LOGIN"Pagi, Bu. Ada tamu yang menunggu di lobi. Katanya perwakilan dari Karya Pradipandya,” ucap salah seorang pelayan yang mendekat.
“Oh, suruh tunggu sebentar.” Ghea langsung memanggil Saka, memintanya keluar dari kolam. “Sak, udah satu jam. Udah selesai berenangnya.”“Yahhh…” sahut Saka dengan cemberut, meski segera berenang ke pinggir kolam dan menaiki tangga.“Kalau anaknya masih mau berenang, biar kami yang tunggu, Ibu,” kata pelayan.Ghea menggeleng, tidak berani menyerahkan pengawasan Saka selain kepada orang kepercayaan keluarganya. Jika Satria tahu, jelas akan langsung mengomelinya. Apalagi kalau Bu Laras atau Kakek Rahmat tahu, Ghea pasti akan mendapat teguran.“Enggak usah, Mbak. Emang dikasih waktunya cuma sejam. Biar disiplin juga.”“Ooh, begitu.”Ghea mengangguk, segera merentangkan jubah handuk ketika Saka berjalan ke arahnya. “Dingin enggak?”“Enggak,” jawab Saka, menyelipkan tangan kanannya dulu bar"Pagi, Bu. Ada tamu yang menunggu di lobi. Katanya perwakilan dari Karya Pradipandya,” ucap salah seorang pelayan yang mendekat.“Oh, suruh tunggu sebentar.” Ghea langsung memanggil Saka, memintanya keluar dari kolam. “Sak, udah satu jam. Udah selesai berenangnya.”“Yahhh…” sahut Saka dengan cemberut, meski segera berenang ke pinggir kolam dan menaiki tangga.“Kalau anaknya masih mau berenang, biar kami yang tunggu, Ibu,” kata pelayan.Ghea menggeleng, tidak berani menyerahkan pengawasan Saka selain kepada orang kepercayaan keluarganya. Jika Satria tahu, jelas akan langsung mengomelinya. Apalagi kalau Bu Laras atau Kakek Rahmat tahu, Ghea pasti akan mendapat teguran.“Enggak usah, Mbak. Emang dikasih waktunya cuma sejam. Biar disiplin juga.”“Ooh, begitu.”Ghea mengangguk, segera merentangkan jubah handuk ketika Saka berjalan ke arahnya. “Dingin enggak?”“Enggak,” jawab Saka, menyelipkan tangan kanannya dulu bar
Ghea meletakkan tablet di meja dan bersedekap. “Aku enggak akan bantu sampai tahu tujuan kamu apa, sampai yakin soal perasaanmu. Kanaya udah terlalu sabar dan—”“Kanaya terlalu sabar?”“Iya. Kanaya terlalu sabar dan kamu terlalu mencurigakan. Jadi, ayo kita perjelas. Apa tujuanmu, Mas?”Satria menghela napas panjang. Ia tahu Ghea bukan tipe yang akan menurut begitu saja. “Aku mau Kanaya jadi istri yang seharusnya, dan pernikahan kami lebih baik dari sebelumnya.”“Kalau mau begitu, kamu juga harus berproses jadi suami yang seharusnya. Pernikahan itu bergerak ke arah baik atau buruk tergantung pemimpinnya.”Satria menyipitkan mata. “Menurutmu aku bukan suami yang seharusnya?”“Aku tahu, Mas ... kamu mau bawa Kanaya balik ke Surabaya. Tapi untuk kondisi sekarang, itu bukan pilihan bijak. Mbak Wafa sampai rela ngurusin adik iparnya, gantiin Bunda Syaiba yang harus pantau keadaan Kakek Rahmat."“Kehidupan kami di sana.”
