Share

AMBIL SAJA SUAMIKU
AMBIL SAJA SUAMIKU
Penulis: Yazmin Aisyah

Bab 1.

AMBIL SAJA SUAMIKU

(Istrinya mati-matian berjuang memisahkan kami, sementara suaminya mati-matian berjuang agar tetap bersamaku.)

Aku tersenyum membaca status WA Mayang. Dia pasti kini merasa menang, karena sudah seminggu lamanya, Mas Arkan tak pulang ke rumah. Aku tentu saja tahu kemana dia. Mas Arkan, saat ini, mungkin tengah tertawa bahagia bersama sahabatku itu. Ah, bukan sahabat, tapi, mantan sahabat. Karena bagaimana mungkin ada seseorang yang begitu tega merebut suami sahabatnya sendiri?

Aku meneguk teh camomile dalam cangkir keramik bertuliskan MAMA dengan tenang. Tak apa. Nikmatilah dulu kebahagiaanmu, Mayang. Tunggu sebentar lagi, aku akan memberi sebuah kejutan, berupa bom yang akan kuledakkan langsung tepat di depan wajahmu.

***

Memang betul kata orang, jangan pernah memasukkan perempuan lain ke dalam rumah tanggamu, bahkan meski kau punya niat membantu. Jangan biarkan suamimu mengenalnya, apalagi akrab dengan dia. Bahkan sesungguhnya, jangan pernah membicarakan perempuan lain pada suamimu, hingga seolah-olah, suamimu mampu melukis wajahnya dalam angan. Kau tak akan pernah mau menebak seberapa liar fantasi seseorang berjenis lelaki.

Setahun yang lalu, Mayang datang subuh buta, mengetuk pintu rumah. Begitu pintu dibuka, dia langsung memeluk dan menangis tersedu.

"Mas Hadi mengkhianatiku, Kay. Dia menikah lagi di Surabaya sana. Dan saat aku memintanya memilih, dia memilih selingkuhnya itu."

Aku memeluk dia dengan rasa sedih di hati. Mayang memang bukan orang lain bagiku. Kami bersahabat sejak sekolah menengah. Ketika aku melanjutkan kuliah dan dia terpaksa berhenti karena tak ada biaya, aku membujuk Ayah yang memang sering mengeluarkan beasiswa perusahaan, agar memasukkan nama Mayang di dalamnya. Mayang akhirnya bisa kuliah, meski tidak satu kampus denganku. Dia bahkan sering menginap di rumah saat libur akhir pekan, karena kampungnya cukup jauh. Papa dan Mama menyayanginya, sering pula memberinya uang saku karena keluarganya memang tak mampu. Juga tak kulupakan bahwa kost dan biaya hidupnya selama kuliah berasal dari keluargaku.

Menginap. Kebiasaan itu yang seharusnya kuhentikan. Tak masalah jika dia menginap di rumah Mama saat kami masih gadis dulu. Tapi, menginap di rumahku saat aku punya seorang suami? Itu sama sekali tak dibenarkan.

Sayang, aku terlambat menyadari. Atau mungkin, aku tak pernah menyangka bahwa seseorang yang begitu banyak menerima kebaikan dari keluargaku, tega menjadi racun dalam rumah tanggaku.

Nyaris menjelang subuh saat kudengar suara mobil Mas Arkan memasuki halaman. Aku memeluk Celia erat. Gadis kecil lima tahun itu menggeliat sejenak, lalu terlelap lagi. Kubiarkan saja Bik Asih membukakannya pintu. Tak lama, kudengar pintu kamar dibuka, dan langkah kakinya yang amat kukenal, terdengar. Suara itu lalu berhenti tepat di sisi tempat tidur.

"Maaf, Kayyisa."

Aku bertahan untuk tetap pura-pura tidur, padahal hatiku rasanya ingin menjerit. Sungguh, aku tak mengerti apa yang ada di benak seorang lelaki ketika mengkhianati istri dan anaknya. Tidak tahukah dia? Bahwa pernikahan adalah ikatan suci, janji di hadapan Tuhan.

Terdengar suara gemerisik, lalu dia membaringkan diri di sebelahku. Dulu, biasanya, aku akan berbalik, menelusupkan wajah di dadanya. Tapi kini, hanya jengah yang bisa kurasakan. Membayangkan dia telah menyentuh wanita lain sebelum pulang padaku.

