AMBIL SAJA SUAMIKU 2
Aku memasukkan barang-barang Mas Arkan ke dalam koper dibawah tatapan mata jernih Celia. Barang-barang ini tinggal sebagian. Setengahnya lagi sudah dibawa Mas Arkan ke rumah baru yang akan dia tempati bersama Mayang."Kita mau jalan-jalan?"Aku meletakkan sepotong kemeja terakhir, menghela napas panjang dan menatap gadis kecilku yang cantik itu. Packing baginya adalah jalan-jalan. Setahun lalu, Mas Arkan mengajak kami jalan-jalan ke Bogor saat ulang tahun Celia yang ke empat. Kami mengunjungi Taman Safari, menginap di hotel daerah puncak, dan berkeliling naik kuda di Cimory Dairyland. Bagi Celia itu adalah kenangan indah tak terlupakan. Kenangan terakhir bersama Sang Ayah sebelum kehadiran Mayang menghancurkan semua."Nanti kita akan jalan-jalan sama Eyang Putri dan Eyang Kakung."Aku mencoba tersenyum meski di dalam sini, hatiku perih tak terkira. Bagaimanapun, dulu kami pernah sangat saling mencintai."Kenapa nggak sama Ayah?""Ayah ada tugas keluar kota. Tugasnya lamaaaa. Jadi, Celia jangan tanya-tanya Ayah dulu ya. Kasihan, nanti Ayah nggak tenang disana."Rabb, aku terpaksa berbohong. Bagaimana mungkin aku mengatakan pada anak berusia lima tahun bahwa ayahnya sudah menikah lagi dan akan tinggal bersama perempuan lain?Celia tampak berpikir sejenak. Tak lama, dia mengangguk dan kembali asyik dengan buku magic waternya. Aku menutup resleting koper dan memandang berkeliling, kalau-kalau ada barang Mas Arkan yang ketinggalan. Lalu, pandanganku terpaku pada foto Mas Arkan yang sedang menuntun kuda poni yang ditunggangi Celia. Itu foto kenangan yang diambil fotografer dadakan disana dan kami memutuskan membayar dan membawanya pulang.Mungkin, Mas Arkan menginginkan. Hubungan denganku akan segera terputus saat palu hakim diketuk, tapi, selamanya, Celia adalah putrinya. Nanti jika akan menikah, Celia tetap butuh Mas Arkan sebagai walinya.Kuputuskan memasukkan foto berbingkai itu ke dalam koper. Selesai. Kutarik koper itu keluar dan mulai memanaskan mobil. Mas Arkan memang benar sedang keluar kota hari ini. Dia sempat cerita akan segera mendapatkan tender besar, berupa pembangunan stadion olahraga di ibukota provinsi tempat kami tinggal."Kalau proyek ini selesai, kita bahkan bisa jalan-jalan keluar negeri tanpa suntikan dana dari Papamu, Kay."Tapi itu dulu, sebelum perselingkuhan mereka terbongkar dan Mas Arkan memutuskan menikahi Mayang sekalian.Aku tersenyum miris. Kamu nggak akan pernah memenangkan tender proyek itu, Mas. Kamu bahkan tidak akan pernah memenangkan apapun lagi. Dan kamu akan melihat, sampai dimana perempuan yang mengaku mencintaimu itu setia mendampingi saat kau berada di titik nadir.Aku memasukkan koper Mas Arkan ke dalam bagasi mobil dan pamit pada Bik Asih. Pembantuku yang setia, yang sudah kuanggap keluarga sendiri itu menatapku dengan mata berkaca-kaca. Dia tahu dengan pasti apa yang terjadi pada rumah tanggaku."Titip Celia, Bik. Tolong isikan pulpen air nya kalau sudah habis ya."Bik Asih hanya menganggukkan kepala. Dia masih mengawasiku dari depan pintu pagar dan menutup pagarnya lagi begitu aku keluar. Aku tahu bahwa aku bisa mempercayakan Celia padanya. Keluarga Bik Asih, turun temurun bekerja pada keluarga Papa dan Mama.Setelah menempuh tiga puluh menit berkendara, aku akhirnya tiba di sebuah rumah minimalis yang jelas sekali masih baru. Cat-nya berwarna kuning gading, dengan kusen-kusen berwarna mahoni. Aku tersenyum getir. Selain merampas suamiku, dia bahkan meniru warna cat