Quitta diam-diam memendam perasaan pada Ghaza, salah satu siswa di sekolahnya yang terkenal playboy. Namun saat tahu ibunya menjodohkannya dengan Ghaza, Quitta memilih untuk menyembunyikan perasaannya dari semua orang. Apalagi setelah keinginannya untuk menjadi seorang chef, ditentang oleh ibunya. Kevlar terjebak dalam hubungan toxic dengan Alea, wanita yang sudah menjadi tunangannya. Saat mengetahui bahwa Alea berselingkuh, Kevlar berencana untuk memutuskan hubungan dengannya. Namun orang tuanya malah mendesak dirinya untuk segera menikahi Alea.
Lihat lebih banyakDi sebuah perusahaan yang bergerak di bidang furnitur.
Di salah satu ruangan direktur utama.
Sudah setengah jam Kevlar duduk membelakangi mejanya, memandangi awan yang bergerak menggantung di atas cakrawala. Sekali dua, seekor burung melintas, menampakkan kebebasan yang tiada batas. Bahagia dengan takdirnya.
Tumpukan map di atas meja yang biasanya selalu semangat dibacanya, tak lagi menarik minatnya. Pikirannya saat ini tidak bisa dipaksa untuk bekerja. Seolah buntu, atau lebih tepatnya, terblokir oleh masalah besar yang tak bisa lagi diabaikan olehnya.
Seandainya dia tidak terikat dengan tanggung jawab terhadap perusahaan mungkin saat ini dia sudah melarikan diri. Pergi ke luar negri atau luar kota yang jauh dari Jakarta. Tanpa harus memedulikan siapa pun, atau merasa berat tentang apapun.
"Masuk!" serunya pada seseorang di luar yang mengetuk pintu ruangannya.
"Kev, proposal dari ReMain udah lu periksa?" tanya Naren, sahabat sekaligus asistennya, dengan tergesa.
"Belum." Jawab Kevlar singkat tanpa berbalik.
"What? Udah dari dua hari yang lalu gue kasihin proposal itu, masa belum lu periksa juga?" Emosi Naren hampir meledak.
"Saat ini gue ngga bisa fokus." Ujar Kevlar datar.
"Apa? Seenaknya lu ngomong! Kev!!" Dengan emosi tak tertahan, Naren berteriak dan menggebrak meja.
"Shit! Apa sih lu, Ren?!" Kevlar mulai terpancing.
"Lu yang apa?! Tahu kan proposal itu urgent banget, mereka udah hubungin gue tiga kali dalam setengah hari ini, dan lu dengan entengnya bilang ngga bisa fokus? Hahh, bisa bangkrut nih perusahaan kalau bosnya aja malas-malasan kayak gini!" gerutu Naren, kesal.
Kevlar tak membalas perkataan Naren.
"Bro, lu tahu kan proyek ini bernilai milyaran, dan lebih dari itu, prestise men! Perusahaan kita bakalan diperhitungkan banyak vendor dan perusahaan besar, dalam dan luar negeri." Lanjut Naren, melunak.
"Ck, gue udah tahu!"
"So?! Tunggu apalagi, segera lu periksa, acc, dan sisanya biar gue yang urus!"
"Ya udah semuanya aja lu yang urus."
"Kev!"
"Hmm … "
"Lo kenapa sih?!"
Kevlar menghela nafas panjang. Dibiarkannya Naren berpikir sesuai keinginannya.
"Alea?!" tebak Naren yakin.
Kevlar tak menjawab, dia bangkit dari kursinya dan berdiri di samping jendela. Bangunan dua lantai bergaya futuristik itu berada di salah satu kawasan prestisius di ibu kota. Beberapa perusahaan besar dan sebuah sekolah SMA internasional berada di sana. Ada juga kantor pemerintahan dan kedutaan besar salah satu negara yang juga berlokasi di salah satu sudutnya.
Kevlar menghembuskan nafasnya dengan kasar lalu berkata, "Dia udah datang ke Bali dan ketemu keluarga gue. Tadi mereka telpon dan mendesak gue untuk segera menikahi Alea."
"What the hell … terus, apa yang bakal lu lakuin?!"
