Raline tidak menyangka jika Galih, suami yang dianggapnya setia dan bertanggungjawab ternyata memiliki akun sosial media yang menggunakan nama palsu untuk mencari pacar virtual. Bukan hanya satu, dua, bahkan lebih. Galih pun menyenangkan pacar virtualnya dengan uang dan perhiasan Raline yang dijualnya. Bagaimanakah cara Raline membongkar kedok suaminya di depan ibu mertuanya yang selalu menganggap Raline istri yang buruk? Akankah Raline terus mempertahankan pernikahannya?
Lihat lebih banyakSuara tangis Austin malam itu pecah. Galih dan Raline pun terbangun.
"Itu suara Austin."
Galih pun hendak beranjak dari ranjangnya. Tetapi, Raline menahannya. Ia justru meminta Rama agar beristirahat karena besok pagi harus kembali bekerja.
"Biar aku saja. Mas, istirahat aja ya," pinta Raline.
Raline pun menuju kamar Austin yang tepat berada di samping kamarnya dengan Galih.
"Sayang, kamu kenapa, haus ya?" bujuk Raline.
Raline pun menggendong Austin. Bayi mungil berusia dua bulan itu terdiam saat Raline memberikannya sebotol asi. Ia pun mulai tertidur, begitupun dengan Raline.
Pukul 07.00
"Astagfirullah. Aku kesiangan lagi. Buat sarapan buat Mas Galih dulu deh.Sayang, kamu bobo dulu ya. Mama mau buat sarapan untuk Papa kamu dulu."
Raline pun menaruh Austin di ranjangnya. Ia pun bergegas menuju dapur menyiapkan sarapan juga secangkir kopi hangat kesukaan Galih.
Galih say's
"Raline sejak Austin lahir, cuek banget sama penampilan. Masa tiap hari kucel kayak gini sih. Pagi-pagi udah bikin mata sepet aja."
"Eh, Mas, maaf ya. Semalam Austin rewel banget, aku jadi kesiangan bangunnya. Untung sekarang dia udah tidur. Maaf ya, Mas," ujar Raline sambil memberikan secangkir kopi hangat buatannya.
"Lin, gimana kalau kita cari baby sister aja?" tanya Galih. Ia berharap, Raline bisa kembali punya waktu merawat dirinya.
"Jangan, Mas, aku nggak mau. Aku pengen urus anakku sendiri. Kamu tahu kan, kita butuh waktu 4 tahun untuk dapatin Austin, jadi aku nggak mau melewatkan kesempatan emas ini. Lagian kan ada mbak yang pulang pergi buat bantu aku ngurus rumah," jawab Raline sambil menyiapkan nasi goreng.
Dengan wajah sedikit kesal, Galih berusaha tersenyum, "Aku hanya khawatir aja sama kamu."
Galih says
"Malas banget ditemani Raline kayak gitu. Rasanya kok kayak makan bareng asisten rumah tangga ya, dibanding sama istri sendiri."
"Sarapannya udah. Makan dulu ya," kata Ralin membuyarkan pikiran Galih.
Galih menghela nafas, "Nggak, aku ada meeting. Nanti di sana juga ada sarapan kok. Aku pergi dulu ya."
Galih pun beranjak pergi, meninggalkan Raline yang masih sibuk di meja makan.
Raline says
"Alhamdulillah sejak punya anak, Mas Galih jadi rajin dan semangat kerjanya."
****
Di kantor Galih
Dion tertawa terbahak-bahak, mendengar curhatan Galih, sahabatnya sejak dimasa SMA dulu.
"Gimana, Bro, punya bayi di rumah?Lu makin lengket aja kan sama bini lu?" ledek Dion.
Galih pun mengernyitkan dahi.
"Lengket apaan? Yang ada setiap hari bini gue makin kucel. Mana bau minyak telon lagi," gerutu Galih.
Sekali lagi, Dion tertawa
"Kok lu ngeluh sih?" ujar Dion tertawa.
"Ya, ngapain ya gue ngeluh sama lu.Ya gue ngerasa jadi suami yang nggak tahu diri. Padahal istri gue begitu kan capek-capek ngurusin anak gue. Kasihan kan dia capek," lirih Galih.
Dion kembali tertawa. Kali ini, ia duduk berhadapan dengan Galih di ruang kerjanya.
"Bro, welcome the real world, Bro! Ya begitulah rasanya kalau baru-baru punya anak," ujar Dion tertawa.
"Dion, tapi lu punya kan tips-tipsnya? Ya secara lu kan lebih berpengalaman dari gue," kata Galih berharap mendapat solusi dari sahabatnya itu.
Dion tertawa, "Gampang,Bro,gue ada resepnya! Kalau bini lu bikin sumpek di rumah ya lu cari yang segerlah di luar rumah," ujar Dion tertawa.
"Cari yang seger?Berarti selama ini —"
"Bro, hal begitu mah udah hal yang biasa bagi semua cowok," kata Dion tersenyum lebar.
"Nih, lu buat akun sosial media yang baru. Di sini banyak cewek-cewek cantik, Bro!" terang Dion sambil memperlihatkan ponselnya.
