Sejak Hamid memutuskan kembali ke Indonesia, praktis Lexy maupun kedua orang tuanya tidak pernah lagi bertemu dengan putra sulung kebanggan Tuan Amran.
Masa-masa yang pernah dirasakan Lexy bersama Hamid dulu menorehkan banyak kenangan. Tanpa sepengetahuan sang Mami, Lexy pun berangkat ke Jakarta untuk memberi surprise untuk kakak dan kakak iparnya itu."Lexy, berapa lama kamu di Singapura?" tanya Marissa saat mengantar putra kesayangannya itu di bandara."Mungkin satu atau dua Minggu, Mi. Ya kalau udah selesai secepatnya aku pasti pulang. Mami sama Papi jangan terlalu capek ya," pesan Lexy.Setelah mendengar informasi akan keberangkatan pesawat, Lexy pun berpamitan pada kedua orang tuanya. Langkahnya pun cepat menaiki tangga pesawat."Maafkan aku, Mi. Aku terpaksa berbohong. Tapi, aku sudah merindukan Mas Hamid. Aku harus memberikan ini langsung padanya. Ini haknya. Bukan milikku," gumam Lexy dalam hatinya.<Hari itu Lexy pun menyiapkan semuanya. Setelah semua kejahatan yang pernah dilakukannya di masa lalu pada Raline dan Hamid, Lexy ingin menebusnya dengan membahagiakan kedua kakaknya malam ini.[Mas, nanti kamu sama Raline datang sama Austin ke Cafe D'cante jam 20.00 ya. Aku tunggu.]Setelah mengirimkan pesan ke nomor Hamid, Lexy pun melanjutkan semua persiapan agar tampil sempurna. Surprise malam ini, dia persembahkan tepat di hari anniversary Raline dan Hamid.Beberapa jam berlaluMobil yang dikendarai Hamid pun sampai di pelataran cafe mewah itu. Raline pun sudah turun dan duduk di atas kursi rodanya, ditemani oleh Austin."Mas, kamu saja yang masuk ya. Aku menunggu di mobil saja," ungkap Raline yang merasa tidak percaya diri sejak duduk di atas kursi rodanya."Sayang, kamu nggak boleh gitu. Kasihan dong sama Lexy, dia undang kita berdua, bukan hanya aku kan?!" bujuk Hamid. Raline akhirnya setuju d
Suara tangis Austin malam itu pecah. Galih dan Raline pun terbangun."Itu suara Austin."Galih pun hendak beranjak dari ranjangnya. Tetapi, Raline menahannya. Ia justru meminta Rama agar beristirahat karena besok pagi harus kembali bekerja."Biar aku saja. Mas, istirahat aja ya," pinta Raline.Raline pun menuju kamar Austin yang tepat berada di samping kamarnya dengan Galih."Sayang, kamu kenapa, haus ya?" bujuk Raline.Raline pun menggendong Austin. Bayi mungil berusia dua bulan itu terdiam saat Raline memberikannya sebotol asi. Ia pun mulai tertidur, begitupun dengan Raline.Pukul 07.00"Astagfirullah. Aku kesiangan lagi. Buat sarapan buat Mas Galih dulu deh.Sayang, kamu bobo dulu ya. Mama mau buat sarapan untuk Papa kamu dulu."Raline pun menaruh Austin di ranjangnya. Ia pun bergegas menuju dapur menyi
"Allah memberikan karunia pada seorang firasat, saat suaminya salah jalan. Firasat seorang istri tak pernah salah."Pukul 01.00Raline terjaga dari tidurnya. Ia pun melirik ke arah jam dinding. Sudah larut malam, suaminya belum juga tidur disampingnya."Mas Galih kok nggak ada ya?Pasti masih kerja deh. Kasihan suamiku, gara-gara aku berhenti kerja, bebannya jadi semakin berat," gumam Raline.Raline pun turun dari ranjang dan melihat suaminya di ruang kerjanya. Raline perlahan masuk dan melihat Galih tertidur di kursi. Tiba-tiba ponsel milik Galih berbunyi."Ponselnya masih aktif jam segini? Jangan-jangan lagi ada masalah lagi di kantor," ucap Raline.Raline pun hendak membuka ponsel Galih, takut jika ada pesan yang penting. Saat tangannya nyaris mengambil ponsel sang suami, Galih terjaga dari tidurnya dan merampas ponselnya. Entah meng
