Share

9

Author: Anik Safitri
last update Last Updated: 2023-10-03 06:24:30

Mas Agam memegang pipinya yang mulai memerah. Tampak sesekali ia meringis kesakitan.

"Sakit Mas? Lebih sakit mana dengan perasaanku saat ini? Tapi kamu salah. Jika beranggapan aku akan menangis. Tidak. Aku tidak akan menangisi laki-laki penuh drama sepertimu. Buang-buang waktu," jawabku dengan tajam.

"Mas Agam," teriak seorang wanita yang ku dengar suaranya menuju ke arah kami. Dia berlari sedikit tergopoh.

Aku kira Kanaya yang datang. Tetapi ternyata bukan, wanita yang ada di foto layar depan yang datang.

Aku menelisiknya dari atas sampai bawah. Memastikan diri bahwa memang dialah wanita simpanan Mas Agam dibelakang ku.

Wanita dengan kulit sawo matang, berbadan berisi, ah lebih tepatnya berbadan cukup gendut untuk porsi wanita. Seperti sedikit berbeda dengan foto yang terpampang. 

Ah aku lupa, zaman sekarang mudah sekali mengedit sebuah wajah.

Dan aku hampir saja tak percaya.

Wanita itu bergantian menatapku. Aku tak takut sama sekali. Justru aku tantang sorot mata tajam itu.

"Maafkan kami Mbak Manda," ucapnya tiba tiba.

Aku mendelik. Dia tau namaku. Berarti dia memang sudah tau jika Mas Agam adalah pria beristri..

"Maaf?" tanyaku memastikan.

"Manda lebih baik kamu pergi saja dari sini. Jangan memalukan. Selesaikan nanti dirumah," bentak Mama mertua yang tiba tiba datang.

Aku melongo.

"Hah? Memalukan? Justru kalian yang mempermalukan diri kalian sendiri. Seantero kota juga akan bilang aku yang benar jika dihadapkan masalah seperti ini. Tidak perlu nanti Ma. Tidak perlu menunhhu di rumah. Karena disini saja aku juga akan mengatakan selesai. Tak perlu menunggu nanti. Untuk apa? Untuk kalian bohongi lagi? Sudah cukup. Aku kini mengerti bagaimana busuknya kalian." jawabku dengan tegas.

Dan tiba-tiba wanita yang mungkin menjadi istri kedua Mas Agam tersebut menangis.

"Mbak Manda, biar saya yang mengalah. Tak apa. Mas Agam adalah milik Mbak Manda. Saya yang salah," ucapnya sembari terisak yang terdengar pilu.

"Aisyah, tidak. Jangan berkata seperti itu. Kamu tetap bagian dari keluarga kita," kata Mama mertua membela.

Entah, aku pun tidak tau apa keistimewaan wanita yang bernama Aisyah itu. Apakah dia dari keluarga konglomerat? Atau bagaimana, aku tidak tau. Karena yang aku tau baik Mas Agam dan keluarganya begitu perfeksionis dalam memilih sesuatu.

"Bunda, Ayah," panggil seorang balita yang ikut mendekat.

Balita perempuan dengan poni tengah, dan kuncir dua. Terlihat menggemaskan.

Dan aku tau, mengapa Mama mertua tak pernah mempermasalahkan cucu dariku. Karena dia sudah mempunyai cucu yang lain.

"Lihat Manda. Agam bahkan mempunyai dua orang anak dari Aisyah. Apakah kamu masih meninggikan egomu?" tanya Mama mertua.

"Mau punya dua anak, mau tiga anak, mau selusin, saya tidak perduli Ma. Bukan masalah anak. Tapi ini adalah tentang kecurangan."

Mama mertua sempat mengibaskan tangan di udara.

"Sudah Manda. Terima saja jika Agam mempunyai dua istri. Toh kamu juga butuh nafkah tiga digit dari Agam setiap bulan bukan? Tidak usah munafik."

Aku menarik nafas panjang.

"Jangan berbicara tentang nominal Nafkah di depanku Ma. Aku sama sekali tidak tertarik. Tiga digit yang tidak membahagiakan untuk apa? Aku tidak akan menurunkan harga diriku demi rupiah." jawabku dengan tegas

Wanita bernama Aisyah tersebut tiba tiba meraih tanganku. Hendak ku hempaskan. Namun dari tatapan netranya terlihat begitu sayu memohon.

"Mbak tolong dengarkan alasan kamu," rengeknya.

"Mbak Aisyah, tidak usah memohon seperti itu kepada dia," teriak Naya.

Aku perlahan melepas tangan Aisyah.

