Share

AKMD 06

Aku benar benar bingung harus bagaimana? disaat seperti ini, kenapa nyawa kecil ini harus hadir. Memikirkan nasib diri sendiri pun sulit. 

Haruskah aku pulang memberitahu bapak dan ibu di kampung. Tapi bagaimana dengan mas Hendra jika tahu ternyata aku selamat dari kecelakaan ini.

"Ya ampun Din, terus bagaimana? apakah suamimu tahu?"

"Tidak Al, dan aku tidak akan memberi tahunya. Biarkan aku merawatnya sendiri kelak."

"Maksudmu apa Din?"

Aku memang belum memberi tahu Alma tentang kejadian ini. 

Dan mengalirlah ceritaku dari saat memergoki mas Hendra berselingkuh sampai tahu jika ia juga merencanakan pembunuhan untukku.

Alma menutup mulutnya mendengar ceritaku. Mungkin ia juga tidak menyangka jika suamiku setega itu, sebab selama ini aku selalu bercerita tentang kebaikan mas Hendra.

"Yang sabar ya Din, aku yakin kamu bisa melewati ini." Ucap Alma menenangkanku. 

"Aku hanya bingung bagaimana akan melewati hari hari kedepannya, aku bahkan tidak bekerja. Jika harus kembali ke kampung pun tidak mungkin. Apalagi jika sampai mas Hendra tahu jika aku masih hidup."

"Mungkin kamu bisa mencoba melamar pekerjaan di kantor tempatku bekerja, itu pun jika kamu mau."

Aku mencoba menimang nimang tawaran Alma. Boleh juga daripada menganggur.

Aku dan Alma sama sama seorang perantau, kami tidak sengaja kenal saat nongkrong di cafe. Lewat perkenalan singkat itulah aku dengannya bisa berteman hingga sejauh ini.

"Coba nanti aku pikirkan dulu, tapi tidak ada salahnya juga mencoba. Untuk beberapa bulan ke depan aku masih punya uang simpanan. Mungkin akan aku gunakan untuk mencari kontrakan."ucapku.

Pintu ruangan terbuka, seorang suster masuk dengan membawa kursi roda "Mari bu, antrian ibu sudah hampir sampai".

Aku berusaha untuk turun dari ranjang dengan papahan Alma.

Tidak menunggu lama, namaku sudah dipanggil. Seorang dokter wanita menunggu di dalam. 

"Selamat siang bu, menurut keterangan ibu mengalami pendarahan dan telat datang bulan, betul begitu?"

"Iya Dok."

"Silahkan berbaring dulu ya bu, akan saya periksa dahulu."

Aku berbaring di ranjang yang sudah di sediakan. Lantas dokter itu mengarahkan sebuah alat ke permukaan perutku setelah diolesi seperti gel.

Terlihat layar seukuran televisi di depanku menyala menampilkan gambar yang tidak ku pahami.

"Selamat ya bu, kandungan ibu sudah berusia sekitar 4 Minggu. Untuk saja ibu tidak terlambat, jadi janin masih bisa dipertahankan." Ucap dokter itu menjelaskan.

"Suaminya gak ikut ke sini?"

"Tidak dok, saya hanya datang bersama teman," ucapku melirik ke arah Alma yang berdiri di sampingku.

Alma mengelus pundakku pelan, mungkin bermaksud ingin menenangkanku.

"Tolong bilang sama suaminya untuk benar benar siaga ya! ibu yang hamil muda masih rentan keguguran, apalagi ibu sempat pendarahan. Dan untuk 3 hari ke depan saya harap ibu rawat inap dulu sekalian bedrest total. Jangan turun dari ranjang jika tidak ada keperluan mendadak. Itu pun harus dengan bantuan orang lain". Terang Dokter panjang lebar.

"Saya mengerti Dok, terimakasih".

"Sama sama, nanti akan saya resepkan obatnya."

Aku keluar dari ruangan dengan pikiran berkecamuk. Tidak mungkin jika Alma harus standby di rumah sakit. Ia juga harus bekerja.

Aku akan mencoba nantinya, tidak selamanya akan merepotkan orang lain seperti ini.

"Din, aku memang tidak bisa menunggumu 24 jam. Tapi kalau kamu butuh apa apa bisa menghubungiku ya! Akan aku usahakan."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status