LOGINGhea meletakkan tablet di meja dan bersedekap. “Aku enggak akan bantu sampai tahu tujuan kamu apa, sampai yakin soal perasaanmu. Kanaya udah terlalu sabar dan—”
“Kanaya terlalu sabar?”“Iya. Kanaya terlalu sabar dan kamu terlalu mencurigakan. Jadi, ayo kita perjelas. Apa tujuanmu, Mas?”Satria menghela napas panjang. Ia tahu Ghea bukan tipe yang akan menurut begitu saja. “Aku mau Kanaya jadi istri yang seharusnya, dan pernikahan kami lebih baik dari sebelumnya.”“Kalau mau begitu, kamu juga harus berproses jadi suami yang seharusnya. Pernikahan itu bergerak ke arah baik atau buruk tergantung pemimpinnya.”Satria menyipitkan mata. “Menurutmu aku bukan suami yang seharusnya?”“Aku tahu, Mas ... kamu mau bawa Kanaya balik ke Surabaya. Tapi untuk kondisi sekarang, itu bukan pilihan bijak. Mbak Wafa sampai rela ngurusin adik iparnya, gantiin Bunda Syaiba yang harus pantau keadaan Kakek Rahmat."“Kehidupan kami di sana.”<Ghea meletakkan tablet di meja dan bersedekap. “Aku enggak akan bantu sampai tahu tujuan kamu apa, sampai yakin soal perasaanmu. Kanaya udah terlalu sabar dan—”“Kanaya terlalu sabar?”“Iya. Kanaya terlalu sabar dan kamu terlalu mencurigakan. Jadi, ayo kita perjelas. Apa tujuanmu, Mas?”Satria menghela napas panjang. Ia tahu Ghea bukan tipe yang akan menurut begitu saja. “Aku mau Kanaya jadi istri yang seharusnya, dan pernikahan kami lebih baik dari sebelumnya.”“Kalau mau begitu, kamu juga harus berproses jadi suami yang seharusnya. Pernikahan itu bergerak ke arah baik atau buruk tergantung pemimpinnya.”Satria menyipitkan mata. “Menurutmu aku bukan suami yang seharusnya?”“Aku tahu, Mas ... kamu mau bawa Kanaya balik ke Surabaya. Tapi untuk kondisi sekarang, itu bukan pilihan bijak. Mbak Wafa sampai rela ngurusin adik iparnya, gantiin Bunda Syaiba yang harus pantau keadaan Kakek Rahmat."“Kehidupan kami di sana.”
“Semua brankas kamu tipe retina sensor. Cuma bisa dibuka sama kamu atau Kanaya.”“Oh iya!” Satria baru teringat dan berpikir keras. “Oke, kalau gitu, siapkan kamar lain jadi kamar utama dulu.”“Gimana maksudnya?”“Siapkan kamar lain di rumah aku jadi kamar utama. Begitu Kanaya pulang dan cukup teralihkan, aku akan urus isi brankas itu.”Daffa memejamkan mata sejenak, sadar maksud Satria.“Satria, jangan bilang kamu berencana mengatur ulang ingatannya Kanaya.”“Cuma perbaikan situasi di sana-sini.”“Perbaikan situasi?”“Aku cuma suami yang sibuk, bukan suami yang buruk. Kamu tahu aku pantas dapat semua perhatian dan cinta Kanaya.”“Cintanya Kanaya?” Daffa langsung tergelak, terpingkal-pingkal sampai mengusap sudut mata. “Cinta, kamu bilang?”Brengsek. Satria paling kesal kalau ucapannya dijadikan bahan tertawaan.“Aku hitung sampai tiga ya, Fa.”Daffa tetap tergelak meski menco