Dion membuat sebuah akun fake, untuk berkencan dengan wanita-wanita cantik yang dijadikannya kekasih online.
"Lebih seru, Bro. Serasa hidup kita masih bujangan. Jadi kita kerja makin semangat, Bro!" ujar Dio mengajak sahabatnya untuk membuat akun fake.
"Nggak ah! Ini namanya gue berkhianat. Gue nggak mau mengkhianati Raline."
"Aduh! Galih, Galih! Kalau main-main disosmed, itu tuh nggak termasuk mengkhianati istri lu. Lagian hal kayak begini, bikin awet pernikahan lu. Yang penting, lu jangan kebablasan, Bro!" cecar Dion.
"Ng-gak ah, gue nggak berani!"
"Cemen lu!"
Galih pun mulai goyah
****
"Assalamualaikum."
Galih memasuki rumahnya. Netranya berkeliling, melihat keadaan sekitar yang berantakan.
"W*'alaikumsalam," jawab Raline sambil membereskan meja makan.
Galih menghampiri Raline. Ia melihat seisi dapur yang juga masih berantakan. Raline pun mencium tangan suaminya dengan takjim.
Galih says
"Asli! Rumah dan istriku berantakannya sama. Katanya istri adalah anugerah. Bahagiakan dia, maka Engkau akan mendapat surga. Ini sih jangankan dapat surga, udah kayak neraka."
"Lin, ini kenapa rumah berantakan begini sih?" tanya Galih, wajahnya berubah kesal.
"Iya, maaf, Mas, tadi teman-teman kantorku dulu nengokin Austin. Aku belum sempat beresin rumah," ujar Raline. Dia kikkuk, merasa suaminya marah.
"Aku buatin kopi dulu ya," ujar Raline agar suaminya reda marahnya.
"Nggak usah, aku mau lanjut kerja aja." Galih pun meninggalkan Raline menuju ruang kerjanya.
Galih pun memasuki ruang kerjanya
"Haduh, suntuk banget di kantor. Balik ke rumah apalagi," gerutu Galih sambil menaruh tas kerjanya di meja dan membuka jas yang ia kenakan.
Gawai Galih berbunyi
"Si Dion ngirim apa nih?" kata Galih sambil mendownload gambar yang dikirim Dion di aplikasi chat berwarna biru.
[Bisa nggak, lu dapatin cewek lebih dari ini?]
Galih pun sekilas memperhatikan foto seorang wanita cantik, teman wanita Dion di sosial medianya.
"Wah, manas-manasin nih! Mancing-mancing nih orang." Galih pun meletakkan gawainya di meja.
"Kalau aku d******d aplikasi dan buat akun baru, kan Raline selama ini juga nggak main sosial media. Kalau gitu, aku d******d ajalah!" Galih pun mengambil gawainya dan membuat akun sosial media.
"Lihat, Dion. Aku pasti bisa mengalahkan kamu. Aku ubah namanya jadi siapa ya?" Galih terus berpikir, tangannya mengetuk-etuk meja.
"Ya, Martin!"
Galih pun menamai akun barunya dengan nama Martin.
"Nah! Sekarang gue bisa chatingan dengan cewek-cewek cantik," gumam Galih.
"Yes!"
bersambung ....
Hari itu Lexy pun menyiapkan semuanya. Setelah semua kejahatan yang pernah dilakukannya di masa lalu pada Raline dan Hamid, Lexy ingin menebusnya dengan membahagiakan kedua kakaknya malam ini.[Mas, nanti kamu sama Raline datang sama Austin ke Cafe D'cante jam 20.00 ya. Aku tunggu.]Setelah mengirimkan pesan ke nomor Hamid, Lexy pun melanjutkan semua persiapan agar tampil sempurna. Surprise malam ini, dia persembahkan tepat di hari anniversary Raline dan Hamid.Beberapa jam berlaluMobil yang dikendarai Hamid pun sampai di pelataran cafe mewah itu. Raline pun sudah turun dan duduk di atas kursi rodanya, ditemani oleh Austin."Mas, kamu saja yang masuk ya. Aku menunggu di mobil saja," ungkap Raline yang merasa tidak percaya diri sejak duduk di atas kursi rodanya."Sayang, kamu nggak boleh gitu. Kasihan dong sama Lexy, dia undang kita berdua, bukan hanya aku kan?!" bujuk Hamid. Raline akhirnya setuju d
Sejak Hamid memutuskan kembali ke Indonesia, praktis Lexy maupun kedua orang tuanya tidak pernah lagi bertemu dengan putra sulung kebanggan Tuan Amran.Masa-masa yang pernah dirasakan Lexy bersama Hamid dulu menorehkan banyak kenangan. Tanpa sepengetahuan sang Mami, Lexy pun berangkat ke Jakarta untuk memberi surprise untuk kakak dan kakak iparnya itu."Lexy, berapa lama kamu di Singapura?" tanya Marissa saat mengantar putra kesayangannya itu di bandara."Mungkin satu atau dua Minggu, Mi. Ya kalau udah selesai secepatnya aku pasti pulang. Mami sama Papi jangan terlalu capek ya," pesan Lexy.Setelah mendengar informasi akan keberangkatan pesawat, Lexy pun berpamitan pada kedua orang tuanya. Langkahnya pun cepat menaiki tangga pesawat."Maafkan aku, Mi. Aku terpaksa berbohong. Tapi, aku sudah merindukan Mas Hamid. Aku harus memberikan ini langsung padanya. Ini haknya. Bukan milikku," gumam Lexy dalam hatinya.
