Suara tangis Austin malam itu pecah. Galih dan Raline pun terbangun.
"Itu suara Austin."
Galih pun hendak beranjak dari ranjangnya. Tetapi, Raline menahannya. Ia justru meminta Rama agar beristirahat karena besok pagi harus kembali bekerja.
"Biar aku saja. Mas, istirahat aja ya," pinta Raline.
Raline pun menuju kamar Austin yang tepat berada di samping kamarnya dengan Galih.
"Sayang, kamu kenapa, haus ya?" bujuk Raline.
Raline pun menggendong Austin. Bayi mungil berusia dua bulan itu terdiam saat Raline memberikannya sebotol asi. Ia pun mulai tertidur, begitupun dengan Raline.
Pukul 07.00
"Astagfirullah. Aku kesiangan lagi. Buat sarapan buat Mas Galih dulu deh.Sayang, kamu bobo dulu ya. Mama mau buat sarapan untuk Papa kamu dulu."
Raline pun menaruh Austin di ranjangnya. Ia pun bergegas menuju dapur menyiapkan sarapan juga secangkir kopi hangat kesukaan Galih.
Galih say's
"Raline sejak Austin lahir, cuek banget sama penampilan. Masa tiap hari kucel kayak gini sih. Pagi-pagi udah bikin mata sepet aja."
"Eh, Mas, maaf ya. Semalam Austin rewel banget, aku jadi kesiangan bangunnya. Untung sekarang dia udah tidur. Maaf ya, Mas," ujar Raline sambil memberikan secangkir kopi hangat buatannya.
"Lin, gimana kalau kita cari baby sister aja?" tanya Galih. Ia berharap, Raline bisa kembali punya waktu merawat dirinya.
"Jangan, Mas, aku nggak mau. Aku pengen urus anakku sendiri. Kamu tahu kan, kita butuh waktu 4 tahun untuk dapatin Austin, jadi aku nggak mau melewatkan kesempatan emas ini. Lagian kan ada mbak yang pulang pergi buat bantu aku ngurus rumah," jawab Raline sambil menyiapkan nasi goreng.
Dengan wajah sedikit kesal, Galih berusaha tersenyum, "Aku hanya khawatir aja sama kamu."
Galih says
"Malas banget ditemani Raline kayak gitu. Rasanya kok kayak makan bareng asisten rumah tangga ya, dibanding sama istri sendiri."
"Sarapannya udah. Makan dulu ya," kata Ralin membuyarkan pikiran Galih.
Galih menghela nafas, "Nggak, aku ada meeting. Nanti di sana juga ada sarapan kok. Aku pergi dulu ya."
Galih pun beranjak pergi, meninggalkan Raline yang masih sibuk di meja makan.
Raline says
"Alhamdulillah sejak punya anak, Mas Galih jadi rajin dan semangat kerjanya."
****
Di kantor Galih
Dion tertawa terbahak-bahak, mendengar curhatan Galih, sahabatnya sejak dimasa SMA dulu.
"Gimana, Bro, punya bayi di rumah?Lu makin lengket aja kan sama bini lu?" ledek Dion.
Galih pun mengernyitkan dahi.
"Lengket apaan? Yang ada setiap hari bini gue makin kucel. Mana bau minyak telon lagi," gerutu Galih.
Sekali lagi, Dion tertawa
"Kok lu ngeluh sih?" ujar Dion tertawa.
"Ya, ngapain ya gue ngeluh sama lu.Ya gue ngerasa jadi suami yang nggak tahu diri. Padahal istri gue begitu kan capek-capek ngurusin anak gue. Kasihan kan dia capek," lirih Galih.
Dion kembali tertawa. Kali ini, ia duduk berhadapan dengan Galih di ruang kerjanya.
"Bro, welcome the real world, Bro! Ya begitulah rasanya kalau baru-baru punya anak," ujar Dion tertawa.
"Dion, tapi lu punya kan tips-tipsnya? Ya secara lu kan lebih berpengalaman dari gue," kata Galih berharap mendapat solusi dari sahabatnya itu.
Dion tertawa, "Gampang,Bro,gue ada resepnya! Kalau bini lu bikin sumpek di rumah ya lu cari yang segerlah di luar rumah," ujar Dion tertawa.
"Cari yang seger?Berarti selama ini —"
"Bro, hal begitu mah udah hal yang biasa bagi semua cowok," kata Dion tersenyum lebar.
"Nih, lu buat akun sosial media yang baru. Di sini banyak cewek-cewek cantik, Bro!" terang Dion sambil memperlihatkan ponselnya.
Dion membuat sebuah akun fake, untuk berkencan dengan wanita-wanita cantik yang dijadikannya kekasih online.
"Lebih seru, Bro. Serasa hidup kita masih bujangan. Jadi kita kerja makin semangat, Bro!" ujar Dio mengajak sahabatnya untuk membuat akun fake.
"Nggak ah! Ini namanya gue berkhianat. Gue nggak mau mengkhianati Raline."
"Aduh! Galih, Galih! Kalau main-main disosmed, itu tuh nggak termasuk mengkhianati istri lu. Lagian hal kayak begini, bikin awet pernikahan lu. Yang penting, lu jangan kebablasan, Bro!" cecar Dion.
"Ng-gak ah, gue nggak berani!"
"Cemen lu!"
Galih pun mulai goyah
****
"Assalamualaikum."
Galih memasuki rumahnya. Netranya berkeliling, melihat keadaan sekitar yang berantakan.
"W*'alaikumsalam," jawab Raline sambil membereskan meja makan.
Galih menghampiri Raline. Ia melihat seisi dapur yang juga masih berantakan. Raline pun mencium tangan suaminya dengan takjim.
Galih says
"Asli! Rumah dan istriku berantakannya sama. Katanya istri adalah anugerah. Bahagiakan dia, maka Engkau akan mendapat surga. Ini sih jangankan dapat surga, udah kayak neraka."
"Lin, ini kenapa rumah berantakan begini sih?" tanya Galih, wajahnya berubah kesal.
"Iya, maaf, Mas, tadi teman-teman kantorku dulu nengokin Austin. Aku belum sempat beresin rumah," ujar Raline. Dia kikkuk, merasa suaminya marah.
"Aku buatin kopi dulu ya," ujar Raline agar suaminya reda marahnya.
"Nggak usah, aku mau lanjut kerja aja." Galih pun meninggalkan Raline menuju ruang kerjanya.
Galih pun memasuki ruang kerjanya
"Haduh, suntuk banget di kantor. Balik ke rumah apalagi," gerutu Galih sambil menaruh tas kerjanya di meja dan membuka jas yang ia kenakan.
Gawai Galih berbunyi
"Si Dion ngirim apa nih?" kata Galih sambil mendownload gambar yang dikirim Dion di aplikasi chat berwarna biru.
[Bisa nggak, lu dapatin cewek lebih dari ini?]
Galih pun sekilas memperhatikan foto seorang wanita cantik, teman wanita Dion di sosial medianya.
"Wah, manas-manasin nih! Mancing-mancing nih orang." Galih pun meletakkan gawainya di meja.
"Kalau aku d******d aplikasi dan buat akun baru, kan Raline selama ini juga nggak main sosial media. Kalau gitu, aku d******d ajalah!" Galih pun mengambil gawainya dan membuat akun sosial media.
"Lihat, Dion. Aku pasti bisa mengalahkan kamu. Aku ubah namanya jadi siapa ya?" Galih terus berpikir, tangannya mengetuk-etuk meja.
"Ya, Martin!"
Galih pun menamai akun barunya dengan nama Martin.
"Nah! Sekarang gue bisa chatingan dengan cewek-cewek cantik," gumam Galih.
"Yes!"
bersambung ....