"I dunno. Kepala gue serasa mau meledak, masalah ini bikin gue ngga bisa berpikir jernih." Ucap Kevlar, dengan sorot putus asa.
"Lu masih bisa menolaknya, tinggal lu bilang aja siapa sebenarnya Alea, dan apa yang udah dia lakuin di belakang lu." Ujar Naren dengan berapi-api, antara kesal mendengar Alea yang selalu berbuat ulah dan kesal karena pekerjaannya terhambat karena masalah Alea.
"Ngga segampang itu."
Naren yang berdiri di sampingnya terdiam. Masalah ini sudah menjadi semakin pelik. Sebagai orang yang sejak kuliah selalu bersama, Naren tahu bagaimana cerita tentang mereka. Hubungan yang awalnya kompleks dan berakhir toxic, dan kini dipaksa untuk kembali menyatu dalam hubungan sakral pernikahan.
Naren tak habis pikir, bisa-bisanya dulu dia dan Kevlar bersaing memperebutkan Alea. Wanita itu sudah berubah menjadi medusa yang siap membunuh pria dengan cara menghisap kewarasan mereka secara perlahan. Naren bergidik, membayangkan jika dulu dia tak mau mengalah atas hubungan Kevlar dan Alea, mungkin kini dialah yang berada di posisi Kevlar. Dan mungkin lebih parah lagi, bisa-bisa dia menjadi pasien rumah sakit jiwa karena dia tahu mentalnya tidak sekuat Kevlar.
"Saat ini gue belum bisa bantuin lu soal Alea. Tapi gue janji setelah proyek ReMain goal gue bakal bantu lu cari jalan keluarnya. Sekarang gue harus segera ngasih kabar ke ReMain, loe ngga keberatan kan kalo gue ambil alih wewenang lu?!"
"Formal banget lu!"
"Ya udah gue ambil proposalnya. Kita udah pernah bahas proyek ini, resikonya kecil, loe ingat kan?!" ucap Naren cepat.
"Yeah, gue percaya sama lu."
Naren berlalu setelah menepuk bahu Kevlar, dan sebelum menutup pintu Naren kembali memandang Kevlar dengan raut prihatin.
Sementara itu Kevlar masih dengan posisinya, berdiri menghadap jendela. Pandangannya tertuju pada halaman sekolah SMA yang tepat berada di seberang kantornya.
Dia melirik pergelangan tangannya, jarum jam menunjukkan angka 3 lebih 30 menit. Mobil jemputan yang membawa siswa mulai bergerak keluar. Beberapa siswa lainnya ada yang berjalan menuju jemputan pribadi, dan sebagian lainnya menggunakan kendaraan sendiri.
Kevlar memperhatikan semuanya, satu persatu. Seorang gadis yang berdiri mematung di pinggir jalan juga tak luput dari perhatiannya. Di tangannya sebuah ponsel dengan case berwarna earth tone terselip di antara jemari lentik dengan kuku bercat bening. Sesekali senyum gadis itu terkembang, membalas lambaian tangan dari siswa yang melewatinya.
Wajah putihnya yang terawat ditutupi sebelah tangannya, menghalau sinar matahari siang menjelang sore yang masih bersinar terik. Ekspresi tenangnya terganggu dengan beberapa kernyitan, namun tak mengurangi wajah cantiknya. Dua orang siswa yang berboncengan di atas sebuah motor berhenti di dekatnya, menyapa dan tersenyum, dan berlalu setelah si gadis mengucapkan dua patah kata.
Kevlar merindukan masa-masa sekolahnya dulu. Masa bahagia tanpa terbebani hal-hal berat selain ujian, atau memikirkan cara untuk menarik perhatian gebetan. Jika ada gadis yang disukainya, dia tidak perlu bersusah payah mengejarnya karena justru dialah yang dikejar setiap gadis di sekolahnya. Tak terhitung sudah berapa gadis yang jatuh ke dalam pesonanya, namun hanya satu yang membuatnya terpikat.