“Kamu ketemu Kanaya besok aja. Aku harus atur beberapa hal dulu.” “Ngatur apa?” tanya Ghea penasaran. “Jangan banyak tanya, dan jangan dulu kirim barang-barang dari Surabaya. Ikutin semua arahanku.” “Ya! Tapi harus jelas juga maksudmu—” Ghea terpotong oleh getaran ponselnya. “Ah, Ibu nih … mau ngomong sama kamu soal Kanaya.” Satria beralih duduk, menunggu Ghea mengatur posisi ponsel dan menerima panggilan video itu. Wajah Bu Risma terlihat sedih, bercucuran air mata. “Naya ... gimana? Kamu bagaimna bawa mobilnya sampai kecelakaan begitu?" “Ghea sudah cerita apa saja ke Ibu?" Tanya Satria sembari melirik tajam ke arah sepupunya itu. Bu Risma bercerita sebagaimana yang diceritakan oleh keponakan suaminya itu. "Ya, begitulah, Bu ... masih sama aja kondisinya. Minta doanya ya, Bu ... Untuk saat ini, belum bisa mengingat semuanya,” jawab Satria muram. Ghea mengelus pelan lengan kakak sepu
Satria mengelus punggung anaknya dan berjalan ke pintu di belakangnya, menggesernya hingga cukup untuk mereka masuki. Ia saling pandang dengan Kanaya yang tampak menahan napas. “Saka .…” panggil Kanaya lembut. Satria terkesiap. Cara Kanaya memanggil nama itu sama, enggak berubah. Lengan kanan istrinya juga terangkat begitu saja. “Mamaaa .…” seru Saka antusias, tangannya terulur, berusaha meraih Kanaya. Satria mempercepat langkahnya, mendekatkan mereka, dan mendapati Kanaya tersenyum lebar tatkala Saka beringsut ke sisi kanan tubuhnya, memeluk erat. “Mama lama bangunnya .…” ucap Saka pelan, suaranya teredam di dada Kanaya. Kanaya menunduk, menciumi helaian rambut ikal anaknya, juga pelipisnya yang lembut dengan aroma susu dan buah raspberry-lime. “Iya, maaf ya … Saka pasti kangen banget, ya?” “Iya.” Saka menegakkan diri dan duduk baik-baik. “Enggak boleh peluk lama, soalnya Mama sakit.” Kanaya tertawa kecil. Ada rasa bahagia yang tak bisa ia ungkapkan setelah melihat, m
"Apakah selama kita menikah, Saka juga memanggilmu, Papa?”"Tentu. Aku, kan ayahnya.""Soalnya, bagi Saka ... papanya ya, Mas Kanzu. Mamanya itu, Kak Ainun.""Itu, dulu ... setelah Saka tinggal bersama kita. Dia juga memanggil kita berdua mama dan papa." Kanaya mendengkus. “Saka lebih suka mandi air hangat atau dingin?” “Hangat. Sama kayak aku.” “Warna favoritnya?” “Biru dan hijau. Lagi-lagi sama kayak aku.” “Ck! Kamu sengaja pamer, ya?” “Buat apa pamer? Memang anaknya mirip aku banget.” Kanaya kembali menyesap kuah kaldu. “Makanan favoritnya?” “Belakangan ini DinoJelly sama DinoCookies.” “Belakangan ini?” “Dia belum konsisten soal makanan favorit. Tapi akhir-akhir ini suka makan itu, buatan Mama Nununnya. Sebelumnya kamu yang selalu buatkan untuknya, Nay ...." “Oh, apakah dia sekarang semakin pinta
“Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Kanaya sambil menatap Satria. “Kita pergi bertiga ke Yogyakarta untuk liburan di Camping Park Merapi selama tiga hari. Lalu di hari terakhir, saat perjalanan cari oleh-oleh, terjadi kecelakaan. Jeep kita ditabrak truk yang remnya blong.” Napas Kanaya tertahan. “Bertiga, apakah bersama Saka juga. Bagaimana keadaannya ... apakah anakku baik-baik saja.” “Ya, dia baik-baik saja! Saka ada di sini selama kamu dirawat. Dia sangat sehat dan ceria. Baru kemarin dia ikut sepupu suamimu ke hotel,” jelas dr. Jihan “Aku ingin menemuinya, tolong,” pinta Kanaya, tidak bisa menunggu lebih lama. “Enggak!” ucap Satria. Enggak? ulang Kanaya dalam hati. Kesedihan yang muncul membuatnya kembali menangis. Ia tidak tahu kenapa rasanya sangat sakit mendengar Satria menolak permintaannya. “Kamu enggak bisa langsung begitu aja ketemu dia, Nay.” “Ya, tolonglah ...” kata Wafa, meny