"Apapun alasannya, sebenar apapun. Tapi tingkah kalian tidak bisa dibenarkan. Dalam segi apapun. Dan kamu Naya, tenang saja. Aku tidak gila hormat. Bukankah kamu kenal aku secara dekat, sebelum semua berbalik 360 derajat seperti ini? Ups, bukanya berbalik, tapi memang topeng kamu sudah terlepas ya," jawabku.

Naya melengos. Mungkin dia merasa malu.

"Maaf Bu. Tadi Aluna merengek mencari Bu Aisyah. Dia berlari," ujar seorang wanita berseragam babisitter yang aku kenal betul suaranya. Aku celingukan mencari sumber suara. Dan ternyata wajah babysitter itu memang tak asing. Dia adalah Erna. Teman yang sering ku bantu. Tidak sekali, dua kali, tapi berkali-kali.

"Erna," panggilku lirih.

Dia justru menoleh dengan sinis.

"Jadi selama ini kamu bekerja kepada Mas Agam?"

"Memangnya kenapa? Aku juga tau kok dia suami kamu. Sakit ya? Kasihan deh Lo," oloknya

Aku hanya tersenyum menanggapi olokan Erna. Diam diam Mama mertua juga tertawa kecil dari belakang.

Aku tak gentar. Aku mendekat ke arah Erna.

Menarik kerah baju yang di kenakan Erna.

"Menghancurkan hidupmu adalah salah satu hal yang mudah bagiku. Jadi kamu mau hancur kapan? Sekarang?" tantangku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • AKU TAK BUTUH NAFKAH 100 JUTA   50

    Agam melongo. Apakah nasibnya akan seperti sang Mama? Terbaring di rumah sakit seperti ini?Bagaikan sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Ditinggal istri dan sekarang harus kehilangan satu satunya sumber penghasilan.Belum usai, seorang dokter keluar dari ruang rawat mamanya. Masih dengan wajah sedih bercampur bingung, ia menghadap sang dokter."Keluarganya Bu Melani?"Agam mengangguk"Iya. Saya anaknya," jawab Agam"Ibu anda terserang stroke. Dan mungkin harus selalu didampingi ya Pak. Karena tubuhnya sulit untuk digerakan.""Dok, tapi mama saya sebelumnya tidak punya penyakit darah tinggi. Mana mungkin mama saya terkena stroke tiba tiba?" tanya Naya masih tak percaya. Ia tak bisa membayangkan mamanya yang semula bisa beraktivitas tiba tiba harus berubah tak bisa untuk apa apa"Penyakit stroke bisa menyerang siapa dan dengan latar belakang apapun Mbak. Lagipula umur ibu anda sudah tidak muda lagi. Mungkin sebelumnya ada berita yang mengagetkan. Bisa jadi itu memacu tekanan darah beliau

  • AKU TAK BUTUH NAFKAH 100 JUTA   49

    Neni menoleh kanan kiri dengan suara tersebut "Aku disini Mbak," ucap suara itu.Berapa terkejutnya Neni saat mengetahui Naya ada dibelakangnya. Lidah Neni saat itu terasa kelu."Kenapa Mbak? Biasa saja wajahnya. Tidak usah kaget," lanjut Naya dengan senyum mengejeknya."Nay, kenapa kamu ada disini?"Lagi lagi Naya tersenyum penuh remeh"Memangnya kenapa Mbak? Ini tempat umum. Bukan milik Mbak Neni. Jadi wajar aku ada disini," lawan Naya."Untuk apa kamu di ATM? Kamu pasti sengaja ngikutin aku ya?""Tak perlu aku jelaskan bukan apa fungsi ATM. Lagipula bukan hanya Mbak Neni kok yang punya uang. Aku juga punya. Uang halal malahan. Percuma kan uangnya banyak, bisa beli barang branded ternyata uang dari simpanan. Upps." kata Naya lagi Ng dengan sengaja menyindir Neni."Memangnya kenapa? Itu juga karena kesalahan Abang kamu. Tidak bisa mencukupi kebutuhan istrinya." sengit Neni tak mau kalah.Naya menggeleng walau tak percaya. Ternyata ada iblis di balik polos dan cantiknya wajah seorang

  • AKU TAK BUTUH NAFKAH 100 JUTA   48

    Tak ada perlawanan dari Bu Melisa, kecuali menurut untuk turun dari panggung."Ini yang mau Mama cela? Lihatlah bahkan lebih dari Mas Agam," kata NayaBu Melisa hanya melengos. Ya mau bagaimana memang Yoga lebih mapan adanya.Sementara Neni tak perduli. Mau suaminya kalah dengan suami Manda sekalipun, ia tak perduli. Toh ia sudah ada yang baru.Baru saja hendak menyuapkan satu suapan ke mulutnya, Bu Melisa mendapatkan telepon dari salah satu anak buahnya bahwa salah satunya rumah makan mereka yang ada di pusat, yang paling terbesar kebakaran.Bu Melisa tentu shock bukan main. Satu sendok di tanganya gagal masuk ke mulut. Bahkan sekedar untuk memberi tau anak anaknya pun lidahnya terasa kelu.Bu Melisa hanya mampu menepuk bahu Naya yang ada di sampingnya"Ada apa Ma?"Bu Melisa masih diam. Sulit sekali untuk berucap. Karena merasa aneh, Bata mengambil alih handphone mamanya. Dan ia mendengar sendiri bahwa rumah makan mereka sedang kebakaran.Tak banyak tingkah, Naya segera mungkin memb