Entah bagaimana kabar gadis itu sekarang, setelah lulus Kevlar putus dengan gadis yang tak lain adalah adik kelasnya itu. Kevlar pun menerima perpisahan mereka dengan lapang dada, yakin bahwa itu keputusan terbaik untuk mereka karena orang tuanya juga memintanya untuk kuliah di luar negri agar dia bisa belajar hidup mandiri.
Kevlar kembali memandangi gadis itu. Wajahnya mengingatkannya pada mantan pacar SMA-nya. Bukan karena mereka mirip, bukan. Justru gadis di sebrangnya kini lebih cantik dan jenjang, berbeda jauh dengan mantannya yang bertubuh mungil dan sederhana. Penampilan mereka pun jelas berbeda, namun ada semacam perasaan yang menghubungkannya untuk mengingat keduanya.
"Akh, ini pasti efek banyak pikiran!" desah Kevlar dalam hati.
Tak lama, sebuah ojek online berhenti di depan gadis itu, membawanya menuju alamat yang sudah dipesan. Meninggalkan Kevlar yang masih terperangkap dalam pikiran dan tatapan kosongnya.
Seminggu telah berlalu.Kejadian di mall tetap menjadi rahasia antara Quitta dan Tessa. Tak ada lagi pembicaraan tentang kejadian itu, karena mereka sepakat untuk menyimpannya rapat-rapat.Farah tetap bersikap seperti biasa. Dia tidak tahu jika Quitta dan Tessa sudah mengetahui hubungannya dengan Ghaza. Quitta dan Tessa pun berusaha bersikap normal, meski Tessa lebih banyak diam jika mereka sedang bertiga. Dan sebenarnya tanpa memberitahu Quitta, Tessa kini selalu bersikap waspada terhadap Farah.Saat ini ketiganya sedang berada di aula utama bersama perwakilan kelas lain dan anggota OSIS untuk membahas acara ulang tahun sekolah yang akan diadakan bulan depan.Sudah beberapa kali Tessa menghembuskan nafas beratnya, Farah mungkin tidak menyadari jika sejak tadi pandangan Tessa tertuju padanya. Setiap gerak-gerik Farah seakan mengganggunya."Untuk acara nanti gimana kalau kita adain lagi pemilihan couple goals seperti tahun lalu?" ungkap Farah, dengan tatapan tertuju pada majalah yang
Setelah berdebat selama lima menit, akhirnya Tessa mengalah. Diikutinya langkah Quitta masuk kembali menuju bagian dalam bioskop. Setelah bertanya pada petugas tiket, yang awalnya berkeras tak mau memberitahu mereka akhirnya Quitta dan Farah bisa mendapatkan informasi di ruangan mana Ghaza dan Farah berada. "Tunggu!" Quitta menahan langkah Tessa yang akan memasuki ruangan yang mereka tuju. Diliriknya tiket yang berada dalam genggaman Tessa. "Kenapa?" "Kita ngga tahu di sebelah mana mereka duduk, kalau kita masuk dari depan, mereka bisa saja melihat kita." "Lalu sekarang kita harus bagaimana?" tanya Tessa bingung, setahu mereka pintu masuk dan pintu keluar meski berada di dua sisi yang berbeda, namun posisinya yang berada di depan sudah pasti akan membuat mereka terlihat oleh penonton lain. Apalagi penonton yang lain sudah duduk di kursinya masing-masing. "Kita pulang aja!" putus Quitta, sambil berbalik menjauhi pintu masuk. "Jangan." Tessa menarik lengan Quitta dan membawany
Ada yang aneh dengan Ghaza. Quitta bisa merasakannya, sikap Ghaza padanya tak lagi hangat. Sudah beberapa kali bahkan Ghaza seperti menghindarinya. Memang di depan siswa lain mereka tidak pernah memperlihatkan bahwa keduanya saling mengenal. Hanya Tessa dan Farah saja yang tahu bahwa mereka berdua sudah dijodohkan satu sama lain. Namun tetap saja perubahan sikap Ghaza terlalu kentara. Dua hari yang lalu, sejak Quitta berhenti menyinggahi taman belakang sekolah tempat dia menghabiskan jam istirahat siangnya, Quitta melihat Farah keluar dari taman. Quitta nyaris memanggilnya, jika saja dia tidak melihat Ghaza keluar dari tempat yang sama, hanya berjarak beberapa langkah dari Farah. Meski sempat curiga, namun Quitta tak membiarkan pikiran buruk menguasainya. Sebelumnya saat sedang berada di kantin, Farah memang berkata dia harus ke toilet karena sakit perut. Mungkin saja mereka tak sengaja bertemu karena tak jauh dari taman belakang terdapat toilet lama yang terkadang masih diguna
Kevlar tahu tidak mungkin selamanya dia bisa menghindari Alea. Namun tiap kali berhadapan dengan perempuan itu, kebenciannya tidak bisa terbendung. Harga dirinya sebagai pria yang sudah dinodai oleh Alea, dan pengkhianatannya yang besar, memberikan luka yang dalam di hati Kevlar. Kali ini Alea mendatangi Kevlar di kantornya. Tanpa pemberitahuan seperti biasa. Memang sudah terlalu lama sejak terakhir hubungan mereka berubah menjadi seperti musuh dibanding pasangan. "Ada apa?" sambutan dingin dari Kevlar dibalas Alea dengan senyum angkuhnya. "Aku udah dapat WO yang bakal urusin pernikahan kita. Dan minggu depan kita ada meeting dengan mereka untuk deal vendor." "Kita?" Sahut Kevlar, seolah tak rela Alea menyebut kata itu di depannya. "Yes. Kita, you and me!" Sahut Alea riang, seolah tak terjadi apa-apa. Kevlar tak menggubrisnya, toh dia juga tidak akan datang meski diseret paksa. Alea pun bersikap tak acuh, dengan santainya dia mengeluarkan ponselnya dari tas hermes merahnya
Sejak kunjungan Ghaza bersama ibunya tiga minggu yang lalu di rumahnya, Quitta belum bertemu lagi dengan Ghaza. Biasanya dia akan merasa tenang jika tidak melihat makhluk satu itu, namun tidak setelah apa yang terjadi di rumahnya. Sekarang bahkan Quitta berpikir untuk mendatangi kelas Ghaza dan berbicara empat mata dengannya. Dia ingin menjelaskan pada Ghaza agar dirinya tidak perlu menghiraukan perkataan ibunya, bagaimanapun pernikahan terjadi atas persetujuan kedua belah pihak, dan bukan karena paksaan salah satu pihak. Namun rasa gengsi mengalahkan keinginannya. Terlebih lagi dia tahu pasti jika hal itu hanya akan menyebabkan kegemparan di kalangan siswa lain. Seandainya Anastasia tidak memaksa membicarakan pernikahannya dengan Ghaza pada Ghea, sekarang Quitta pasti tidak akan merasa kesulitan. Pembicaraan saat itu adalah aib baginya, apalagi setelah melihat respon ibu Ghaza yang terlihat tidak senang setelah ibunya menyinggung masalah itu. Bel tanda pergantian pelajaran berbu
Malam ini Kevlar mengajak Naren keluar. Sudah lama sekali sejak terakhir kali mereka jalan bersama. Kesibukan keduanya membuat mereka jarang meluangkan waktu kecuali untuk urusan pekerjaan."Tumben nih, dalam rangka apa lo ngajakin gue hangout? Gue sampe belain batalin kencan gue sama Zarra demi lo." Ucap Naren saat keduanya bertemu di sebuah private lounge hotel berbintang.Naren yang datang lebih dulu sudah siap dengan minuman favorit mereka, sebotol bullshot yang langsung dituangkannya saat Kevlar tiba."Anggap aja perayaan keberhasilan proyek kita kemarin." Ungkap Kevlar."Oh yeah, gue suka ini! Ayo bersulang!" Naren sudah bersiap mengangkat gelasnya dengan tinggi, namun reaksi Kevlar membuat tangannya tertahan di udara."Gue lagi ngga pengen minum yang keras-keras." Sahut Kevlar setelah Naren melihatnya dengan pandangan bertanya. Akhirnya dengan terpaksa Naren minum sendiri."Ck, gue kira ponakan gue bohong waktu dia bilang lo lagi flirting-in sohibnya dia!" gerutu Naren.Ke
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen