Share

Terlena Dunia Maya

"Allah memberikan karunia pada seorang firasat, saat suaminya salah jalan. Firasat seorang istri tak pernah salah."

Pukul 01.00

Raline terjaga dari tidurnya. Ia pun melirik ke arah jam dinding. Sudah larut malam, suaminya belum juga tidur disampingnya. 

"Mas Galih kok nggak ada ya?Pasti masih kerja deh. Kasihan suamiku, gara-gara aku berhenti kerja, bebannya jadi semakin berat," gumam Raline. 

Raline pun turun dari ranjang dan melihat suaminya di ruang kerjanya. Raline perlahan masuk dan melihat Galih tertidur di kursi. Tiba-tiba ponsel milik Galih berbunyi. 

"Ponselnya masih aktif jam segini? Jangan-jangan lagi ada masalah lagi di kantor," ucap Raline. 

Raline pun hendak membuka ponsel Galih, takut jika ada pesan yang penting. Saat tangannya nyaris mengambil ponsel sang suami, Galih terjaga dari tidurnya dan merampas ponselnya. Entah mengapa, ia marah besar. 

"Raline, kamu ngapain?" ujar Galih dengan nada sedikit tinggi. 

"Nggak, Mas. Ponsel kamu bunyi terus dari tadi. Aku takut kamu ada masalah di kantor," jawab Raline. 

"Kamu ngecek-ngecek ponselku?" Nada suara Galih semakin tinggi. 

"Nggak, Mas. Aku cuma khawatir ada pesan penting dari kantor. Itu aja kok," terang Raline. 

Galih menghela nafas

"Sayang, maafin aku ya jadi marah-marah sama kamu. Tadi di kantor banyak banget kerjaannya. Maafin aku ya." Galih pun merangkul Raline untuk menutupi kesalahannya. 

Raline pun tersenyum

"Mas, apa nggak sebaiknya aku balik kerja aja? Jadikan aku bisa ngeringanin beban kamu," pinta Raline. 

Wajah tiba-tiba berubah

"Lagi punya mainan baru gini Raline malah mau balik kerja. Nanti harus bagi-bagi kerja rumah tangga dong. Mana ada waktu buat chating-chatingan," batin Galih.

Galih pun mengenggam tangan Raline, "Sayang, aku tahu banget, kamu pasti mau merawat Austin sendiri kan? Biar aku aja yang kerja. Kamu di rumah aja. Kamu urus anak kita." 

Raline pun tersenyum, "Alhamdulillah kalau gitu.Kamu tuh pengertian banget. Makasih ya, Sayang."

"Iya, Sayang," ujar Galih memeluk Raline erat. 

"Dan ini hadiah buat suami yang pengertian,. Cewek-cewek cantik," batin Galih. 

****

Kantor Galih

Di ruang kerjanya, Galih pun berteriak memanggil Dion saat sahabatnya itu berjalan melewati ruang kerjanya. 

"Dion, sini." Galih pun menghampiri sahabatnya itu yang berdiri di depan pintu. 

"Ada apaan lu manggil gua?" tanya Dion heran. 

"Lihat nih, gue baru buat akun sosmed. Nah, yang ini lebih cantik kan daripada yang ada di akun lu?" kata Galih berbangga. 

"Ah, itu mah kenalan b**a-basi doang. Belum tentu mereka mau diajak lanjut sama lu," kata Dion tertawa.

"Ajak lanjut gimana maksudnya?" tanya Galih heran. 

"Ajak kopi darat dong. Ajak salah satu di antara mereka ketemuan. Berani nggak lu?" ledek Dion pada sahabatnya itu. 

"Emang lu pernah ketemuan sama mereka?" tanya Galih penasaran. 

Dion tertawa, "Bukan pernah lagi. Gue malah sering ketemu mereka."

"Ya udah deh, nanti gue pilih deh yang paling cantik, gue ajak ketemuan," pungkas Galih. 

"Ya udah, selamat berjuang!" Dion pun tertawa dan kembali ke ruang kerjanya. 

Galih pun mulai menscroll ponselnya itu dan memilih seorang wanita untuk diajaknya ketemuan. 

