Home / Romansa / AKUN PALSU CALON SUAMI / Mulai Menyusun Rencana

Share

Mulai Menyusun Rencana

Author: Gyuu_Rrn
last update Last Updated: 2022-03-30 22:33:59

"Eyang Putri!"

Dinda berteriak kala melihat seorang wanita paruh baya yang tengah duduk di kursi roda seraya menikmati sebuah apel.

Mega--yang tak lain adalah nama asli dari Eyang Putri, menoleh ke sumber suara, seulas senyuman terpancar dari bibirnya, ketika melihat cucu perempuan satu-satunya itu datang.

"Ya ampun, cucu Eyang datang, tapi gak kasih kabar dulu," ujar Mega seraya merangkul Dinda dengan penuh cinta.

"Maafin, Dinda, Eyang. Soalnya Dinda sama Ibu dadakan ke sininya, jadi gak sempet kabarin, Eyang."

Mega menggeleng, dia mengusap rambut hitam legam milik cucunya itu dengan penuh kasih sayang.

"Tidak apa-apa, Sayang. Eyang, hanya sedih, karena gak bisa nyiapin makanan kesukaan kamu." 

Pandangan Mega pun tidak lepas memperhatikan ke arah tangan Dinda. 

"Lihatlah, kamu sangat kurus, Dinda. Apa kamu makan dengan baik?"

Dinda mengangguk, dia langsung berjalan ke arah belakang tubuh Mega dan gegas mendorong kursi roda masuk ker rumah.

Sementara itu, Anjani mengikuti keduanya dari belakang tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Aku makan dengan baik, Eyang. Tetapi, mungkin karena akhir-akhir ini aku sedikit stres, jadinya berat badanku turun drastis."

Mega berdecak, dia mengusap tangan Dinda yang berada tepat di belakangnya.

"Nak, jangan terlalu di pikirkan. Kamu harus belajar dari, Ibumu."

"Maksud, Eyang?"

Namun, belum sempat Mega menjawab pertanyaan Dinda. Anjani, sudah lebih dulu mendahuluinya.

"Eyang, jangan berkata yang tidak-tidak pada, Dinda!" Anjani memprotes.

Namun, semuanya tidak dihiraukan oleh Mega. Karena dia tahu, dia tidak mungkin menceritakan hal yang tidak perlu.

"Kamu tahu, Dinda. Ibumu, itu begitu berpikir keras sebelum pernikahan, pada akhirnya tepat di hari pernikahannya, dia begitu kurus dan pucat seperti mayat. Eyang, benar-benar marah padanya!"

Mega mengatakan hal tersebut tepat ketika mereka bertiga sampai di ruang keluarga. Dengan di bantu oleh seorang perawat, Mega pindah ke sebuah sofa.

"Bukan hanya itu, Dinda. Eyangmu sampai memarahi Eyang Putri habis-habisan, dia pikir kalau ini semua Eyang Putri yang perintahkan, padahal sebenarnya tidak."

Dinda dan Mega begitu asyik bercerita, mengenai pernikahan Anjani dengan mendiang Ayahnya Dinda dulu.

Tidak pernah Dinda bayangkan, kalau pernikahan mendiang Ayah dan Ibunya pernah mendapatkan pertentangan dari dua belah pihak keluarga.

Akan tetapi, karena kegigihan mendiang Ayahnya, akhirnya kedua bisa resmi menikah, meskipun hanya bertahan selama beberapa tahun saja, di karenakan Ayahnya Dinda meninggal karena terserang kanker.

"Tidak bisa aku bayangkan, bagaimana amarah Eyang pada saat itu," ujar Dinda di sela-sela kekehan.

"Ah, Eyang Putri saja sampai ketakutan," balas Mega sembari menunduk, membayangkan kejadian beberapa tahun silam.

Selang beberapa menit kemudian, terdengar suara derap langkah seseorang yang menuruni anak tangga. 