"Allah memberikan karunia pada seorang firasat, saat suaminya salah jalan. Firasat seorang istri tak pernah salah."Pukul 01.00Raline terjaga dari tidurnya. Ia pun melirik ke arah jam dinding. Sudah larut malam, suaminya belum juga tidur disampingnya."Mas Galih kok nggak ada ya?Pasti masih kerja deh. Kasihan suamiku, gara-gara aku berhenti kerja, bebannya jadi semakin berat," gumam Raline.Raline pun turun dari ranjang dan melihat suaminya di ruang kerjanya. Raline perlahan masuk dan melihat Galih tertidur di kursi. Tiba-tiba ponsel milik Galih berbunyi."Ponselnya masih aktif jam segini? Jangan-jangan lagi ada masalah lagi di kantor," ucap Raline.Raline pun hendak membuka ponsel Galih, takut jika ada pesan yang penting. Saat tangannya nyaris mengambil ponsel sang suami, Galih terjaga dari tidurnya dan merampas ponselnya. Entah meng
"Raline, kamu nggak bisa sudutkan aku begini. Kamu juga harus introspeksi diri. Kamu itu nggak becus ngurus anak, ngurus rumah tangga, Aku capek pulang kerja, rumah berantakan, kacau balau. Aku capek cari uang. Capek cari uang buat kalian, ngerti nggak?!" Galih pun berbalik marah, menutupi kesalahannya."A-aku dan Austin bukan hanya butuh materi. Tetapi kami butuh kamu ada di rumah!" ujar Raline dengan nada tinggi."Raline .... "Galih dan Raline menengok ke arah wanita paruh baya itu. Wanita yang tidak lain adalah Ibu Galih, Nyonya Mira yang marah karena putra kesayangannya itu dimarahi istrinya.Raline dan Galih terperanjat dengan kehadiran ibu mereka. "Kamu kenapa sih terlalu menuntut suami kamu terus kayak begini?!" Wajah Bu Mira terlihat sangat kesal dengan kemarahan menantunya."Bu, Ibu kok ada di sini sih, Bu?" tegur Galih."Ya Ibu mana bi
Malam hari 21.30Setelah pulang dari kantor dan makan malam, Galih masuk ke dalam ruang kerjanya. Raline ya percaya saja, ditambah pintu pun dikunci Galih.Di dalam ruang kerjanya, Galih berbaring di atas sofa, dan mengambil gawainya. Ia kembali membuka akun sosial medianya dan chatting dengan semua wanita teman dunia maya."Ini pada agresif banget sih hari ini. Ngajak ketemuan. Ketemuan di hotel bintang 5?Bisa jebol dong dompet. Nggak ah!"Galih says"Nah, ini ngajak ketemuan juga nih. Minta beliin sepatu? Nih, apa-apaan sih? Pada minta kayak gini?! Wah, bisa kalah taruhan sama Dion nih?!Hancur dong harga diri aku. Padahal kan kalau gue menang kan bisa dapatin mobil dia. Kalau aku kalah taruhan,bisa-bisa dia ngeledekin gue terus kalau gue suami takut istri. Tapi kalau gue pakai uang gaji untuk beli permintaan cewek-cewek ini, bisa ketahuan Raline dong?!" 
Keesokan harinya"Raline, kamu kemarin kan janji mau bantu biaya renovasi rumah. Ingat nggak? Nah, sekarang Ibu harus bayar. Cuma 5 juta aja kok, ada kan?" tutur sang ibu mertua, membuat Raline kembali pusing."Maaf, Bu, sekarang uangnya belum ada. Kalau minggu depan gimana?" ujar Raline memelas."Kamu ini gimana sih?! Mana bisa tukang-tukang itu nunggu! Kalian itu kan udah lama berumah tangga, masa nggak ada sih tabungan sedikitpun?" ujar Ibu Galih yang langsung memarahi dan mencaci sang menantu.Raline hanya terdiam"Ya Allah, aku nggak mungkin membuka aib Mas Galih, kalau lagi ada masalah dikantornya. Aku pasrah aja deh dimarahi sama Ibu," batin Raline yang tertekan."Kalian tuh pasti boros ya? Masak gaji segitu nggak cukup. Pokoknya Ibu nggak mau tahu ya, siapin uangnya untuk bayar tukang-tukang itu. Dengar ya!" ujar Ibu Galih dengan nada tinggi dan wajah ketu
Rumah sakit HusadaDi dalam kamar perawatan, Galih mengajak ngobrol Austin, yang masih terbaring lemah. Wajahnya sendu, seolah paham apa yang dikatakan sang ayah."Austin, cepat sembuh ya. Nanti Ayah ajak jalan-jalan ya," ucap Galih sambil mengelus kepala sang putra.Raline dan Ibu Galih hanya menatap nanar dari sofa."Yang tahu emas aku ada di mana, cuma aku dan Mas Galih. Apa mungkin, Mas Galih yang menukar emasku dengan perhiasan imitasi? Haa ... kalau iya, kenapa Mas Galih setega itu membohongi aku?" batin Raline.Ibu Galih pun bangkit, ia menghampiri sang putra yang nampak lelah karena sepulang dari kantor, harus ke rumah sakit lagi."Galih, Raline, sebaiknya kalian pulang saja. Biar malam ini, Ibu yang menjaga Austin di sini. Tapi, besok gantian ya," saran Ibu Galih yang kasihan melihat anak dan menantunya itu kelelahan."Jangan, Bu
"Andai Ibu tahu kecurigaanku selama ini sama Mas Galih."Ibu Galih itu akhirnya duduk disamping Raline."Ohya, tadi dokter sempat ke sini. Dia bilang, kondisi si Austin sudah membaik dan melewati masa kritis," ungkap nenek Austin itu tersenyum."Alhamdulillah ya, Bu. Kondisi Austin udah mulai stabil," ujar Raline tersenyum bahagia."Iya, alhamdulillah.""Bu, Raline ijin pulang dulu ya lihat rumah. Ibu ada yang mau dititip nggak?" tanya Raline."Ibu nggak perlu apa-apa. Ya udah, kamu pulang aja. Siapa tahu Galih ada perlu apa-apa," kata ibu mertuanya itu yang mulai mereda amarahnya."Kalau gitu, Raline permisi ya, Bu." Raline pun mencium dengan takjim tangan ibu mertuanya.Sebelum membuka pintu, Raline melirik ke arah ibu mertuanya yang sudah kembali duduk dikursi samping ranjang, me
"Seorang istri mampu bertahan dengan kekurangan suaminya. Tetapi, seorang istri tidak mampu bertahan, di saat suaminya tidak setia."Raline hancur. Hatinya patah. Suami yang dianggapnya setia. Suami yang dikenalnya sebagai laki-laki yang sangat mencintai keluarga, ternyata berkencan dengan banyak wanita di dunia maya."Apa aku buat akun sosmed juga?" gumam Raline dikamarnya. Ia pun mengambil ponsel pintar miliknya.Raline mulai mengotak-atik, hingga akhirnya, Raline pun mulai membuat akun dengan nama fake.Setelah aku fake itu dibuat, demi mengetahui sepak terjang sang suami, Raline pun meminta pertemanan pada Martin alias Galih."Aku harus tahu, siapa aja teman-temannya dan apa isi akunnya itu?" batin Raline. Hatinya menangis perih."Mas Galih mengaku bujangan?Ya Allah .... " lirih Raline."Semua teman wanitanya sepertinya terpesona dengan Mas Galih. Ya Allah, kua
Pagi itu Galih sangat bersemangat datang ke kantor karena ia ingin menceritakan perkenalannya dengan Bella. Wanita cantik dan memikat hatinya yang baru ia kenal di sosial media."Dion, gue baru kenalan dengan cewek cantik," sapa Galih saat melihat Dion sedang berjalan memasuki pelataran gedung perkantoran mewah itu.Dion tertawa melihat sahabatnya itu penuh semangat menceritakan teman chatingnya itu."Bukan cuma itu, Dion. Hobi kami berdua itu sama. Apa yang gue suka, dia juga suka. Kayaknya gue jodoh ini," ucap Galih tertawa menepuk pundak Dion.Dion tertawa terbahak-bahak"Haduh, Galih, Galih. Semua cewek lu bilang jodoh. Eh, ingat ya, Lih! Kita itu di sosmed cuma cari pacar, nggak lebih.""Iya, gue ngerti. Tetapi, kali ini, benar-benar beda. Gue kayak ngerasain gimana ya ... tiap gue ngechat sama dia, dia itu kayak soulmate gue," dalih Galih.Dion