Share

Bab. 4 Mencari Informasi

Mencari Informasi

Kukeluarkan satu per satu baju-baju kotor itu dari dalam keranjang. Sampai di baju paling akhir, aku terkejut melihat sehelai kain kecil yang tersisa di dasar keranjang. Ada sebuah celana bayi yang sudah kotor di situ.

"Celana bayi? Milik siapa ini?" ucapku lirih. Pikiranku kembali berkelana ke foto yang dikirimkan Vera waktu itu. Aku yakin, Bang Faiz menyimpan sebuah rahasia. Aku harus mencari tahu hal ini. 

Setelah mencuci semua baju-baju kotor Bang Faiz. Aku meletakkan baju-baju yang sudah dicuci di sudut ruangan di dapur. Mataku kembali menemukan sesuatu yang tak lazim ada di rumah ini. Ya … sebuah gantungan untuk menjemur baju-baju bayi. Milik siapa? Tak mungkin milik Kak Intan, Chika saja sudah kelas 2 SD. 

Sepeninggalku waktu itu, aku tak pernah memakai gantungan seperti itu untuk menjemur. Karena yang mencuci baju kotor di rumah ini adalah aku. Kecuali baju Kak Intan sekeluarga, dia sering mengantarkannya ke laundry. 

"Semakin mencurigakan saja!" bisikku.

"Sedang apa Ratna?" Teguran Mama mengagetkanku. Mama menatapku lekat.

"Ini, Ma. Ratna menemukan ini di balik lemari. Ini gantungan siapa, Ma?" tanyaku pada Mama. Mama seperti terkejut ketika aku memperlihatkan gantungan itu.

"Oh, itu. Seminggu yang lalu Adam dan istrinya menginap di sini. Itu loh, yang memberikan tambahan modal untuk Faiz," ucap Mama. 

"Ooh, Bang Adam ya, Ma?" ucapku lalu beranjak meninggalkan Mama. 

Suara mesin mobil Bang Faiz sudah berada di depan rumah. Dia baru saja pulang dari toko. 

"Assalamualaikum!" ucapnya di depan pintu. Gegas aku menuju pintu lalu membukanya. Kucium tangan Bang Faiz dengan takzim.

"Abang langsung mandi ya, Dek! Gerah!" ucap Bang Faiz ketika kami sudah berada di dalam kamar.

"Iya, Bang. Adek buatin teh manis ya. Habis mandi Abang langsung makan," jawabku sembari mengulurkan handuk kepada Bang Faiz.

Bang Faiz melangkah menuju kamar mandi. Terdengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi. Itu artinya Bang Faiz sedang mandi. 

Aku beranjak keluar kamar menuju dapur. Kubuatkan secangkir teh manis hangat untuk suamiku itu. Dia pasti lelah dari pagi belum istirahat barang sejenak.

Kubawa secangkir teh manis itu ke dalam kamar lalu menyuguhkannya kepada Bang Faiz. 

"Diminum dulu tehnya, Bang. Habis itu kita sholat maghrib dulu, baru lanjut makan malam. Adek masak enak sore tadi." Kusodorkan teh itu kepada Bang Faiz.

"Makasih ya, Sayang. Capeknya langsung hilang setelah minum teh dan disuguhkan senyuman manis dari istriku tersayang." Bang Faiz mencolek dagu ini. Aku tersipu malu dibuatnya.

"Ah … gombal. Kamu gak pernah berubah ya, Bang. Suka gombal," ucapku semringah. "Sudah adzan, yok kita shalat, Bang," ajakku kepada Bang Faiz.

Setelah melaksanakan shalat maghrib. Aku dan Bang Faiz ke luar kamar dan bergabung bersama yang lain di ruang makan. 

"Bang, bagi duit dong. Hapeku rusak. Mau beli hape baru." Belum lagi Kami duduk, Maya sudah meminta uang untuk sebuah keperluan yang tak begitu penting. Hape Maya baru saja dibeli sewaktu aku melahirkan, masak iya sudah rusak.

"Kok bisa rusak? Kan baru beli, May!" tegas Bang Faiz.

"Udah jadul Bang. Kawan-kawan Maya pakai hape keluaran terbaru. Maya malu Bang!" cicitnya lagi.

"Jangan ngikut orang, May. Emang kalau kamu susah mereka mau bantu?" sergah Bang Faiz. Sesekali Maya memang harus dibantah, biar gak manja. Mulut Maya mengerucut sepanjang lima centi. 

"Kasih ajalah Faiz. Baru juga hape." Mama ikut memberikan suaranya. Tentu saja membela putri kesayangannya itu.

"Tapi, Ma. Kita banyak pengeluaran bulan ini. Mama kemarin minta uang 10 juta. Mana mungkin aku mengeluarkan lagi uang untuk beli hape Maya. Bisa bangkrut lagi usaha kita, Ma." Mama terdiam tak berkata apa pun lagi. Untuk apa Mama minta uang sebanyak itu?

Oya, sebaiknya aku singgung masalah gantungan baju bayi itu di sini. Aku mau lihat reaksi Mama dan Bang Faiz. Apakah Mama berbohong atau tidak.

"Oya, Bang. Bang Adam menginap berapa lama di sini?" tanyaku seraya melirik Bang Faiz.

"Adam?" Bang Faiz kelihatan bingung.

"Iya, Bang Adam. Kan menginap di sini minggu lalu," ucapku lagi.

"Kapan Adam datang kemari. Gak ada, Adam gak kesini, Dek." Mama tersedak saat meneguk air minumnya.

"Itu loh, Faiz. Minggu lalu Adam dan istrinya kan menginap di sini. Masak lupa!" Mama mencoba menetralisir keadaan, agar seiya sekata dengan Bang Faiz.

"Oh … iya, aku lupa. Iya, Dek. Mereka menginap 3 malam di sini," terang Bang Faiz sedikit gelagapan.  Masak iya hanya tiga malam sampai membeli jemuran bayi segala.

"Emang anak Bang Adam umur berapa, Bang?" tanyaku lagi. Karena aku memang tak pernah bertemu sekali pun dengan keluarga Bang Adam.

"Sudah SD kelas 3, Dek. Emang kenapa kok tanya-tanya anak Bang Adam?" tanya Bang Faiz sedikit heran.

"Gak kenapa-kenapa, Bang. Pengen tau aja." Aku tersenyum seraya melirik ke arah Mama. Mama kelihatan salah tingkah. Umpanku berhasil. Ada kebohongan yang disembunyikan Mama dan Bang Faiz. Aku akan membongkar kebohongan ini.

Setelah mendapat keterangan yang aku butuhkan, aku memilih diam dan melanjutkan makan. Mama lebih dulu beranjak dari meja makan, lalu memanggil Bang Faiz ke dalam kamarnya. Kutatap langkah mereka dengan seuntai senyuman. 

Setelah makan aku kembali ke dalam kamar. Kukirim pesan pada Vera agar menemuiku besok di tempat yang sudah kutentukan. Aku butuh bantuan Vera untuk menyingkap tabir rahasia di dalam rumah ini. 

Bang Faiz mendorong dorongan  bayi sewaktu di Medan, foto Bang Faiz bersama Chintya, celana bayi yang sudah kotor dalam keranjang baju kotor Bang Faiz, dan gantungan jemuran baju bayi itu pasti saling berhubungan satu sama lain.

*** 

Pagi ini, aku bergegas menyelesaikan semua pekerjaan rumah. Aku sudah berjanji untuk bertemu dengan Vera jam sepuluh. Kupesan sebuah taxi online untuk mengantarku ke sebuah taman di depan kantor Bupati. 

"Hei … Ver, udah lama?" tanyaku pada Vera ketika aku sampai di taman. Vera duduk di sebuah bangku taman di balik sebuah pohon besar. 

"Baru lima menit. Duduklah!" jawab Vera.

"Maaf ya, aku ngerepotin kamu," ucapku memelas.

"Aduh, Rat. Kayak sama orang lain aja. Apa pun yang kamu butuhkan, ngomong ke aku. Sekuat tenaga dan pikiranku, aku akan membantumu. Kayak baru kenal kemarin aja," ucap Vera bersemangat.

"Aku dapat bukti-bukti yang mengarah kepada hubungan Bang Fauz dengan wanita di dalam foto itu," ucapku setengah berbisik.

"Kamu kenal wanita itu, Rat?" tanya Vera.

"Ya, aku kenal. Dia Chintya. Dia yang dijodohkan Kak Intan untuk Bang Faiz. Tapi Bang Fai menolaknya," terangku lagi. Vera terkejut mendengar kata-kataku.

"Wow, seru nih! Oya, sebelum ke inti pembicaraan kita. Aku ingin tau gimana ceritanya bayimu bisa hilang. Ceritain dong, penasaran!" Vera memelas.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status