rumahku.Aku turun dan mendorong pagar, lalu naik lagi ke dalam mobil dan melaju, melewati catport dari batu alam yang juga masih baru. Carport-nya kosong, itu artinya, Mas Arkan tak ada di rumah.Aku turun dan mengeluarkan koper dari bagasi, menyeretnya ke teras dan mengetuk pintu depan."Iyaaa, Mass! Sebentar, Sayaangg!"Kudengar suara Mayang dari dalam. Rupang dia mengira Mas Arkan yang pulang."Aku kira Mas masih besok pulangnya, pasti kangen sama … "Pintu terbuka, suaranya menghilang dan matanya seketika membola melihat aku berdiri di hadapannya."Kayyisa?"Aku mendorong koper Mas Arkan mendekat."Aku kemari mengantarkan koper Mas Arkan. Mulai hari ini dia bukan suamiku lagi. Silakan, nikmati barang hasil rampasanmu sepuasnya."Wajah itu langsung memerah. Dia menatap koper itu sejenak, lalu beralih padaku."Hanya sampai disitu perjuanganmu, Kay? Kukira tadinya kau akan berjuang mempertahankan suamimu, sorry, suami kita."Senyumnya jelas menghina. Aku membalas senyum itu sedikit."Sebelum kalian menikah, aku memang berjuang untuk mempertahankan suamiku, Mayang. Tapi, ketika dia sudah menikahmu dan aku memang tak pernah berniat diduakan, maka, kuserahkan dia padamu. Aku tak mau menghabiskan hidupku dengan terus cemburu dan memikirkan kalian. Aku bukan perempuan yang suka merusak pagar ayu."Wajahnya makin merah padam. Dia diam, seperti orang kehabisan kata-kata. Padahal di status WA dan semua akun sosial media nya, dia begitu pandai bicara dan memutar balikkan fakta."Okey, semoga kalian bahagia. Dan kuharap, kau tetap ada disisinya apapun yang terjadi nanti."Seperti mendapat angin segar atas perkataanku, Mayang tersenyum."Oh, tentu saja. Aku akan tetap disisinya bagaimanapun keadaan Mas Arkan nanti. Karena kami sangat saling mencintai.""Great. Selamat tinggal mantan sahabatku."Aku berbalik dan meninggalkannya. Bisa kurasakan matanya mengawasi punggungku. Dengan sengaja, aku memutar mobil di carport dan memutar melindas rumput jepang mahalnya. Keluar dari pagar, kulihat Mayang berlari keluar rumah dan menutup pagar itu sambil bibirnya komat kamit entah bicara apa.Kenapa? Marah? Rumah itu, dan semua bagiannya, dibeli oleh uang suamiku. Ya, aku tahu dengan pasti bahwa rumah itu dibeli Mas Arkan beberapa bulan sebelum mereka menikah.Ponselku di atas dashboard bergetar. Kuusap layarnya dengan sebelah tangan dan sebuah pesan dari seseorang langsung tampil di halaman muka.(Arkan sedang berjalan menuju jurang kehancuran, Kayyisa. Apa kau ingin menyaksikannya?)***AMBIL SAJA SUAMIKU 3Mungkin, rasanya tak akan sesakit ini jika saja perempuan itu bukan Mayang. Orang yang aku sayangi, sahabat yang selama ini menjadi tempatku berbagi. Ya, sejak dulu aku dan Mayang selalu berbagi apapun. Aku yang anak tunggal, merasa begitu bahagia memiliki dia. Sayang sekali, dia kebablasan, merasa aku mau berbagi apapun, termasuk suamiku."Apa-apaan ini?!"Mas Arkan menghadangku di halaman lembaga kursus bahasa inggris milikku. Meski basic keluargaku adalah pengusaha, Papa membebaskan aku merintis karir apapun yang aku suka. Lulus kuliah, aku mendirikan kursus bahasa Inggris khusus percakapan bagi orang-orang yang akan bekerja keluar negeri. Kebanyakan yang belajar di sini adalah para calon BMI. Sampai sesaat sebelum mereka menikah, Mayang masih bekerja denganku, sebagai admin dan bagian keuangan. Sementara Mas Arkan dipersiapkan Papa untuk menggantikannya kelak. Tapi, ternyata, mereka sendiri yang menghancurkan rencana yang seharusnya menguntungkan bagi mereka.
AMBIL SAJA SUAMIKU 4"Kay, aku kalah tender, padahal aku sudah menghabiskan banyak uang. Tolong, katakan pada Papa, bagaimana caranya agar aku bisa memenangkan lagi tender itu. Aku rugi besar, Kay. Aku akan miskin. Kita akan miskin."Spontan, aku tertawa mendengarnya."Bukan kita. Tapi kamu."Mas Arkan menatapku dengan pandangan memelas. Tentu saja, seharusnya dia tahu bagaimana keluargaku sebelum terjebak nafsu dan melakukan hal diluar batas."Kita Kay. Aku, kamu dan Celia. Sampai kapanpun, kalian akan jadi bagian hidupku."Mayang membuang pandang mendengar kalimat suaminya. Aku pastikan, sepulang dari sini, dia akan segera apdet status. Sementara Mas Arkan masih berusaha membujukku hingga aku muak mendengarnya. Apa aku tak salah dengar? Aku masih ingat kala itu, kala aku mengetahui dia selingkuh pertama kali. Dengan jumawa, Mas Arkan bilang kalau sekarang dirinya sudah sejajar dengan para pengusaha besar, jadi tak masalah baginya sedikit bersenang-senang."Sekali menang tender, bisa
AMBIL SAJA SUAMIKU 5Malam sudah larut. Aku tak bisa tidur, berguling-guling di atas ranjang, memikirkan anakku di kamar sebelah, yang tidur dalam pelukan Ayahnya. Tadi, kudengar sedikit keributan saat Mas Arkan memaksa Mayang pulang sendiri. Entah apa yang dikatakan Mas Arkan padanya, yang jelas, tak lama kemudian, sebuah taksi online datang dan membawa mereka pergi. Apa yang dipikirkan Mas Arkan saat membawa Mayang dan Mimi ke rumahku malam ini? Berharap aku luluh karena dia tahu betapa aku menyayangi Mayang dan Mimi, dulu? Tak tahukan dia bahwa batas antara rasa sayang dan benci itu hanya seperti kulit ari?Dulu, aku memang menyayangi mereka. Saat Mayang menikah dengan Hadi, teman kuliahnya, aku ikut bahagia. Bahkan akulah yang kesana kemari mengurus semua karena dia ingin resepsi diadakan di kota. Hamil dan melahirkan Mimi disaat yang hampir bersamaan dengan aku hamil dan melahirkan Celia, membuat kami kian akrab. Mungkin Tuhan memang menciptakan beberapa orang yang ditakdirkan
AMBIL SAJA SUAMIKU 6PoV MAYANGSakit sekali melihat dia masuk ke dalam rumah itu dan membiarkan aku dan Mimi pulang sendirian. Berada di dekat Kayyisa, Mas Arkan terlihat sangat berbeda. Dia tampak lemah dan tak berdaya. Sungguh berbeda saat bersamaku. Dia seperti bukan Mas Arkan yang dengan gampang tergoda lirikan mataku."Bawa Mimi pulang sekarang. Celia membutuhkan aku."Suaranya keras, tidak lagi lembut dan mesra seperti kemarin. Aku dihantam rasa cemburu mendengarnya. Bukankah aku dan Mimi juga membutuhkan dia?"Tapi, Mas. Mimi akan menangis kalau kau tak di rumah."Mas Arkan melotot."Mayang, ini masalah genting. Aku harus meluluhkan hati Kayyisa, dan Celia adalah kelemahannya. Kita diambang kehancuran. Kau tahu berapa kerugianku? Dua ratus juta, Mayang!"Ah, tol*l! Seharusnya uang itu cukup untuk membeli mobil baru untukku."Pulang, aku pesankan taksi online."Mas Arkan mengeluarkan ponsel dan dengan cepat melakukan order. Aku cemberut menatapnya."Mas nggak sayang kami lagi.