****

Be Cafe pukul 17.00

Seorang gadis cantik dengan paras oriental sedang menunggu Galih di sebuah meja. Galih yang baru datang, langsung menghampiri teman kencannya itu. 

"Mas Martin, Hai," panggil gadis bernama Lani yang melambaikan tangannya saat melihat Martin alias Galih. 

"Hai, maaf ya, agak sedikit telat. Soalnya tadi masih ada urusan di kantor," ujar Galih. 

Lani pun tersenyum, "Nggak apa-apa, Mas kayaknya sibuk banget deh."

"Nggak juga," ujar Galih tertawa. Ia pun mempersilakan teman kencannya itu kembali duduk. 

"Kayaknya jabatannya tinggi nih di kantor," kata Lani tertawa. 

"Nggak." 

Galih dan Lani pun tertawa. 

"Benar juga kata Dion, aku serasa bujangan kalau kayak gini," batin Galih. 

"Mas Martin, kamu lebih ganteng lo dilihat aslinya daripada difoto," puji Lani membuat Galih tertawa. 

 "Aku senang banget lo kenal sama kamu," ujar Lani tertawa. 

Martin alias Galih pun tertawa, "Aku juga senang banget kenal sama kamu. Kamu terlihat lebih cantik daripada di sosial media."

"Mas Martin bisa aja deh." Lani pun tersipu malu. 

Gawai Galih berbunyi 

Galih pun mengambil ponsel disaku celananya dan terlihat nama Raline memanggil. 

"Raline ngapain sih nelepon-nelepon?" batin Galih panik. Ia pun mereject panggilan dari Raline. 

****

Keesokan hari, saat sarapan

"Mas, sarapan dulu, Mas," panggil Raline yang sedang mempersiapkan sarapan di meja makan. 

"Aku langsung berangkat ya. Soalnya aku ada meeting hari ini," kata Galih berpamitan. 

"Loh, kamu nggak sarapan dulu? Nanti kamu sakit, Mas," bujuk Raline. 

"Aku ngopi aja deh." Galih pun mengambil kopi yang sudah tersedia di meja makan. 

Dengan wajah heran, Raline mencium dengan takjim tangan suaminya. 

"Assalamualaikum," pamit Galih. 

"W*'alaikumsalam," jawab Raline.

Raline pun bingung

"Mas Galih kenapa ya. Kok berubah banget?!"

Malam hari pukul 20.00

Di ruang kerjanya, Galih asyik berselancar di dunia maya. Chatting dengan teman-teman wanitanya. Tidak ada lagi waktu berbicara dengan Raline atau sekadar bercengkerama dengan Austin, buah cintanya yang belum genap berusia 3 bulan. 

Galih berpura sibuk dengan berkas-berkas kerjanya saat Raline masuk membawakan secangkir kopi dan cemilan untuk menemani suaminya yang masih sibuk bekerja. 

"Mas, ini kopi sama cemilannya," ujar Raline yang menaruh kopi dan cemilannya di meja. 

"Iya, taruh aja disitu ya," ujar Galih tanpa menoleh ke arah Raline yang berdiri dihadapannya dan bingung dengan perubahan sikap suaminya. 

"Mas Galih kayaknya sibuk banget sampai nyuekin aku kayak gini." Sesaat Raline menatap, Galih tetap tak peduli. Ia sibuk menatap laptopnya. Raline pun keluar dari ruang kerja Galih. 

Ponsel Galih berdering

Galih pun mengambil ponsel yang tergeletak dimeja. Wajahnya berubah sumringah saat ia melihat notifikasi seorang wanita cantik mengajaknya kenalan. Sesaat Galih melihat foto profil akun bernama Zakiya. 

"Cantik juga nih cewek," gumam Galih.

Galih pun akhirnya sibuk membalas chat teman wanitanya itu. 

****

Esok malam pukul 21.00

Di dalam kamar 

Suara petir menggelegar. Hujan sangat deras malam ini. Raline menatap ke arah luar dari balik jendela. Hati tak menentu, galau melanda memikirkan perubahan sikap Galih. 

"Ya Allah, kenapa perasaanku nggak jadi karu-karuan seperti ini? Aku merasa hubunganku dengan Mas Galih semakin merenggang. Bahkan dia udah nggak perhatian lagi sama Austin. Ada apa ini ya Allah?" 

Raline mengambil foto pernikahannya dengan Galih yang tergeletak di sisi ranjang. Raline menatap sendu foto itu. 

"Kamu kenapa sih sama aku, kenapa kamu berubah? Apa kamu sudah bosan sama aku? Atau ada orang lain di luar sana?!" lirih Raline. 

"Astagfirullah. Nggak! Jangan sampai." Raline menghela nafas panjang. 

Bulir bening jatuh dipelupuk mata Raline. 

Cafe Millanie

Galih kembali bertemu dengan teman wanitanya di sosial media. Gadis berpenampilan sexy itu bernama Key. Keduanya bercengkerama tertawa lepas seolah telah lama saling mengenal dan dekat. 

Di rumah Raline

Raline yang masih gamang, menengok Austin yang tertidur pulas diranjang. Raline pun kaget saat mengecek kondisi Austin yang ternyata demam tinggi. 

"Ya Allah, Nak, kenapa badan kamu panas begini? Ya Allah."

Raline yang panik, mencoba menghubungi Galih berkali-kali tetapi Galih tidak juga menggubris, karena sedang asyik berkencan dengan Key. 

Cafe Millanie

Wajah Galih berubah kesal, saat ponselnya berdering dan nama Raline memanggil. 

"Mas, kok nggak dijawab? Telepon dari siapa? Dari istri kamu ya?" cecar Key yang curiga. 

"Istri? Aku ini kan masih bujangan," jawab Galih tertawa.

"Ini sekretaris aku. Emang dia suka nggak tahu waktu kalau nelepon," ujar Galih tersenyum. 

"Oohh." Key pun tersenyum. Ia mempercayai alasan Galih. 

Rumah Raline

"Aku nggak bisa nunggu lama lagi. Aku harus cepat-cepat bawa Austin ke dokter," gerutu Raline. 

"Kok dimatiin sih, Mas? Nanti kalau ada yang penting gimana?" selidik Key. 

"Ya karena nggak ada yang lebih penting selain kamu," ujar Galih merayu teman kencannya itu. 

Key pun tersipu malu, "Ah, Mas Martin bisa aja deh ngerayunya."

Galih tersenyum, "Aku nggak mau ada yang ganggu. Karena dihadapan aku ada bidadari cantik."

"Gombal deh, Mas," ujar Key tertawa, Galih pun ikut tersenyum. 

Derasnya hujan mengiringi kepergian Raline menuju rumah sakit. Langkahnya gontai di bawah derasnya hujan. Ia belum juga menemukan taksi yang lewat. 

"Ya Allah, kenapa nggak ada taksi yang lewat sih? Taksi online juga nggak ada. Mana Austin makin panas lagi. Sabar ya, Nak, kita ke rumah sakit biar Austin cepat sembuh," lirih Raline menatap Austin yang tertidur dalam selimutnya. 

Di seberang jalan, ada Galih dan Key berjalan menggunakan payung. Sangat romantis, berpegangan tangan. 

"Coba ada Mas Galih, dia pasti akan ngelindungin aku kayak gitu," gumam Raline. 

"Kamu di mana, Mas?" batin Raline. 

Setelah berjalan cukup jauh, Raline akhirnya menemukan taksi. Ia pun bergegas naik untuk segera sampai di rumah sakit. 

Sesampainya di rumah sakit, Austin segera ditangani di ruang UGD. Kata dokter, Austin mengalami demam berdarah dan harus segera dirawat. Setelah diberikan penanganan pertama, Austin pun dipindahkan ke ruang perawatan khusus anak. 

Galih sampai di rumah 

Galih pun sampai di rumah. Ia masuk ke dalam rumahnya.

"Aku harus kelihatan capek banget nih habis lembur nih supaya Raline nggak curiga," pikir Galih. 

Namun, tampak berbeda, semua lampu masih menyala padahal jam sudah menunjukkan pukul 03.30 dini hari. 

