Share

Bab. 3

pov. Dewi

***

Selanjutnya Aini kerap datang bertamu di rumah kami.

Terlebih ketika mas Pras berhasil mendapatkan sebuah lowongan pekerjaan untuknya. Meski hanya sebagai staf administrasi di koperasi karyawan milik perusahaan tempat mas Pras bekerja.

Sabtu atau minggu Aini kerap datang berkunjung. Kadang-kadang mas Pras protes sebab ia ingin berdua saja denganku di hari sabtu minggu, tapi Aini yang hadir tanpa diundang tentu tak bisa kami suruh pulang.

"Apa kamu nggak istirahat, ini hari libur kan?"

"Di kost sepi. Nggak ada teman."

Aku cukup kesal juga hari itu. Saat Aini terlihat memaksakan diri untuk datang ke rumahku, padahal hujan sedang deras-derasnya.

Padahal tak ada hal penting juga, dia hanya akan duduk di ruang tamu sambil memainkan ponsel bila bahan pembicaraan sudah habis.

Lalu aku dan mas Pras akan nonton sambil berbaring atau sambil duduk dan berpegangan tangan. Inginnya mas Pras kami berpelukan, tapi kehadiran Aini tentu membatasi gerak geriknya. Meski kadang-kadang dia nekat mencuri-curi ciuman di pipi atau pelukan di tubuhku.

Bahkan Aini pernah duduk menunggu di teras hingga hampir dua jam. Aku dan mas Pras sudah melihatnya datang dan langsung membuka pintu pagar. Namun hujan yang begitu deras dan keinginan mas Pras yang tak bisa ditunda membuatku mengikuti suamiku masuk kedalam kamar.

Sebagai perempuan yang pernah berkeluarga, tentu ia tahu apa yang menyebabkan kami tak membuka pintu cukup lama.

Bahkan mas Pras mengulangi itu hingga dua kali.

"Aku nggak suka sama teman kamu itu, dia kok sering datang mengganggu."

Mas Pras melayangkan protesnya setelah per-cintaan yang ia tuntut di tengah hujan deras seperti ini.

"Aku juga nggak tahu, Mas. Aku juga risih, tapi kasihan juga kalau disuruh pulang."

Kuintip dari balik jendela, kulihat Aini masih bertahan di teras dengan wajah tertekuk seolah sedang menahan kesal.

Dan ada satu hal lagi yang tak kusukai dari Aini, dia suka datang bertamu tanpa berkabar sebelumnya.

Padahal kalau tak salah ia juga pernah memposting tata cara atau adab bertamu ke rumah orang.

Kupikir ia mengerti dengan apa yang dipostingnya, ternyata tidak. Atau mungkin belum

Lalu menginjak bulan ke empat, aku merasa Aini semakin gencar berkunjung. Bahkan buah tangan kerap dibawahnya. Termasuk rawon dan coto Makassar. Dua makanan kesukaan mas Pras.

Dan sabtu atau minggu adalah hari berkunjungnya. Seolah ia sudah memperhitungkan kalau mas Pras dan aku sedang di rumah.

Bahkan waktu bertamunya semakin lama. Terkadang waktu sudah lepas magrib barulah ia pamit pulang.

"Biar kita shalat berjamaah dulu baru aku pulang."

Tak segan ia meminta ingin ikut shalat hingga waktu kepulangannya semakin lama.

Bahkan ada beberapa kali mas Pras harus mengantarkannya pulang sebab hujan deras dan ia takut pulang dengan taksi online jika sudah kemalaman.

"Kamu belum isi ya, Wi,"

"Haidmu lancar kan?"

"Apa mas Pras nggak protes ingin punya momongan?"

Itu adalah beberapa pertanyaan menyakitkan yang semaki berani Aini tanyakan padaku.

"Tidak. Suamiku nggak pernah protes. Malah tetap senang. Soalnya kami berdua puas pacarannya," ucapku sambil tersenyum.

"Kuat ya mas Pras?"

"Kuat dong. Masa nggak. Mantan suamimu sendiri gimana?"

Aku rasanya sangat kesal hari itu hingga kutinggalkan dia di ruang tamu tanpa memperdulikannya.

Aku rasa Aini semakin tak sopan. Dia makin berani menanyakan hal yang tak pantas.

"Mas, aku kok lihat Aini itu semakin berani dan nggak sopan ya."

"Kenapa lagi teman kamu itu?"

"Masa dia nanya kamu kuat atau nggak. Menjengkelkan.

Jangan-jangan dia suka lagi sama kamu?"

Hampir saja mas Pras tersedak akibat terkejut dengan pertanyaanku.

"Kamu ada-ada aja. Mana ada begitu. Kalaupun dia suka aku, nggak mungkin suka sama dia. Ada-ada aja."

"Soalnya dia rajin banget bawain kamu rawon. Mana, Mas lahap banget lagi makanannya. Aku perhatiin apa yang dibawa Aini mas makan semua."

"Istriku cemburu?"

"Sama dengan mas yang nggak suka aku bicara sama laki-laki lain. Aku juga nggak suka kalau suamiku merespon wanita lain," ketusku pada mas Pras.

"Aku nggak merespon temanmu itu. Dia aja yang nggak tahu diri."

Mas Pras coba menenangkanku. Ia berikan pelukan hangat, tapi hati dan firasatku terlanjur berkecamuk.

Lalu setelah protesku hari itu, Aini sudah jarang datang. Bahkan hampir sebulan dia tak pernah datang lagi.

Tak juga kutelpon untuk sekedar menanyakan kabarnya.

Hingga suatu hari, aku sengaja pulang cepat di jam dua belas siang karna sakit perut yang mengganggu.

Kukendarai motor matic warna merah milikku sedikit cepat. Aku merasa aneh sebab perasaanku tak enak. Dadaku bahkan berdebar cukup keras, seolah akan melihat sesuatu.

Lalu sesampainya aku di rumah. Aku cukup heran, ternyata mobil mas Pras ada di garasi dan, ...

Tunggu sandal wanita siapa ini?

Siapa yang bertamu siang-siang begini.

Gegas aku berjalan ke arah pintu yang tertutup. Lalu tak menunggu lama, kubuka pintu yang tak terkunci itu dan mata dan hatiku tiba-tiba memanas demi melihat siapa yang sedang bersama mas Pras di ruang tengah.

"Aini, mas Pras. Kalian bikin apa disini?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
istri g peka
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status