Refleks, aku bergerak bangun. Rasanya tak rela bersentuhan dengannya lagi.

"Kayyisa."

"Maaf, Mas. Bisakah Mas pindah kamar mulai hari ini?"

"Apa?"

Kami saling tatap. Kutelisik manik mata coklat miliknya, yang dulu membuatku jatuh cinta.

"Tapi, Kayyisa, kenapa?"

"Apakah Mas masih perlu bertanya? Sudah berapa kali tangan dan tubuhmu itu menyentuh wanita lain?"

Suaraku hanya berupa bisikan, tapi aku yakin dapat didengarnya dengan jelas. Aku tak mau Celia terbangun dan melihat ayah bundanya bertengkar.

"Kayyisa, maafkan aku. Tapi, Mayang sekarang istriku juga, jadi … "

"Stop, Mas. Hentikan. Aku nggak mau dengar. Bukankah kau juga tak mendengar permohonanku saat aku minta untuk memutuskan hubungan kalian demi Celia?"

Aku bangkit dari kasur, membuka pintu kamar dan berdiri menunggu. Mas Arkan menatap Celia sebentar, menciumnya dan bangkit. Di pintu, dia menatapku.

"Mayang sedang dalam kesulitan, niatku menikahi dia hanya untuk menolong. Bukankah sejak dulu kau selalu membantunya?"

Aku tertawa getir.

"Itu adalah kesalahanku yang paling fatal. Aku selalu membantunya, sampai-sampai dia merasa punya hak merampas suamiku."

"Dia tidak merampas, Kay. Dia hanya ingin kau berbagi."

"Kalau begitu katakan padanya bahwa dia tak perlu berbagi. Kita akan segera bercerai."

Mas Arkan menatapku tajam.

"Tidak. Kita tidak akan bercerai."

Dasar serakah, lelaki egois. Aku membuang pandang, menatap Celia yang masih lelap tanpa terganggu. Kubiarkan Mas Arkan melewatiku dan masuk ke kamar tamu yang berada paling depan. Kamar itu dulu, sering ditempati Mayang saat menginap. Dan mungkin saat itu mereka mulai saling melirik di belakangku.

Tapi baiklah. Mungkin nanti. Mungkin memang tidak sekarang. Toh, suamiku sudah terlanjur jatuh di pelukannya. Dan aku tak akan pernah memungut sampah yang sudah terlanjur jatuh di dalam tong sampah yang busuk.

***

"Kau sungguh-sungguh, Kay? Jadi selama ini Arkan sudah menikah lagi?"

Papa menatapku tak percaya. Aku mengangguk. Sepengecut itulah Mas Arkan. Dia menikah diam-diam tanpa setahu keluargaku dua minggu yang lalu. Aku tahu, tentu saja, meski terlambat dan tak mungkin pula mencegahnya. Bagiku, seseorang yang sudah berniat pergi, tak akan kutahan lagi.

"Kenapa kamu nggak kasih tahu Papa? Papa akan mencegah baji-ngan itu."

Suara Papa geram. Aku menggelengkan kepala.

"Tidak perlu, Pa. Aku sudah mengikhlaskannya. Kami akan bercerai. Aku kesini untuk memberitahu Papa sebelum Mama tahu."

Papa mengelus kepalaku sejenak.

"Jadi, apa yang kau ingin Papa lakukan?"

Aku terdiam sejenak. Selama dua tahun terakhir, Mas Arkan tengah merintis perusahaan konstruksi. Empat kali memenangkan tender dan mendapat untung ratusan juta rupiah, membuatnya lupa diri. Dia merasa kaya dan berkuasa.

Dan dia juga lupa, bahwa Papa adalah direktur utama PT. Pagun Sejahtera, raksasa perusahaan konstruksi di Indonesia.

"Lakukan apa saja agar Mas Arkan tak bisa memenangkan tender. Jegal semua langkahnya. Aku ingin tahu, apakah perempuan itu akan tetap bertahan dengannya jika dia miskin."

Wajah Mayang terbayang. Aku menghela napas dalam-dalam. Permainan baru saja dimulai Mayang. Untuk langkah pertama, silakan. Ambil saja suamiku!

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
keren abis...... itu yg aku suka tokoh utama kuat dan enggak lemah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status