Aini kira aku tak tahu tentang pernikahan siri yang dilakukannya bersama suamiku. Kau tahu semuanya. Mas Pras sendiri yang menceritakan padaku. Namun, air mataku terlalu berharga untuk menangisi kecurangan mereka di belakangku. Aku tak perlu menangis terlalu lama akan rasa sakit ini. Mereka berdua hanya perlu kubuat jera dengan caraku sendiri. Semua harta akan kuambil dan kubuat mereka tak bisa melupakan bekas tanganku di wajah dan tubuh suami dan sahabatku itu. Nikmati dulu bulan madu kalian! selanjutnya selamat menikmati semuanya dari nol dan rasa malu yang berlipat-lipat.
Lihat lebih banyakPov. Dewi
***Aku mengerjap sebentar. Mengatur nafas dengan mata yang rasanya ingin kupejam lagi. Suara alarm di pukul empat dini hari ini membangunkanku yang baru saja terpejam di jam satu malam tadi.Kucari ponsel yang masih memekikkan suara alarmnya.“Benar pukul empat.”Lalu aku gegas bangkit dari pembaringan dan duduk di atas kasur yang cukup empuk ini. rasanya malas betul hari ini. Sudah kebiasaanku akan langsung menuju dapur mengecek bahan makanan untuk kubuat sarapan sebelum melaksanakan dua rakaat.Tentu sarapan untuk mas Pras dan kopi pahit kesukaannya menjadi prioritas rutinitasku di pagi hari. Lalu hampir saja aku benar-benar beranjak saat jemariku merabai bagian dari kasur ini yang kosong.“Ya Tuhan.”Aku bergumam lirih. Ini sudah hampir tiga minggu dan bayangan itu masih begitu rajin menyapaku.Kutarik lagi tanganku lalu kupalingkan wajah melihat bagian yang kosong ini, kemudian kurebahkan kembali tubuhku yang memang terasa lelah. Aku mengerjap lagi memastikan lagi bila bagian kosong dari kasur yang kubeli tiga tahun lalu bersama mas Pras memang kosong.Mas Pras memang tak ada di sampingku dan aku begitu bodohnya terbangun dan langsung sibuk memikirkan sarapan apa nanti yang harus kubuat untuknya.Ya, ini hampir tiga minggu, mas Pras tak pernah pulang lagi.Dua hari yang lalu ia menelponku dan menanyakan kabarku. Lalu kukatakan aku baik-baik saja.“Apa aku pulang dulu, Wi?”“Nggak usah, Mas. nikmati dulu bulan madumu.”Kudengar suara angin dan suara beberapa orang yang sedang berbicang di sekitar mas Pras. Pasti dia sedang di lokasi proyek atau mungkin sedang di musholla.Sebab dia menelpon di jam shalat dhuhur. Jam istirahat para karyawan. Termasuk aku dan mas Pras.“Aku sepertinya kangen sama kamu, Wi.”“Kamu ada-ada aja, Mas. masa iya kangen sama aku sedangkan kamu masih bulan madu.”Kudengar suara mas Pras sedikit bergetar. Namun, aku tak terlalu memperdulikan. Bukankah ia sedang menikmati masa pengantin barunya. Satu bulan yang dipinta perempuan itu katanya dan aku jelas mengizinkan.Mas Pras sedang mengulang apa yang pernah kami lewati dulu. Tapi dia bukan mengulang kenangan itu denganku, melainkan dengan kawan lamaku yang hadir di kota ini enam bulan yang lalu.Aini namanya.“Ah sudah tiga minggu. Aku hampir berhasil melewatinya.”Kemudian aku beranjak ke kamar mandi. Buang air kecil dan mengecek apa yang menyebabkan pinggangku terasa nyeri. Dan benar saja tamu bulananku datang.Cepat-cepat aku menunaikan hajatku di kamar mandi lalu mengambil pembalut dan kutarik lagi selimut setelahnya.Kumatikan pendingin udara, sebab hujan di luar semakin deras dan dinginnya berhasil membuatku sedikit menggigil. Tentu dingin dari luar dan dingin dari AC ditambah aku yang langsung mandi tadi.Ini hari minggu dan aku ingin menikmati hari liburku dengan tidur tanpa terganggu mimpi yang membuat lukaku seolah tak sembuh-sembuh.Bila mas Pras sedang menikmati madu yang ditawarkan oleh wanita itu. ya, wanita itu. entahlah mengapa rasanya aku begitu sulit menyebut namanya. Apa aku membencinya?Mungkin.Tapi bukankah suamiku juga menginginkannya?Ya kalau mas Pras sedang menikmati kehidupan barunya mengapa aku harus menyiksa diri dengan sibuk memikirkan makan minum dan keadaannya.Kupejam mata. Namun sebelumnya kumatikan setelan alarm yang tiga tahun ini membuatku sibuk jadi istri yang berbakti.Istri berbakti. Namun, akhirnya tetap diduakan.Ah, sudahlah aku benci bila harus sedih lagi.Aku tak ingin lagi menangisinya.Bukankah mereka sama?Kupejam erat mataku agar tetesan bening ini berhenti sejenak.Ya, Tuhan. Mengapa aku harus menangis lagi di subuh ini.Hujan di luar semakin deras, membasahi genting tua rumah ini. Winda berdiri di hadapan Gavin dengan wajah memerah karena amarah yang tertahan. Matanya berkilat penuh luka.Jemarinya menyentuh layar, memutar video yang Winda maksud. Suara itu... suara dirinya sendiri yang sedang mengigau dalam tidur.“Kania …, Kania, … maafkan aku, Kania.”Gavin terpaku. Tubuhnya kaku mendengar betapa pilunya ia menyebut nama almarhum istrinya. Suara yang penuh sesal, penuh rindu, namun tak pantas diucapkan ketika ada Winda di sisinya.“Apa ini, Winda?” Gavin berusaha mempertahankan kendali, tapi nada suaranya bergetar jelas disesaki oleh rasa bersalah.“Ini yang aku dengar hampir setiap malam, Mas,” balas Winda dingin. “Dan lebih parahnya lagi, Mas pernah...” Winda menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan air mata.“Pernah apa?” Gavin mendesak.Winda mengalihkan pandangan, tapi bibirnya meluncurkan kebenaran yang menghantam Gavin tanpa ampun. “Mas pernah menyebut nama Kania saat kita.
Gemuruh di langit semakin nyaring, hujan kini turun dengan deras. Gavin duduk di kursi makan. Sendok di tangan kirinya mengetuk-ngetuk piring, tanda pikirannya sedang tidak fokus. Uap dari mie instan di hadapannya mengepul, tetapi selera makannya sudah lebih dulu lenyap, terkalahkan oleh perasaan jengah yang tiba-tiba menyeruak di dada.Ada yang Gavin tak lihat, tapi itu terjadi. Sama halnya saat Kania dulu tak melihat apa-apa yang dilakukannya bersama Aline di belakang istri pertamanya itu.Bahkan Kania sudah pergi pada alam yang berbeda. Namun, rasa sakitnya masih terngiang pada semesta yang memberi balas.Namun, Gavin mungkin tak sadari itu, seperti tak sadarnya dulu saat terlena dalam bara zina yang ditawarkan oleh selingkuhnannya.Lelaki bermata tajam ini menatap jendela yang mengembun oleh hujan. Matanya terasa berat, seperti menanggung beban dari kenangan-kenangan yang kini melintas tanpa diundang. Kania. Nama itu terlintas begitu saja. Istrinya yang dulu. Almarhumah yang dia
Kilas Hidup yang Kedua**Seberapa kuat Gavin melangkah sendiri di antara umurnya yang masih ingin ditemani. Seberapa kuat ia menahan diri dalam sesalan, tapi hidup memang terus berjalan dan lelaki empat puluh delapan tahun ini memang butuh teman.Usia yang makin banyak, benar-benar membuatnya tak hanya bisa menyesali kesalahannya di masa lalu. Gavin butuh kawan. Bukan hanya sekadar tentang pelampiasan hasratnya di atas ranjang, tapi ia butuhkan kawan berbagi cerita.Rasanya waktu terus meneror kesendiriannya. Seolah masa inginkan ada kehidupan kedua yang harus ia jalani setelah kehidupan menyakitkan telah ia berikan untuk Kania di masa lalu.Tok! Tok!“Masuk!”Hujan turun rintik-rintik di sore itu, membawa aroma tanah basah yang menusuk hidung. Di rumah peninggalan orang tua Gavin, bayangan masa lalu terasa begitu pekat. Ruang tamu yang dipenuhi perabotan mulai menuai menjadi saksi bisu kesepian seorang pria yang pernah melakukan kesalahan fatal di masa lalu. Seorang wanita yang ma