Dinda, Anjani dan Mega mendongak, menatap seorang pria paruh baya, di mana sebuah kacamata bertengger di wajahnya yang sudah termakan usia, belum lagi rambutnya pun sudah memutih.

"Eyang!" pekik Dinda seraya bangkit dari duduk, berlari ke arah Bramantyo dan memeluknya dengan erat. "Eyang, apa kabar?"

"Kabar baik. Bagaimana dengan cucu Eyang yang cantik ini?"

Dinda tersipu malu, dia semakin mengeratkan pelukannya di tubuh Bramantyo yang masih terlihat kekar dan sehat di usianya yang sekarang.

"Baik juga, Eyang."

"Ngomong-ngomong ke mana, Arkan?"

Sontak, raut wajah Dinda berubah masam, wanita itu terlihat mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Aku tidak tahu, Eyang. Memangnya kenapa?"

Bramantyo menggeleng pelan, dia menarik tangan cucunya untuk kembali duduk di sofa.

"Tidak apa-apa, padahal Eyang baru saja memanggilnya ke sini."

Seketika saja, kedua bola mata Dinda melebar, dia menatap tidak percaya ke arah Bramantyo.

"Apa?! Te-tetapi, untuk apa?" 

"Tentu saja untuk membicarakan tentang pernikahan kalian," balas Bramantyo tanpa ragu.

Dinda terdiam selama beberapa detik, sebelum akhirnya bangkit dari duduk, berpamitan pada ketiga anggota keluarganya yang lainnya.

"Aku pamit dulu ke belakang."

***

Tepat di pinggir kolam ikan yang berada di belakang rumah, Dinda terduduk seraya termenung.

Ada banyak hal yang terlintas di kepalanya, termasuk bagaimana cara untuk membuktikan kepada seluruh keluarga, agar bisa mempercayainya semua kecurangan yang Arkan lakukan.

Karena Dinda tidak ingin, memberikan semuanya tanpa rencana yang begitu matang. Dinda ingin Arkan benar-benar hancur saat itu juga.

Hingga tiba-tiba saja, terlintas sebuah ide di kepala Dinda dan tanpa membuang waktu, dia langsung menghubungi orang begitu dia percaya.

"Dzikri, kamu sibuk tidak?" tanya Dinda melalui sambungan telepon.

"Tidak, Din. Memangnya kenapa?"

Orang yang Dinda hubungi tak lain adalah Dzikri--sekertarisnya sekaligus teman dekat Dinda.

Di luar pekerja, Dinda dan Dzikri memang mengobrol layaknya teman pada umumnya. Tetapi, semuanya tidak berlaku lagi, ketika mereka berada di kantor.

Bagaimanapun itu, Dinda dan Dzikri harus bersikap profesional dalam hal pekerjaan.

"Tolong bantu aku, Kamu bisa, 'kan?"

"Tentu saja, memangnya ada apa."

"Tunggu sebentar, akan aku mengirimkannya melalui pesan teks," ucap Dinda seraya mengotak-atik ponselnya selama beberapa saat, kemudian mengirimkan sebuah tangkapan layar pada nomor Dzikri.

"Sudah aku kirimkan, apa kamu sudah menerimanya?"

"Tentu saja. Tetapi, menyuruhku untuk mencari tahu tentang Arkan dan ... Nadin? Serta ini akun milik siapa, kenapa--"

"Kamu laksanakan saja perintahku, nanti akan aku jelaskan. Sudah, ya, aku melihat ada Arkan di sini!"

Bip!

Dinda segera mematikan sambungan telepon dan langsung berpura-pura tengah memainkan gawai, serta tidak melihat kedatangan Arkan.

"Sayang, ternyata kamu di sini!" seru Arkan. Pria itu langsung berlari ke arah Dinda dan berjongkok tepat di sampingnya.

"Sayang, kapan kamu ke sini?"

Dinda kembali bersandiwara, dia berpura-pura menjadi wanita b*d*h di hadapan Arkan. Dia ingin menguji, seberapa jauh Arkan bermain.