"Raline, kamu nggak bisa sudutkan aku begini. Kamu juga harus introspeksi diri. Kamu itu nggak becus ngurus anak, ngurus rumah tangga, Aku capek pulang kerja, rumah berantakan, kacau balau. Aku capek cari uang. Capek cari uang buat kalian, ngerti nggak?!" Galih pun berbalik marah, menutupi kesalahannya."A-aku dan Austin bukan hanya butuh materi. Tetapi kami butuh kamu ada di rumah!" ujar Raline dengan nada tinggi."Raline .... "Galih dan Raline menengok ke arah wanita paruh baya itu. Wanita yang tidak lain adalah Ibu Galih, Nyonya Mira yang marah karena putra kesayangannya itu dimarahi istrinya.Raline dan Galih terperanjat dengan kehadiran ibu mereka. "Kamu kenapa sih terlalu menuntut suami kamu terus kayak begini?!" Wajah Bu Mira terlihat sangat kesal dengan kemarahan menantunya."Bu, Ibu kok ada di sini sih, Bu?" tegur Galih."Ya Ibu mana bi
Malam hari 21.30Setelah pulang dari kantor dan makan malam, Galih masuk ke dalam ruang kerjanya. Raline ya percaya saja, ditambah pintu pun dikunci Galih.Di dalam ruang kerjanya, Galih berbaring di atas sofa, dan mengambil gawainya. Ia kembali membuka akun sosial medianya dan chatting dengan semua wanita teman dunia maya."Ini pada agresif banget sih hari ini. Ngajak ketemuan. Ketemuan di hotel bintang 5?Bisa jebol dong dompet. Nggak ah!"Galih says"Nah, ini ngajak ketemuan juga nih. Minta beliin sepatu? Nih, apa-apaan sih? Pada minta kayak gini?! Wah, bisa kalah taruhan sama Dion nih?!Hancur dong harga diri aku. Padahal kan kalau gue menang kan bisa dapatin mobil dia. Kalau aku kalah taruhan,bisa-bisa dia ngeledekin gue terus kalau gue suami takut istri. Tapi kalau gue pakai uang gaji untuk beli permintaan cewek-cewek ini, bisa ketahuan Raline dong?!" 
Keesokan harinya"Raline, kamu kemarin kan janji mau bantu biaya renovasi rumah. Ingat nggak? Nah, sekarang Ibu harus bayar. Cuma 5 juta aja kok, ada kan?" tutur sang ibu mertua, membuat Raline kembali pusing."Maaf, Bu, sekarang uangnya belum ada. Kalau minggu depan gimana?" ujar Raline memelas."Kamu ini gimana sih?! Mana bisa tukang-tukang itu nunggu! Kalian itu kan udah lama berumah tangga, masa nggak ada sih tabungan sedikitpun?" ujar Ibu Galih yang langsung memarahi dan mencaci sang menantu.Raline hanya terdiam"Ya Allah, aku nggak mungkin membuka aib Mas Galih, kalau lagi ada masalah dikantornya. Aku pasrah aja deh dimarahi sama Ibu," batin Raline yang tertekan."Kalian tuh pasti boros ya? Masak gaji segitu nggak cukup. Pokoknya Ibu nggak mau tahu ya, siapin uangnya untuk bayar tukang-tukang itu. Dengar ya!" ujar Ibu Galih dengan nada tinggi dan wajah ketu
Rumah sakit HusadaDi dalam kamar perawatan, Galih mengajak ngobrol Austin, yang masih terbaring lemah. Wajahnya sendu, seolah paham apa yang dikatakan sang ayah."Austin, cepat sembuh ya. Nanti Ayah ajak jalan-jalan ya," ucap Galih sambil mengelus kepala sang putra.Raline dan Ibu Galih hanya menatap nanar dari sofa."Yang tahu emas aku ada di mana, cuma aku dan Mas Galih. Apa mungkin, Mas Galih yang menukar emasku dengan perhiasan imitasi? Haa ... kalau iya, kenapa Mas Galih setega itu membohongi aku?" batin Raline.Ibu Galih pun bangkit, ia menghampiri sang putra yang nampak lelah karena sepulang dari kantor, harus ke rumah sakit lagi."Galih, Raline, sebaiknya kalian pulang saja. Biar malam ini, Ibu yang menjaga Austin di sini. Tapi, besok gantian ya," saran Ibu Galih yang kasihan melihat anak dan menantunya itu kelelahan."Jangan, Bu
"Andai Ibu tahu kecurigaanku selama ini sama Mas Galih."Ibu Galih itu akhirnya duduk disamping Raline."Ohya, tadi dokter sempat ke sini. Dia bilang, kondisi si Austin sudah membaik dan melewati masa kritis," ungkap nenek Austin itu tersenyum."Alhamdulillah ya, Bu. Kondisi Austin udah mulai stabil," ujar Raline tersenyum bahagia."Iya, alhamdulillah.""Bu, Raline ijin pulang dulu ya lihat rumah. Ibu ada yang mau dititip nggak?" tanya Raline."Ibu nggak perlu apa-apa. Ya udah, kamu pulang aja. Siapa tahu Galih ada perlu apa-apa," kata ibu mertuanya itu yang mulai mereda amarahnya."Kalau gitu, Raline permisi ya, Bu." Raline pun mencium dengan takjim tangan ibu mertuanya.Sebelum membuka pintu, Raline melirik ke arah ibu mertuanya yang sudah kembali duduk dikursi samping ranjang, me