"Kok kayak nggak ada orang ya? Udah hampir subuh gini lampu masih nyala semua," gumam Galih. Ia pun menaruh tas kerjanya dimeja makan dan ia mengecek ponselnya yang mati sejak tadi. 

"Waduh, aku nggak sadar ponselnya mati dari tadi. Ada panggilan tak terjawab 10x dari Raline. Ada apa sih?" Galih mulai panik. 

[Mas, Austin di rumah sakit]

Galih kaget saat membaca pesan Raline yang dikirimnya sejak tadi.

"Astagfirullah, Austin sakit. Maafin Papa, ini semua gara-gara Papa ngedate.Aduh." Galih pun merasa bersalah.Ia bergegas menyusul ke rumah sakit. 

Rumah sakit Husada

"Cepat sembuh ya, Nak, Mama sayang banget sama kamu," ujar Raline yang berusaha menenangkan Austin yang sejak tadi rewel. 

Raline mengambil ponsel disakunya, "Mas Galih ke mana sih? Sampai sekarang nggak ada kabar. Benar-benar keterlaluan!" gerutu Raline. Ia pun kembali memasukkan ponselnya ke saku. 

Galih pun sampai 

"Raline, Raline! Austin kenapa, kok bisa dirawat begini?" ujar Galih yang panik. 

"Sayang ...." Galih mengelus kepala Austin. 

"Kamu darimana, Mas?" selidik Raline yang matanya sudah sembab karena menangis sejak tadi.

"A-aku, aku lembur di kantor," jawab Galih terbata. 

"Aku nggak sadar handphone kumati sampai lowbat. Maafin aku ya," ujar Galih yang menyadari kesalahannya.

"Sayang," panggil Galih pada Austin.

"Aku mau bicara sama kamu di luar!" Raline pun mengajak Galih ke luar setelah menitipkan Austin pada suster jaga. 

Raline dan Galih di ruang tunggu

"Mas, kamu kenapa sih berubah banget? Kamu nggak lagi perduli sama urusan rumah. Bahkan kamu sekarang jarang di rumah," cecar Raline. 

"Aku tuh sibuk. Cari uang untuk keluargaku.Aku tuh udah kayak palugada di kantor," jawanmb Galih ketus. 

"Sesibuk-sibuknya kamu, harusnya kamu tetap perhatiin anak kita. Berapa hari ini kulihat kamu sama sekali nggak perhatian sama Austin. Apa ada sesuatu di luar Mas, yang menyebabkan kamu nggak perhatian sama anak kita?" cecar Raline yang memberondong pertanyaan pada Galih. Galih pun tersudut. 

"Astagfirullah. Kok kamu tega sih ngomong kayak gitu sama aku? Nggak mungkinlah aku kayak gitu. Aku tuh sayang banget sama Austin. 

"Mas, aku tuh hanya tahu apa yang kulihat.Mas, aku tahu suami adalah ladang amal buat istri, aku sangat mensyukuri semua kelebihan kamu, begitupun kekuranganmu, aku akan bantu memperbaikinya. Tapi gimana aku bantu memperbaiki, kalau kamunya nggak pernah ada!" pekik Raline berurai air mata. 

"Ya Tuhan! Aku sadar udah salah dan kelewatan. Aku benar-benar malu sama diriku sendiri, tapi aku nggak mungkin jujur sama Raline. Nanti dia bisa merendahkan aku," batin Galih. 

"Kamu dengar aku kan, Mas!" bentak Raline. 

"Raline, kamu nggak bisa sudutkan aku begini. Kamu juga harus introspeksi diri. Kamu itu nggak becus ngurus anak, ngurus rumah tangga, Aku capek pulang kerja, rumah berantakan, kacau balau. Aku capek cari uang. Capek cari uang buat kalian, ngerti nggak?!" Galih pun berbalik marah, menutupi kesalahannya. 

"A-aku dan Austin bukan hanya butuh materi. Tetapi kami butuh kamu ada di rumah!" ujar Raline dengan nada tinggi. 

"Raline .... "

bersambung .... 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Ndak bener nh org temen ngajarin jahat malah ikut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status