Sisil dalam sebuah dilema. Persahabatannya dengan Raline sedang dipertaruhkan. Rumah tangganya dengan Zayn pun bisa goyah jika ia jujur tentang perasaannya.Sisil mencintai Hamid, ya itu memang benar. Namun, itu hanyalah masa lalu. Sisil pun sudah mengikhlaskan semuanya. Baginya, persahabatannya dengan Hamid dan Raline jauh lebih berharga dari rasa cintanya."Katakan yang sebenarnya Sisil. Kenapa kamu diam?!" cecar Dion.Zayn dan Hamid menatapnya tajam. Raline pun menunggu jawaban dari pertanyaannya. Namun, akhirnya Sisil memilih jujur tentang semuanya."Oke, aku akan jujur tentang semuanya," ungkap Sisil memulai pembicaraan."Dion benar. Aku memang mencintai Hamid. Tapi itu dulu. Sekarang aku hanya mencintai Zayn, dia suamiku.""Perlu kalian tahu, jauh sebelum aku menikahi Zayn, aku sudah mengikhlaskan Raline dan Hamid menikah. Karena aku tahu,mereka saling mencintai dan aku ingin melihat Raline bah
Andre yang terkejut dengan kedatangan Dion dan Nyonya Amira pun langsung menarik paksa keduanya keluar dari ruangan. Andre tidak ingin semua rencana yang sudah disusunnya dengan rapih jadi berantakan."Mau apa kalian ke sini?" pekik Andre saat menarik Dion kasar ke teras rumah. Menjauh dari perkumpulan sahabatnya."Lepaskan tanganku, Andre!" bentak Dion."Ingat, Andre. Aku ini Kakakmu!" hardiknya yang langsung hendak memukul Andre tapi dicegah Nyonya Amira."Stop! Jangan kayak anak kecil kalian!" bentak Amira.Kedua kakak beradik itu hanya terdiam saat ibu tirinya memisahkan pertengkaran itu. Sesungguhnya Amira hanya memanfaatkan Dion dan Andre demi dendamnya pada Raline."Kita di sini satu team. Nggak seharusnya kalian berdua ribut begini Nanti kalau mereka dengar, gimana?" bentak Nyonya Amira."Andre, apa rencana kamu selanjutnya?" tanya Amira berbisik Andre pun berbi
Hamid yang tidak ingin kembali ada pertengkaran dengan kedua orang tuanya akhirnya mengalah. Setelah pamitan dengan sang Papi yang selama ini sudah begitu menyayanginya, Hamid pun tetap berusaha menghormati Maminya."Nggak usah. Lebih cepat kamu pergi, itu lebih baik!" ketus Nyonya Marissa saat Hamid hendak mencium tangannya dengan takjim.Tuan Amran pun menegur istrinya itu tapi Marissa tak perduli. Ia tetap dengan kekerasannya. Tuan Amran pun menggendong Austin dan mencium kening anak lelaki Raline yang sudah dianggapnya cucu itu. Tuan Amran pun mencium kening Raline. Pelukan hangat orang tua yang dirindukannya itu kini didapat Raline. Andre pun begitu haru menyaksikan kebahagiaan Raline, walau hanya sesaat.Saat hendak beranjak meninggalkan rumah mewah itu, tiba-tiba suara teriakan pria yang memanggil nama Hamid dengan keras membuat langkah Hamid terhenti."Tunggu, Hamid!" panggil Lexy.Hamid pun
Marissa tetap dengan keputusannya. Ia menekan suaminya untuk memilih antara ia dan Lexy ataukah memilih mempertahankan Hamid dan Raline. Cara jitu Marissa seperti berhasil. Ia tahu bagaimana karakter Hamid yang diurusnya sejak kecil."Mami, Papi, dengarkan aku," cegah Hamid saat kedua orang tuanya bertengkar hebat. Lexy pun hanya diam mengamati."Kalian nggak perlu bertengkar, aku yang akan mengalah. Aku dan Raline akan segera meninggalkan semua ini. Termasuk rumah ini. Aku akan memulai hidup baru bersama Raline," ucap Hamid tegas."Tidak, Hamid!" sergah Tuan Amran."Maaf, Pi. Kali ini aku nggak bisa menuruti keinginan Papi. Aku akan tetap pergi. Semua demi kebaikan kita semua," jawab Hamid lugas."Baguslah," sahut Marissa tersenyum sinis.Hamid tetap dengan keputusannya walau Tuan Amran terus mendesaknya dengan berbagai cara. Hamid tidak ingin ia dan Raline menjadi penyebab kehancuran rumah tangga o
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen