namun saat ia membuka aib mantan suaminya yang tak terlalu kukenal, aku cukup terkejut.

Bukannya aib pasangan itu tak boleh diumbar?

“Mungkin sudah jalannya begini, Aini. Jujur aku terkejut dengan kehadiran kamu di kota ini, dan lebih terkejut lagi dengan berita yang kamu sampaikan. Aku lihat selama ini kalian begitu mesra di foto-foto itu.”

Lalu Aini tersenyum masam. Seperti sedang menyesali sesuatu.

“Itu semua hanya untuk menutupi perasaanku yang hancur, sebab jika kuposting gambar-gambar kami, selingkuhannya akan melihat itu dan memilih munudr. Namun, yang ada Arfan malah memintaku mundur dari pernikahan kami.”

“Aku turut prihatin atas apa yang terjadi. Tapi aku juga terkejut kenapa kamu bisa ada di kota ini?”

Aku penasaran saja, sebab itu aku bertanya. Jujur saja aku belum masak sore itu. Lalu kukirim pesan pada mas Pras untuk singgah beli makanan tiga bungkus.

Lalu jelaskan bila da tamu yang datang saat mas Pras bertanya heran melalui sambungan telepon. Lelaki itu selalu penasaran dengan siapa aku berbincang.

Oh, mas Pras juga sering cemburu bila aku berbincang terlalu lama dengan kawan pria. Walaupun itu dengan atasanku sendiri.

“Aku sengaja kesini untuk mencari pekerjaan, Wi. Mungkin kamu tahu ada lowongan yang cocok untukku. Kerja apa saja yang penting halal. Kamu tahu kan, betapa susahnya mencari pekerjaan untuk lulusan D.1 seperti saya ini. Belum lagi di kota Surabaya sana banyak saingan.”

“Lalu kamu tinggal dimana selama disini?”

“Sementara aku numpang di rumah bibi dari pihak ayahku. Nanti bila sudah dapat pekerjaan aku mau ngekost saja. Nggak enak kalau numpang terus, Wi.”

“Iya sih.”

Lalu pembicaraan kami terjeda sebentar. Saat deru mobil avanza hitam milik mas Pras terdengar di teras samping.

“Suamimu kah?”

“Iya. Sebentar ya!”

Kutinggalkan Aini di ruang tamu, lalu gegas aku keluar. Menyambut suamiku yang bajunya tampak bahas di bagian pundak. Memang tadi sempat hujan. Walau sebentar tapi cukup deras.

“Mas. Ada kawan lamaku bertamu.”

“Hmm, siapa?”

“Namanya Aini.”

Kubiarkan mas Pras memeluk tubuhku sebentar sebelum kami berdua masuk menemui tamu kami yang tak diundang.

“Ada perlu apa?”

Mas Pras jelas penasaran. Sebab selama pernikahan kami, jarang sekali ada kawanku yang datang bertamu. Keluargaku pun. Biasanya kami yang ke rumah mereka. Sebab bila ada cara keluarga pasti dibikin di rumah mertuaku. Kalau dari pihak aku kami jarang berkumpul. Sebab kamipun perantau di kota ini. Waktu berkumpulnya paling lebaran saja.

“Katanya lagi cari kerjaan. Siapa tahu di kantor mas ada lowongan apa aja. Cleaning service atau kasir pun dia  mau.”

“Nanti mas tanya. Di kantor mu sendiri belum ada lowongan?”

“Belum, Mas.”

Lalu mas Pras mengamit pinggangku sambil melangkah ke dalam rumah di mana Aini menunggu di ruang tamu.

“Mas, ini mbak Aini. Aini, ini suami saya, mas Pras!”

Kulihat netra Aini yang masih basah mengerjap dan menatap tak berkedip pada pergelangan kekar mas Pras yang mengamit pinggang langsingku.

Lalu diulurkannya tangan terlebih dahulu untuk menyalami mas Pras. Tentu mas Pras sedikit terkejut sebab ia menyangka Aini dengan penampilannya yang begitu tertutup tak ingin berjabat tangan dengan pria lain.