“Semua brankas kamu tipe retina sensor. Cuma bisa dibuka sama kamu atau Kanaya.”“Oh iya!” Satria baru teringat dan berpikir keras. “Oke, kalau gitu, siapkan kamar lain jadi kamar utama dulu.”“Gimana maksudnya?”“Siapkan kamar lain di rumah aku jadi kamar utama. Begitu Kanaya pulang dan cukup teralihkan, aku akan urus isi brankas itu.”Daffa memejamkan mata sejenak, sadar maksud Satria.“Satria, jangan bilang kamu berencana mengatur ulang ingatannya Kanaya.”“Cuma perbaikan situasi di sana-sini.”“Perbaikan situasi?”“Aku cuma suami yang sibuk, bukan suami yang buruk. Kamu tahu aku pantas dapat semua perhatian dan cinta Kanaya.”“Cintanya Kanaya?” Daffa langsung tergelak, terpingkal-pingkal sampai mengusap sudut mata. “Cinta, kamu bilang?”Brengsek. Satria paling kesal kalau ucapannya dijadikan bahan tertawaan.“Aku hitung sampai tiga ya, Fa.”Daffa tetap tergelak meski menco
“Kamu ketemu Kanaya besok aja. Aku harus atur beberapa hal dulu.” “Ngatur apa?” tanya Ghea penasaran. “Jangan banyak tanya, dan jangan dulu kirim barang-barang dari Surabaya. Ikutin semua arahanku.” “Ya! Tapi harus jelas juga maksudmu—” Ghea terpotong oleh getaran ponselnya. “Ah, Ibu nih … mau ngomong sama kamu soal Kanaya.” Satria beralih duduk, menunggu Ghea mengatur posisi ponsel dan menerima panggilan video itu. Wajah Bu Risma terlihat sedih, bercucuran air mata. “Naya ... gimana? Kamu bagaimna bawa mobilnya sampai kecelakaan begitu?" “Ghea sudah cerita apa saja ke Ibu?" Tanya Satria sembari melirik tajam ke arah sepupunya itu. Bu Risma bercerita sebagaimana yang diceritakan oleh keponakan suaminya itu. "Ya, begitulah, Bu ... masih sama aja kondisinya. Minta doanya ya, Bu ... Untuk saat ini, belum bisa mengingat semuanya,” jawab Satria muram. Ghea mengelus pelan lengan kakak sepu
Satria mengelus punggung anaknya dan berjalan ke pintu di belakangnya, menggesernya hingga cukup untuk mereka masuki. Ia saling pandang dengan Kanaya yang tampak menahan napas. “Saka .…” panggil Kanaya lembut. Satria terkesiap. Cara Kanaya memanggil nama itu sama, enggak berubah. Lengan kanan istrinya juga terangkat begitu saja. “Mamaaa .…” seru Saka antusias, tangannya terulur, berusaha meraih Kanaya. Satria mempercepat langkahnya, mendekatkan mereka, dan mendapati Kanaya tersenyum lebar tatkala Saka beringsut ke sisi kanan tubuhnya, memeluk erat. “Mama lama bangunnya .…” ucap Saka pelan, suaranya teredam di dada Kanaya. Kanaya menunduk, menciumi helaian rambut ikal anaknya, juga pelipisnya yang lembut dengan aroma susu dan buah raspberry-lime. “Iya, maaf ya … Saka pasti kangen banget, ya?” “Iya.” Saka menegakkan diri dan duduk baik-baik. “Enggak boleh peluk lama, soalnya Mama sakit.” Kanaya tertawa kecil. Ada rasa bahagia yang tak bisa ia ungkapkan setelah melihat, m
"Apakah selama kita menikah, Saka juga memanggilmu, Papa?”"Tentu. Aku, kan ayahnya.""Soalnya, bagi Saka ... papanya ya, Mas Kanzu. Mamanya itu, Kak Ainun.""Itu, dulu ... setelah Saka tinggal bersama kita. Dia juga memanggil kita berdua mama dan papa." Kanaya mendengkus. “Saka lebih suka mandi air hangat atau dingin?” “Hangat. Sama kayak aku.” “Warna favoritnya?” “Biru dan hijau. Lagi-lagi sama kayak aku.” “Ck! Kamu sengaja pamer, ya?” “Buat apa pamer? Memang anaknya mirip aku banget.” Kanaya kembali menyesap kuah kaldu. “Makanan favoritnya?” “Belakangan ini DinoJelly sama DinoCookies.” “Belakangan ini?” “Dia belum konsisten soal makanan favorit. Tapi akhir-akhir ini suka makan itu, buatan Mama Nununnya. Sebelumnya kamu yang selalu buatkan untuknya, Nay ...." “Oh, apakah dia sekarang semakin pinta