Karena setelah itu, Dinda akan memastikan, kalau Arkan akan jatuh ke dalam lubang yang telah dia buat sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • AKUN PALSU CALON SUAMI   Hal Penting yang Dzikri Ketahui

    "Ada apa Fauzi dan ... siapa mereka?" tanya wanita paruh baya yang memakai tudung kepala dari anyaman bambu.Fauzi menghela napas panjang, dia bergegas turun dari teras, menghampiri kedua orang tuanya yang masih mematung di tempat dengan raut wajah kebingungan."Lebih baik kita ngobrol di dalam saja. Soalnya ini masalah yang cukup serius," balas Fauzi sambil menoleh ke belakang, menatap Dinda dan Dzikri sekilas.Sontak saja, kedua orang tua Fauzi saling pandang dengan cukup lama. Keduanya seakan-akan berbicara melalui lirikan mata. Fauzi yang sadar akan hal itu, kembali berbalik, melangkah ke hadapan Dinda dan Dzikri yang tengah bungkam."Mas, Mbak, ayo masuk! Biar kita bicarakan semuanya di dalam," ajak Fauzi dengan ramah kepada Dinda dan Dzikri."Baik, terima kasih. Ayo, Dinda kita masuk!""Ayo!"Baru ketika Dinda bangkit dari duduk, kedua orang tua Fauzi datang menghampirinya dan Dzikri."Iya, kalian boleh masuk dulu. Kami akan bersih-bersih sebentar," pesan Ibunya Fauzi."Baik, B

  • AKUN PALSU CALON SUAMI   Kerabat Nadin

    Sepanjang perjalanan menuju rumah kerabat mendiang kedua orang tua angkat Nadin, pikiran Dzikri dan Dinda terus saja berkecamuk.Dalam benak masing-masing, terus terbesit berbagai ribu pertanyaan mengenai alasan kenapa Nadin bisa sampai tega membunuh orang tua angkatnya.Entah hanya itu tuduhan semata atau memang benar begitu adanya. Tetapi, Dinda masih saja tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Tiba-tiba saja, dalam benak Dinda terlintas sekilas bayangan tentang Nadin yang pertama kali dia temui. Di mana wanita itu terlihat begitu polos dan baik, tampang seperti pembunuh maupun wanita perusak hubungan orang, benar-benar nyaris tak terlihat.Bagi Dinda, Nadin terlihat seperti wanita pada umumnya saja. Tidak ada sedikitpun rasa curiga dalam hatinya terhadap Nadin."Lagi ngelamunin apaan?" tanya Dzikri sembari menyenggol lengan Dinda.Sontak, Dinda menoleh, kemudian menggeleng pelan."Tidak, aku lagi memikirkan tentang Nadin saja. Aku--""Ini rumahnya," potong si wanita paruh baya

  • AKUN PALSU CALON SUAMI   Mencari Tahu Soal Nadin

    "Jadi, ini tempatnya?" tanya Dinda pada pria yang duduk di sampingnya, yaitu yang tidak lain adalah Dzikri.Kebetulan sekali, hari ini Dinda dan Dzikri memilih untuk tidak masuk kantor. Keduanya sepakat untuk datang ke desa tempat di mana dulu Nadin tinggal.Selain perjalannya yang cukup memakan waktu, belum lagi kondisi jalanan serta hal lainnya yang membuat Dinda dan Dzikri sampai di desa tersebut di luar perkiraan keduanya. Beberapa kali Dzikri menghela napas, kala netranya menatap jalanan yang hanya berlapiskan batu serta tanah merah. Tidak bisa dia bayangkan, bagaimana kondisi jalan ini ketika diterpa hujan."Sepertinya memang betul. Tetapi, apa kamu merasa tidak aneh?" tanya Dzikri sambil menoleh ke arah Dinda. Kebetulan dia tengah menepikan mobil di pinggir jalan, berisitirahat sejenak."Maksudmu?" Dinda malah balik bertanya sambil menatap layar gawainya.Wanita itu sedikit kesal, karena jaringan internet susah sekali dia dapatkan ketika masuk ke desa ini. Malahan sedari tadi

