Share

Bab. 3

last update Huling Na-update: 2024-03-31 00:31:30

pov. Dewi

***

Selanjutnya Aini kerap datang bertamu di rumah kami.

Terlebih ketika mas Pras berhasil mendapatkan sebuah lowongan pekerjaan untuknya. Meski hanya sebagai staf administrasi di koperasi karyawan milik perusahaan tempat mas Pras bekerja.

Sabtu atau minggu Aini kerap datang berkunjung. Kadang-kadang mas Pras protes sebab ia ingin berdua saja denganku di hari sabtu minggu, tapi Aini yang hadir tanpa diundang tentu tak bisa kami suruh pulang.

"Apa kamu nggak istirahat, ini hari libur kan?"

"Di kost sepi. Nggak ada teman."

Aku cukup kesal juga hari itu. Saat Aini terlihat memaksakan diri untuk datang ke rumahku, padahal hujan sedang deras-derasnya.

Padahal tak ada hal penting juga, dia hanya akan duduk di ruang tamu sambil memainkan ponsel bila bahan pembicaraan sudah habis.

Lalu aku dan mas Pras akan nonton sambil berbaring atau sambil duduk dan berpegangan tangan. Inginnya mas Pras kami berpelukan, tapi kehadiran Aini tentu membatasi gerak geriknya. Meski kadang-kadang dia nekat mencuri-curi ciuman di pipi atau pelukan di tubuhku.

Bahkan Aini pernah duduk menunggu di teras hingga hampir dua jam. Aku dan mas Pras sudah melihatnya datang dan langsung membuka pintu pagar. Namun hujan yang begitu deras dan keinginan mas Pras yang tak bisa ditunda membuatku mengikuti suamiku masuk kedalam kamar.

Sebagai perempuan yang pernah berkeluarga, tentu ia tahu apa yang menyebabkan kami tak membuka pintu cukup lama.

Bahkan mas Pras mengulangi itu hingga dua kali.

"Aku nggak suka sama teman kamu itu, dia kok sering datang mengganggu."

Mas Pras melayangkan protesnya setelah per-cintaan yang ia tuntut di tengah hujan deras seperti ini.

"Aku juga nggak tahu, Mas. Aku juga risih, tapi kasihan juga kalau disuruh pulang."

Kuintip dari balik jendela, kulihat Aini masih bertahan di teras dengan wajah tertekuk seolah sedang menahan kesal.

Dan ada satu hal lagi yang tak kusukai dari Aini, dia suka datang bertamu tanpa berkabar sebelumnya.

Padahal kalau tak salah ia juga pernah memposting tata cara atau adab bertamu ke rumah orang.

Kupikir ia mengerti dengan apa yang dipostingnya, ternyata tidak. Atau mungkin belum

Lalu menginjak bulan ke empat, aku merasa Aini semakin gencar berkunjung. Bahkan buah tangan kerap dibawahnya. Termasuk rawon dan coto Makassar. Dua makanan kesukaan mas Pras.

Dan sabtu atau minggu adalah hari berkunjungnya. Seolah ia sudah memperhitungkan kalau mas Pras dan aku sedang di rumah.

Bahkan waktu bertamunya semakin lama. Terkadang waktu sudah lepas magrib barulah ia pamit pulang.

"Biar kita shalat berjamaah dulu baru aku pulang."

Tak segan ia meminta ingin ikut shalat hingga waktu kepulangannya semakin lama.

Bahkan ada beberapa kali mas Pras harus mengantarkannya pulang sebab hujan deras dan ia takut pulang dengan taksi online jika sudah kemalaman.

"Kamu belum isi ya, Wi,"

"Haidmu lancar kan?"

"Apa mas Pras nggak protes ingin punya momongan?"

Itu adalah beberapa pertanyaan menyakitkan yang semaki berani Aini tanyakan padaku.

"Tidak. Suamiku nggak pernah protes. Malah tetap senang. Soalnya kami berdua puas pacarannya," ucapku sambil tersenyum.

"Kuat ya mas Pras?"

"Kuat dong. Masa nggak. Mantan suamimu sendiri gimana?"

Aku rasanya sangat kesal hari itu hingga kutinggalkan dia di ruang tamu tanpa memperdulikannya.

Aku rasa Aini semakin tak sopan. Dia makin berani menanyakan hal yang tak pantas.

"Mas, aku kok lihat Aini itu semakin berani dan nggak sopan ya."

"Kenapa lagi teman kamu itu?"

"Masa dia nanya kamu kuat atau nggak. Menjengkelkan.

Jangan-jangan dia suka lagi sama kamu?"

Hampir saja mas Pras tersedak akibat terkejut dengan pertanyaanku.