  • AKU TAK BUTUH NAFKAH 100 JUTA   47

    "Neni bekerja Nay. Dia itu model beberapa baju temannya," bela Agam.Naya hanya melengos. Ia menghela nafas dengan kasar"Gaji dari model baju bisa untuk membeli baju branded seperti itu ya Mas? Mbak Neni bukan artis dengan bayaran fantastis. Artis saja mungkin berfikir berkali kali untuk membeli barang semewah itu. Coba Mas Agam lebih perhatikan Mbak Neni. Lebih tepatnya selidiki. Percaya boleh. Tapi dibodohi jangan mau mas. Jangan hanya menerima begitu saja." kata Naya lagi.Agam hanya mengangguk. Ya Naya memang baru tau hanya pakaian yang diberikan kepada Mama. Belum pakaian yang kemarin. Yang bahkan sempat dibelikan untuk dia.Sepulang dari rumah Mama, Agam mengutarakan rasa penasarannya juga karena aduan dari Naya tersebut."Neni, boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Agam dengan pelan"Langsung tanya saja kenapa sih Mas.""Gaji kamu berapa jadi model Nen?"Neni yang ada di sebelah Agam langsungenoleh tajam menatap sang suami."Kenapa Mas Agam tanya seperti itu? Tumben. Aneh. Dan pe

  • AKU TAK BUTUH NAFKAH 100 JUTA   46

    "Tumben sekali. Apa kamu tidak mengajakku untuk turut serta Nen?" tanya Agam sembari menikmati makanan."Duh, bagaimana ya Mas. Teman temanku tidak ada yang membawa suami. Jadi aku tidak enak kalau membawa suami sendiri. Ka.u dirumah saja ya. Ehm sebagai gantinya nanti aku belikan oleh oleh yang mahal tentunya dari hasilku menjadi model baju. Bagaimana?" tawar Neni.Agam mengangguk."Bolehlah."Neni tentu tersenyum penuh kemenangan.'Dasar kere. Disogok pakai barang mahal langsung nurut begitu saja,' gumam Neni."Oh iya Nen. Aku sudah bercerai dengan Aisyah," ucap Agam tiba tiba."Oh iya? Baguslah kalau begitu." jawab Neni dengan santai."Kok responmu biasa saja Nen? Bukankah ini yang kamu harapkan dari dulu?"Neni sedikit salah tingkah."Bukan begitu Mas. Tapi aku sadar, aku sudah bersuami. Itu artinya aku juga harus lebih dewasa dari sebelumnya. Lalu mau Mas Agam aku harus bagaimana? Jingkrak jingkrak begitu? Yang ada ditertawakan ayam mas," elak Neni. Padahal dalam hati juga Neni b

  • AKU TAK BUTUH NAFKAH 100 JUTA   45

    Tentu Manda kebingungan dengan Naya yang ada dihadapannya tersebut."Nay, tenang dulu. Ada apa?"Naya mengusap air matanya."Romi, Mbak."Mendengar itu, Manda yang justru gemetar."Iya benar. Harusnya dari awal aku harus hati hati. Menyelediki di setiap sisinya. Di hari pertunangan, justru dia baru mengaku bahwa menikahiku untuk dijadikan istri ke tiganya. Aku malu Mbak. Malu sekali kepada Mbak Manda,"Manda masih mengggenggam tangan Naya."Tidak perlu malu Nay. Aku juga tidak akan mengolokku. Pak Romi adalah tetanggaku. Jadi aku tau,"Mendengar itu justru tangis Naya semakin pecah."Nay, sudah. Itu artinya Tuhan sudah menyelamatkanmu dari hal yang salah. Kamu tidak perlu malu. Tidak perlu menyesal. Tapi kamu harus bersyukur," pesan Manda.Naya hanya mengangguk kecil."Aku juga minta maaf ya Mbak. Atas topengku. Atas kemunafikan ku. Terutama keluargaku."Manda mengambil nafas panjang. Sejenak netranya terpejam."Iya." jawab Manda singkat."Berat ya Mbak? Iya dan aku sudah merasakanya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status