AMBIL SAJA SUAMIKU 7PoV KAYYISAApa yang kau inginkan, Kay? Berharap dia berubah demi Celia? Aku menggeleng kuat-kuat. Tentu saja tidak. Aku bisa memaafkan jika dia melakukan kesalahan apa saja, asal bukan selingkuh dan main tangan."Ayah pergi, apa dia pergi ke rumah Mimi?"Aku menghapus air matanya. "Oh, bukan. Ayah sedang ada pekerjaan. Kan, Bunda sudah bilang, Ayah sedang sibuk. Celia anak pintar dan harus mengerti.""Tapi, kenapa pergi cepat-cepat? Nggak bilang aku dulu?"Dia memang anak yang kritis. Mungkin aku tak perlu menunggu dia besar untuk memberitahu padanya tentang kenyataan itu."Karena Ayah sedang ditunggu klien, em… teman kerja. Sabar ya, Sayang. Gimana kalau Bunda yang suapin makannya?"Celia mengangguk. Raut wajahnya perlahan berubah lagi. Dia memang seperti aku, cepat mengambil keputusan. Salah satu yang aku khawatirkan adalah, bahwa dia memutuskan untuk membenci Ayahnya. Karena seburuk apapun Mas Arkan, dia tetaplah Ayahnya. Aku tak akan menyuruh Celia membenci
AMBIL SAJA SUAMIKU 8Ayah? Oh tentu saja. Memangnya kau mengharapkan apa? Sepuluh tahun sudah berlalu. Cinta monyet masa SMA itu pastilah telah lama pudar. Dua puluh delapan tahun usiaku kini, sama dengan usia lelaki di sebelahnya. Dia pastilah sudah menikah dan mempunyai anak. Anaknya, yang kini entah bagaimana berteman dengan Celia. Sungguh, kadang aku ingin tertawa memikirkan bagaimana lucunya takdir mempermainkan kisah hidupku.Arez melambaikan tangan pada kedua gadis kecil itu, yang kini saling menggandeng, berlari lagi menjauh dan masuk ke tengah arena bermain. Lalu, kami sama-sama menoleh dan saling menatap. Entah apa yang dia pikirkan sama dengan apa yang kupikirkan, tiba-tiba saja kami tertawa bersama."Itu anakmu, cantik sekali.""Dan anakmu juga cantik.""Oh, tentu saja, Bapaknya kan ganteng."Astaga. Ternyata dia masih tengil seperti dulu. Aku menggeser dudukku, khawatir tiba-tiba istrinya datang dan melihat kami duduk berdekatan."Kenapa?""Kalau istrimu datang, aku takut
AMBIL SAJA SUAMIKU 9Aku melangkah menyusuri lorong rumah sakit dengan langkah pasti. Kata Rayyan, yang kuutus untuk mencari tahu apa yang terjadi, Mayang memang ada di rumah sakit. Dia baru saja menjalani operasi pemasangan pen di pergelangan tangan kanannya yang patah. Dia jatuh di kamar mandi, itu alasan yang dia katakan pada dokter di IGD. Bagaimana Rayyan mencari tahu, itu bukan urusanku. Sepupuku yang sejak kecil bercita-cita menjadi detektif itu, selalu bisa mencari tahu hal apapun dengan cara yang tak bisa kau duga. Dan aku datang ke rumah sakit, sekedar untuk menyaksikan secara langsung bagaimana hukuman dari Tuhan berjalan pada orang-orang yang zolim.Mayang ditempatkan di kamar kelas satu rumah sakit umum, kelas yang tak mungkin kuambil seandainya saja terpaksa dirawat di rumah sakit ini. Satu kamar yang dibagi untuk dua orang, sempit dan pastinya tidak nyaman. Kenapa Mas Arkan yang mengaku pengusaha hebat sampai menyuruhnya dirawat di kelas ini? Apakah rugi dua ratus juta
AMBIL SAJA SUAMIKU 10"Arez?"Tanpa kuduga, lelaki itu langsung memegang tanganku, dan dengan cepat menarikku pergi dari tempat itu. Aku tak sempat protes maupun bertanya hingga akhirnya, kami berhenti di kantin rumah sakit. Arez mendorongku agar duduk di salah satu kursi dengan gerakan lembut. Dia sendiri lalu duduk di hadapanku. Kantin sepi, hanya beberapa orang yang duduk sambil minum kopi dengan wajah muram. Tentu saja, ini bukan tempat rekreasi."Aku mendengar sebagian percakapanmu dengan pasien di dalam sana itu. Ceritakan, Kay, apa yang terjadi?"Suaranya dalam dan menuntut. Aku menghela napas dalam-dalam. "Dia itu Mayang. Kamu masih ingat?"Arez mengerutkan alisnya, "Mayang sahabatmu di SMA itu? Yang sering kali merajuk dengan wajah kesal kalau aku jalan denganmu?"Kini, ganti aku yang mengerutkan kening. Lalu, ingatanku terbang ke masa sepuluh tahun yang lalu. Mayang, aku dan Arez memang sekolah di SMA yang sama. Aku pacaran dengan Arez, sementara Mayang kerap kali mengekor