“Apa kabar?  saya Pras. Suaminya Dewi.”

“Saya Aini mas Pras. Kawan lama Dewi!”

 

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Armi
Cerita mudah di pahami
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • AKU DAN BADAI PERNIKAHANKU   Bab. 81

    Hujan di luar semakin deras, membasahi genting tua rumah ini. Winda berdiri di hadapan Gavin dengan wajah memerah karena amarah yang tertahan. Matanya berkilat penuh luka.Jemarinya menyentuh layar, memutar video yang Winda maksud. Suara itu... suara dirinya sendiri yang sedang mengigau dalam tidur.“Kania …, Kania, … maafkan aku, Kania.”Gavin terpaku. Tubuhnya kaku mendengar betapa pilunya ia menyebut nama almarhum istrinya. Suara yang penuh sesal, penuh rindu, namun tak pantas diucapkan ketika ada Winda di sisinya.“Apa ini, Winda?” Gavin berusaha mempertahankan kendali, tapi nada suaranya bergetar jelas disesaki oleh rasa bersalah.“Ini yang aku dengar hampir setiap malam, Mas,” balas Winda dingin. “Dan lebih parahnya lagi, Mas pernah...” Winda menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan air mata.“Pernah apa?” Gavin mendesak.Winda mengalihkan pandangan, tapi bibirnya meluncurkan kebenaran yang menghantam Gavin tanpa ampun. “Mas pernah menyebut nama Kania saat kita.

  • AKU DAN BADAI PERNIKAHANKU   Bab. 80

    Gemuruh di langit semakin nyaring, hujan kini turun dengan deras. Gavin duduk di kursi makan. Sendok di tangan kirinya mengetuk-ngetuk piring, tanda pikirannya sedang tidak fokus. Uap dari mie instan di hadapannya mengepul, tetapi selera makannya sudah lebih dulu lenyap, terkalahkan oleh perasaan jengah yang tiba-tiba menyeruak di dada.Ada yang Gavin tak lihat, tapi itu terjadi. Sama halnya saat Kania dulu tak melihat apa-apa yang dilakukannya bersama Aline di belakang istri pertamanya itu.Bahkan Kania sudah pergi pada alam yang berbeda. Namun, rasa sakitnya masih terngiang pada semesta yang memberi balas.Namun, Gavin mungkin tak sadari itu, seperti tak sadarnya dulu saat terlena dalam bara zina yang ditawarkan oleh selingkuhnannya.Lelaki bermata tajam ini menatap jendela yang mengembun oleh hujan. Matanya terasa berat, seperti menanggung beban dari kenangan-kenangan yang kini melintas tanpa diundang. Kania. Nama itu terlintas begitu saja. Istrinya yang dulu. Almarhumah yang dia

  • AKU DAN BADAI PERNIKAHANKU   Bab. 79 KEHIDUPAN KEDUA GAVIN

    Kilas Hidup yang Kedua**Seberapa kuat Gavin melangkah sendiri di antara umurnya yang masih ingin ditemani. Seberapa kuat ia menahan diri dalam sesalan, tapi hidup memang terus berjalan dan lelaki empat puluh delapan tahun ini memang butuh teman.Usia yang makin banyak, benar-benar membuatnya tak hanya bisa menyesali kesalahannya di masa lalu. Gavin butuh kawan. Bukan hanya sekadar tentang pelampiasan hasratnya di atas ranjang, tapi ia butuhkan kawan berbagi cerita.Rasanya waktu terus meneror kesendiriannya. Seolah masa inginkan ada kehidupan kedua yang harus ia jalani setelah kehidupan menyakitkan telah ia berikan untuk Kania di masa lalu.Tok! Tok!“Masuk!”Hujan turun rintik-rintik di sore itu, membawa aroma tanah basah yang menusuk hidung. Di rumah peninggalan orang tua Gavin, bayangan masa lalu terasa begitu pekat. Ruang tamu yang dipenuhi perabotan mulai menuai menjadi saksi bisu kesepian seorang pria yang pernah melakukan kesalahan fatal di masa lalu. Seorang wanita yang ma

  • AKU DAN BADAI PERNIKAHANKU   Bab. 78

    Dua minggu sudah berlalu sejak pertemuan tak terduga antara Gavin dan Kania. Juga pertemuannya dengan pak RT yang dating menyampaikan keluhan warga akan pembayaran tanah yang belum selesai. Gavin bahkan tak menyangka bila ruko yang dibelinya ada hubungannya dengan Doni. Mantan suami Hera yang diam-diam juga menjalin affair Bersama wanita yang pernah menjadi kekasih gelapnya. Bahkan ungkapan pertanyaannya pada Winda hari itu seolah angin lalu yang sudah terlupakan. Gavin pun sekarang lebih banyak menghabiskan waktu sebagai sopir taksi online daripada mengunjungi tokonya. Laporan penjualan oli akan ia terima lewat emailnya. Winda sudah sangat cekatan mengirim laporan melalui email. Sementara untuk pembelian, Gavin akan langsung menelpon supplier oli yang telah menjadi langganannya. Pembayaran pun dilakukan melalui transfer. Tak ada yang tahu balasan takdir apa yang akan diterima setelah melakukan kesalahan-kesalahan di masa lalu. Bertaubat mungkin sudah dilakukan, tapi balas

  • AKU DAN BADAI PERNIKAHANKU   Bab. 77

    "Sudah dua tahun kamu hidup sendiri, apa nggak ada niatan untuk kamu buka hati, Nia?" "Luka yang lama rasanya susah betul sembuhnya, aku takut mengulang cerita yang akan memberikan rasa sakit di ujungnya, Ta." Kania tahu kemana arah pembicaraan Sita. Ini bukan kali pertama ibu satu anak ini menyampaikan makna tersurat tentang perasaan seseorang padanya. "Mas Daksa itu suka sama kamu, ibunya juga berharap kamu ada perasaan yang sama." Kania tersenyum miris setipis mungkin. Sebagai Perempuan dewasa, Kania juga tahu tentang perasaan pria itu.Mas Daksa pria yang baik, hanya saja Kania rasanya masih takut memulai hubungan yang baru, apalagi statusnya hanya sebagai pembantu di rumah pria itu.Ada kenangan yang membekas dan mungkin tak mampu dihapus waktu. Kenangan akan statusnya Bersama Gavin.“Aku ini orang susah, Ta. Aku hanya pekerja di rumah orang tua mas Daksa.”“Nggak ada masalah. Problemnya dimana. Mas Daksa serius ingin membangun rumah tangga. Dia juga pernah gagal,

  • AKU DAN BADAI PERNIKAHANKU   Bab. 76

    "Tanah ini pembayarannya belum diselesaikan, Pak Gavin." Seorang pria tua berpeci yang sedari tadi menunggu Gavin, langsung membeberkan inti persoalan yang menyebabkan beliau harus datang menemui pemilik ruko ini. Rupanya beliau ketua RT di daerah ini. "Gimana maksudnya, Pak? Saya juga tidak tahu menahu dengan pembayaran tanah yang bapak maksud." Gavin tentu menerima dengan baik tamu yang tak diharapkan kehadirannya siang ini. Belum lagi tadi pertemuan tak sengaja antara dirinya dan Kania membuat perasaannya jelas terusik. "Pihak developer belum menyelesaikan pembayaran tanah ini, Pak. Dan warga tidak mau tahu, mereka meminta saya untuk menemui pemilik ruko satu persatu." "Tapi saya sudah membayar lunas pembelian ruko ini, Pak. Entah dengan yang lainnya." Raut wajah pak RT terlihat cemas. Lelaki berkacamata ini menarik napas panjang lalu menghembuskan dengan berat. "Pak Gavin bukan pemilik ruko yang pertama yang saya datangi, tapi jawaban mereka ham

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status