  • AKUN PALSU CALON SUAMI   Keributan di rumah Ella

    "Mas, ada apa? Coba ceritakan secara jelas!" pinta Ella pada Tomo.Tomo yang tampak begitu kebingungan dan putus asa, terus menjambak rambutnya dengan kasar seraya terus berjalan mondar-mandir, dia tidak terlalu menghiraukan permintaan istrinya.Ella yang sadar, kalau Tomo tengah amat kebingungan, gegas menghampiri Tomo, mengenggam tangan suaminya itu dengan kasar."Mas, sudah diam dulu! Sekarang ceritakan padaku, sebenarnya ada apa?! Aku tidak akan pernah tahu, kalau kamu terus bersikap seperti ini."Ella yang terlanjur kesal dengan suaminya, tidak ragu berteriak di depan wajah Tomo hingga pria itu terpaku di tempat.Sesekali Tomo menghela napas panjang, dia bergegas melangkah menuju kursi kayu yang ada di depan rumahnya dan segera mendaratkan bobot tubuh di atasnya."Ella, kamu tahu, Burhan, 'kan?""Tentu saja, memangnya siapa yang tidak tahu dengan Burhan, dia 'kan sosok orang kaya yang--""Stop!" Tiba-tiba saja Tomo berteriak, memotong ucapan Ella dengan cepat, hingga wanita itu t

  • AKUN PALSU CALON SUAMI   Tomo

    Arkan tampak gelagapan, kedua bola matanya bergerak dengan cepat, terlihat pula jika jari tangannya saling bertautan, meremas satu sama lain.Kentara sekali, kalau Arkan begitu gugup dengan pertanyaan Dinda. Malahan sesekali dia menelan ludah, berusaha menenangkan dirinya sendiri."Be-benarkah seperti itu, Sayang? Ah, gila sekali! Padahal dia mengatakan padaku sudah mengajak beberapa karyawan yang lain," dalih Arkan di depan Dinda. Malahan Arkan sampai menyilangkan tangan di dada sembari memasang wajah kesalnya. Melihat akting Arkan yang cukup baik, Dinda langsung tersenyum tipis. Dalam hati, dia tidak ragu memberikan Arkan dua jempol sekaligus."Tentu saja, jadi kamu tidak tahu soal itu?"Arkan menggeleng cepat, berusaha berakting sebaik mungkin di depan Dinda. "Tidak, Sayang. Dia benar-benar pendusta, aku benci manusia seperti itu," ucap Arkan dengan penuh penekanan di tiap kalimat.Mendengar hal tersebut, rasanya perut Dinda langsung bergejolak. Ingin rasanya dia memuntahkan sei

  • AKUN PALSU CALON SUAMI   Desakan Ibu Arkan

    Dinda mengangguk pelan, dia meletakkan beberapa makanan yang sempat dia bawa dari rumah, termasuk buah-buahan dan makanan sehat untuk Arkan.Meskipun Dinda telah di sakiti oleh Arkan, tetapi dia masih sedikit memiliki rasa peri kemanusiaan pada orang tersebut. Dalam pikiran Dinda, dia tidak akan berhenti berbuat baik pada orang lain, meskipun orang tersebut justru berbuat jahat padanya. Karena biar Tuhan saja yang membalas semuanya. "Baik, Ma." Dinda duduk tepat di samping Ella."Dinda, bagaimana dengan persiapan pernikahannya?" tanya Ella dengan begitu antusias sembari mengenggam tangan calon menantunya.Dinda yang sebenarnya cukup malas, ketika membahas tentang pernikahannya dengan Arkan, hanya bisa menjawab dengan asal-asalan saja. Terpenting bagi Dinda adalah, apa yang dia berikan pada Ibunya Arkan cukup masuk akal. Biarkan saja wanita itu tahu semuanya nanti."Ya, begitu saja, Ma. Lagipula pernikahan kami masih lama. Jadi, hanya baru beberapa persen saja."Ella menghela napas

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status