"Kamu ada-ada aja. Mana ada begitu. Kalaupun dia suka aku, nggak mungkin suka sama dia. Ada-ada aja."

"Soalnya dia rajin banget bawain kamu rawon. Mana, Mas lahap banget lagi makanannya. Aku perhatiin apa yang dibawa Aini mas makan semua."

"Istriku cemburu?"

"Sama dengan mas yang nggak suka aku bicara sama laki-laki lain. Aku juga nggak suka kalau suamiku merespon wanita lain," ketusku pada mas Pras.

"Aku nggak merespon temanmu itu. Dia aja yang nggak tahu diri."

Mas Pras coba menenangkanku. Ia berikan pelukan hangat, tapi hati dan firasatku terlanjur berkecamuk.

Lalu setelah protesku hari itu, Aini sudah jarang datang. Bahkan hampir sebulan dia tak pernah datang lagi.

Tak juga kutelpon untuk sekedar menanyakan kabarnya.

Hingga suatu hari, aku sengaja pulang cepat di jam dua belas siang karna sakit perut yang mengganggu.

Kukendarai motor matic warna merah milikku sedikit cepat. Aku merasa aneh sebab perasaanku tak enak. Dadaku bahkan berdebar cukup keras, seolah akan melihat sesuatu.

Lalu sesampainya aku di rumah. Aku cukup heran, ternyata mobil mas Pras ada di garasi dan, ...

Tunggu sandal wanita siapa ini?

Siapa yang bertamu siang-siang begini.

Gegas aku berjalan ke arah pintu yang tertutup. Lalu tak menunggu lama, kubuka pintu yang tak terkunci itu dan mata dan hatiku tiba-tiba memanas demi melihat siapa yang sedang bersama mas Pras di ruang tengah.

"Aini, mas Pras. Kalian bikin apa disini?"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
istri g peka
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • AKU DAN BADAI PERNIKAHANKU   Bab. 81

    Hujan di luar semakin deras, membasahi genting tua rumah ini. Winda berdiri di hadapan Gavin dengan wajah memerah karena amarah yang tertahan. Matanya berkilat penuh luka.Jemarinya menyentuh layar, memutar video yang Winda maksud. Suara itu... suara dirinya sendiri yang sedang mengigau dalam tidur.“Kania …, Kania, … maafkan aku, Kania.”Gavin terpaku. Tubuhnya kaku mendengar betapa pilunya ia menyebut nama almarhum istrinya. Suara yang penuh sesal, penuh rindu, namun tak pantas diucapkan ketika ada Winda di sisinya.“Apa ini, Winda?” Gavin berusaha mempertahankan kendali, tapi nada suaranya bergetar jelas disesaki oleh rasa bersalah.“Ini yang aku dengar hampir setiap malam, Mas,” balas Winda dingin. “Dan lebih parahnya lagi, Mas pernah...” Winda menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan air mata.“Pernah apa?” Gavin mendesak.Winda mengalihkan pandangan, tapi bibirnya meluncurkan kebenaran yang menghantam Gavin tanpa ampun. “Mas pernah menyebut nama Kania saat kita.

  • AKU DAN BADAI PERNIKAHANKU   Bab. 80

    Gemuruh di langit semakin nyaring, hujan kini turun dengan deras. Gavin duduk di kursi makan. Sendok di tangan kirinya mengetuk-ngetuk piring, tanda pikirannya sedang tidak fokus. Uap dari mie instan di hadapannya mengepul, tetapi selera makannya sudah lebih dulu lenyap, terkalahkan oleh perasaan jengah yang tiba-tiba menyeruak di dada.Ada yang Gavin tak lihat, tapi itu terjadi. Sama halnya saat Kania dulu tak melihat apa-apa yang dilakukannya bersama Aline di belakang istri pertamanya itu.Bahkan Kania sudah pergi pada alam yang berbeda. Namun, rasa sakitnya masih terngiang pada semesta yang memberi balas.Namun, Gavin mungkin tak sadari itu, seperti tak sadarnya dulu saat terlena dalam bara zina yang ditawarkan oleh selingkuhnannya.Lelaki bermata tajam ini menatap jendela yang mengembun oleh hujan. Matanya terasa berat, seperti menanggung beban dari kenangan-kenangan yang kini melintas tanpa diundang. Kania. Nama itu terlintas begitu saja. Istrinya yang dulu. Almarhumah yang dia

  • AKU DAN BADAI PERNIKAHANKU   Bab. 79 KEHIDUPAN KEDUA GAVIN

    Kilas Hidup yang Kedua**Seberapa kuat Gavin melangkah sendiri di antara umurnya yang masih ingin ditemani. Seberapa kuat ia menahan diri dalam sesalan, tapi hidup memang terus berjalan dan lelaki empat puluh delapan tahun ini memang butuh teman.Usia yang makin banyak, benar-benar membuatnya tak hanya bisa menyesali kesalahannya di masa lalu. Gavin butuh kawan. Bukan hanya sekadar tentang pelampiasan hasratnya di atas ranjang, tapi ia butuhkan kawan berbagi cerita.Rasanya waktu terus meneror kesendiriannya. Seolah masa inginkan ada kehidupan kedua yang harus ia jalani setelah kehidupan menyakitkan telah ia berikan untuk Kania di masa lalu.Tok! Tok!“Masuk!”Hujan turun rintik-rintik di sore itu, membawa aroma tanah basah yang menusuk hidung. Di rumah peninggalan orang tua Gavin, bayangan masa lalu terasa begitu pekat. Ruang tamu yang dipenuhi perabotan mulai menuai menjadi saksi bisu kesepian seorang pria yang pernah melakukan kesalahan fatal di masa lalu. Seorang wanita yang ma

  • AKU DAN BADAI PERNIKAHANKU   Bab. 78

    Dua minggu sudah berlalu sejak pertemuan tak terduga antara Gavin dan Kania. Juga pertemuannya dengan pak RT yang dating menyampaikan keluhan warga akan pembayaran tanah yang belum selesai. Gavin bahkan tak menyangka bila ruko yang dibelinya ada hubungannya dengan Doni. Mantan suami Hera yang diam-diam juga menjalin affair Bersama wanita yang pernah menjadi kekasih gelapnya. Bahkan ungkapan pertanyaannya pada Winda hari itu seolah angin lalu yang sudah terlupakan. Gavin pun sekarang lebih banyak menghabiskan waktu sebagai sopir taksi online daripada mengunjungi tokonya. Laporan penjualan oli akan ia terima lewat emailnya. Winda sudah sangat cekatan mengirim laporan melalui email. Sementara untuk pembelian, Gavin akan langsung menelpon supplier oli yang telah menjadi langganannya. Pembayaran pun dilakukan melalui transfer. Tak ada yang tahu balasan takdir apa yang akan diterima setelah melakukan kesalahan-kesalahan di masa lalu. Bertaubat mungkin sudah dilakukan, tapi balas

  • AKU DAN BADAI PERNIKAHANKU   Bab. 77

    "Sudah dua tahun kamu hidup sendiri, apa nggak ada niatan untuk kamu buka hati, Nia?" "Luka yang lama rasanya susah betul sembuhnya, aku takut mengulang cerita yang akan memberikan rasa sakit di ujungnya, Ta." Kania tahu kemana arah pembicaraan Sita. Ini bukan kali pertama ibu satu anak ini menyampaikan makna tersurat tentang perasaan seseorang padanya. "Mas Daksa itu suka sama kamu, ibunya juga berharap kamu ada perasaan yang sama." Kania tersenyum miris setipis mungkin. Sebagai Perempuan dewasa, Kania juga tahu tentang perasaan pria itu.Mas Daksa pria yang baik, hanya saja Kania rasanya masih takut memulai hubungan yang baru, apalagi statusnya hanya sebagai pembantu di rumah pria itu.Ada kenangan yang membekas dan mungkin tak mampu dihapus waktu. Kenangan akan statusnya Bersama Gavin.“Aku ini orang susah, Ta. Aku hanya pekerja di rumah orang tua mas Daksa.”“Nggak ada masalah. Problemnya dimana. Mas Daksa serius ingin membangun rumah tangga. Dia juga pernah gagal,

  • AKU DAN BADAI PERNIKAHANKU   Bab. 76

    "Tanah ini pembayarannya belum diselesaikan, Pak Gavin." Seorang pria tua berpeci yang sedari tadi menunggu Gavin, langsung membeberkan inti persoalan yang menyebabkan beliau harus datang menemui pemilik ruko ini. Rupanya beliau ketua RT di daerah ini. "Gimana maksudnya, Pak? Saya juga tidak tahu menahu dengan pembayaran tanah yang bapak maksud." Gavin tentu menerima dengan baik tamu yang tak diharapkan kehadirannya siang ini. Belum lagi tadi pertemuan tak sengaja antara dirinya dan Kania membuat perasaannya jelas terusik. "Pihak developer belum menyelesaikan pembayaran tanah ini, Pak. Dan warga tidak mau tahu, mereka meminta saya untuk menemui pemilik ruko satu persatu." "Tapi saya sudah membayar lunas pembelian ruko ini, Pak. Entah dengan yang lainnya." Raut wajah pak RT terlihat cemas. Lelaki berkacamata ini menarik napas panjang lalu menghembuskan dengan berat. "Pak Gavin bukan pemilik ruko yang pertama yang saya datangi, tapi jawaban mereka ham

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status