Dua minggu sudah berlalu sejak pertemuan tak terduga antara Gavin dan Kania. Juga pertemuannya dengan pak RT yang dating menyampaikan keluhan warga akan pembayaran tanah yang belum selesai. Gavin bahkan tak menyangka bila ruko yang dibelinya ada hubungannya dengan Doni. Mantan suami Hera yang diam-diam juga menjalin affair Bersama wanita yang pernah menjadi kekasih gelapnya. Bahkan ungkapan pertanyaannya pada Winda hari itu seolah angin lalu yang sudah terlupakan. Gavin pun sekarang lebih banyak menghabiskan waktu sebagai sopir taksi online daripada mengunjungi tokonya. Laporan penjualan oli akan ia terima lewat emailnya. Winda sudah sangat cekatan mengirim laporan melalui email. Sementara untuk pembelian, Gavin akan langsung menelpon supplier oli yang telah menjadi langganannya. Pembayaran pun dilakukan melalui transfer. Tak ada yang tahu balasan takdir apa yang akan diterima setelah melakukan kesalahan-kesalahan di masa lalu. Bertaubat mungkin sudah dilakukan, tapi balas
"Sudah dua tahun kamu hidup sendiri, apa nggak ada niatan untuk kamu buka hati, Nia?" "Luka yang lama rasanya susah betul sembuhnya, aku takut mengulang cerita yang akan memberikan rasa sakit di ujungnya, Ta." Kania tahu kemana arah pembicaraan Sita. Ini bukan kali pertama ibu satu anak ini menyampaikan makna tersurat tentang perasaan seseorang padanya. "Mas Daksa itu suka sama kamu, ibunya juga berharap kamu ada perasaan yang sama." Kania tersenyum miris setipis mungkin. Sebagai Perempuan dewasa, Kania juga tahu tentang perasaan pria itu.Mas Daksa pria yang baik, hanya saja Kania rasanya masih takut memulai hubungan yang baru, apalagi statusnya hanya sebagai pembantu di rumah pria itu.Ada kenangan yang membekas dan mungkin tak mampu dihapus waktu. Kenangan akan statusnya Bersama Gavin.“Aku ini orang susah, Ta. Aku hanya pekerja di rumah orang tua mas Daksa.”“Nggak ada masalah. Problemnya dimana. Mas Daksa serius ingin membangun rumah tangga. Dia juga pernah gagal,
"Tanah ini pembayarannya belum diselesaikan, Pak Gavin." Seorang pria tua berpeci yang sedari tadi menunggu Gavin, langsung membeberkan inti persoalan yang menyebabkan beliau harus datang menemui pemilik ruko ini. Rupanya beliau ketua RT di daerah ini. "Gimana maksudnya, Pak? Saya juga tidak tahu menahu dengan pembayaran tanah yang bapak maksud." Gavin tentu menerima dengan baik tamu yang tak diharapkan kehadirannya siang ini. Belum lagi tadi pertemuan tak sengaja antara dirinya dan Kania membuat perasaannya jelas terusik. "Pihak developer belum menyelesaikan pembayaran tanah ini, Pak. Dan warga tidak mau tahu, mereka meminta saya untuk menemui pemilik ruko satu persatu." "Tapi saya sudah membayar lunas pembelian ruko ini, Pak. Entah dengan yang lainnya." Raut wajah pak RT terlihat cemas. Lelaki berkacamata ini menarik napas panjang lalu menghembuskan dengan berat. "Pak Gavin bukan pemilik ruko yang pertama yang saya datangi, tapi jawaban mereka ham
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen