“Cukupkan dulu latihanmu hari ini. Hari sudah mulai gelap. Aku mau mandi. Sebelum ke sini tadi aku sempat melihat gentong mandiku belum terisi air. Tampaknya kamu belum mengambil air mandiku. Jangan lupa pula, penuhi gentong air adikmu. Dari tadi dia kepanasan mau mandi, tetapi tidak ada air di gentongnya. Kamu tidak tega jika adikmu yang cantik itu mandi pakai air laut, bukan?”
“Baik, Bopo.” Jawab Bisawarna.Resi Sabda Jati mulai berjalan meninggalkan bibir pantai, kembali ke dalam rumah, padepokan. Bisawarna menyusul di belakang Resi Sabda jati. Sesampai di rumah padepokan mereka berjalan berlainan arah. Resi Sabda Jati langsung masuk ke kamarnya dan bersemedi sejenak sembari menunggu air yang akan diambilkan oleh Bisawarna, sedangkan Bisawarna berjalan ke arah belakang, mengambil dua ember yang terbuat dari kayu untuk mengambil air mandi untuk ayahnya dan adik perempuannya.Pekerjaan mengambil air sebenarnya adalah pekerjaan para murid di Padepokan Jati Jajar. Ada tujuh puluh pemuda yang berguru kepada resi Sabda Jati untuk berlatih ilmu kanuragan. Resi Sabda Jati dari Padepokan Jati Jajar sudah termahsyur seantero Kerajaan Jati Sewu. Bahkan, namanya telah terkenal pula di kerajaan-kerajaan lain, di luar Kerajaan Jati Sewu. Bukan hanya masalah memanah, Resi Sabda Jati adalah seorang ahli di berbagai senjata perang. Ketika dia sedang bertarung menggunakan pedang, seakan-akan dialah satu-satunya ahli pedang karena kepiwaiannya menggunakan pedang. Ketika bertarung menggunakan tombak, seakan dialah satu-satunya orang yang ahli dalam menggunakan tombak dalam sebuah pertarungan. Begitu juga dengan senjata-senjata lainnya, seperti gada, trisula, maupun keris. Bertarung dengan tangan kosong, pun, Resi Sabda Jati dikenal paling terampil di antara yang lain. Namun, dari berbagai keterampilan menggunakan senjata yang dikuasainya, memanah adalah keahlian khusus yang dimiliki oleh Resi Sabda Jati.Sedikitnya murid yang berguru kepada Resi Sabda Jati, itu bukan karena hanya segitu jumlah orang, baik pemuda maupun orang dewasa, setengah baya, yang ingin berguru kepada Resi Sabda Jati, tetapi karena keputusan Resi Sabda Jati yang hanya mau menerima murid sebanyak tujuh puluh orang. Ribuan orang akan antusias mendaftar sebagai murid di Padepokan Jati Jajar, tetapi hanya beberapa orang saja yang akan diterima. Seleksi penerimaan murid di Padepokan Jati Jajar sangatlah ketat. Bukan hanya masalah keterampilan beladiri, kekuatan tubuh, ataupun kepiwaian memainkan senjata saja yang menjadi tes seleksi masuk di padepokan tersebut. Kesucian hati menjadi kunci utama untuk dapat diterima menjadi murid di Padepokan Jati Jajar.Jumlah tujuh puluh murid yang berguru kepada Resi Sabda Jati berawal dari asal muasal tempat didirikan padepokan tersebut. Dahulunya padepokan tersebut merupakan hutan jati. Ada tujuh pohon jati yang tumbuh sejajar tepat di tengah-tengah hutan. Maka dari itu, Padepokan Jati Jajar juga dikenal dengan Padepokan Jati Pitu. Jati diambil dari nama pohon jati, sedangkan Pitu berarti tujuh. Dari tujuh pohon jati yang sejajar itu, ada enam puluh tiga pohon jati lain yang mengitarinya sehingga genap menjadi tujuh puluh pohon jati. Bukan karena tidak ada pohon jati lain yang tidak tumbuh, tetapi setiap ada tunas pohon jati lain yang mau tumbuh, belum pula setinggi orang dewasa pohon jati itu akan mati dengan sendirinya. Pohon jati muda akan tumbuh menjadi pohon jati besar hanya ketika pohon jati yang besar telah mati atau ditebang untuk pembangunan Padepokan Jatijajar.Begitulah alasan filosofis Resi Sabda Jati hanya menerima tujuh puluh orang murid saja, tidak lebih dan tidak kurang.Seleksi penerimaan murid baru di Padepokan Jati Jajar tidak dilakukan setiap tahun seperti padepokan-padepokan lainnya. Seleksi hanya dilakukan ketika ada murid yang sudah dinyatakan tamat atau ada murid yang meninggal. Ketika hal itu terjadi, Resi Sabda Jati akan mengumumkan penerimaan murid baru sejumlah murid yang telah lulus atau yang meninggal tersebut.Gentong air untuk mandi Resi Sabda Jati dan adik perempuan Bisawarna sudah terisi penuh. Bisawarna pun telah memenuhi gentong yang ada di kamarnya untuk mandinya sendiri. Rasa penat dan banyaknya kekuatan yang dikeluarkan setelah seharian berlatih memanah membuatnya panas. Dia juga ingin mandi dengan air di gentongnya itu. Air yang disimpan di gentong menimbulkan kesejukan dan kesegaran tersendiri. Bukan hanya saat digunakan untuk mandi, tetapi air minum yang tersimpan di gentong-gentong yang ada juga menyebabkan kesegaran dan kesejukan bagi siapa saja yang meminumnya. Gentong itu asli terbuat dari tanah merah Padepokan Jati Jajar.Beberapa jam telah berlalu. Mentari sudah sekian lama terbenam. Bintang gemintang bertaburan di kegelapan malam. Bulan sudah ikut terbenam menyusul matahari, beberapa saat yang lalu. Tanggal muda, bulan cepat terbenam. Gelap. Taburan cahaya bintang tidak mampu menerangi bumi seutuhnya.Bisawarna berdiri di dalam kamarnya. Sedari tadi dia berdiri bertumpu di
Malam telah larut. Hiruk pikuk dan segala aktivitas di Padepokan Jati Jajar telah lama berhenti. Kesunyian melanda dari ujung barat sampai ujung timur Padepokan Jati Jajar. Semua orang telah tertidur pulas. Hanya tujuh orang penjaga gerbang masuk padepokan yang tidak tidur. Mereka selalu waspada. Walaupun Jati Jajar adalah padepokan yang rukun dan damai karena diisi oleh orang-orang yang berhati luhur, kewaspadaan tetap harus dijaga. Bisa jadi, orang-orang jahat dari luar padepokan tiba-tiba menyusup atau menyerbu padepokan.Di dalam kamar, Bisawarna telah terlelap dalam tidurnya. Kekenyangan makan telah membuatnya mengantuk dan melupakan perkataan ayahnya ketika latihan memanah sore tadi.Di tengah tidurnya, Bisawarna bermimpi.Raja raksasa sedang bertarung dengan seorang raja di sebuah istana. Pertarungan itu sangat sengit. Di luar kerajaan, para prajurit dan senopati kerajaan juga sedang menghadapi serangan prajurit raksasa. Namun, semua wajah orang yang ada dalam pertempuran itu t
Resi Sabda Jati terbangun dari tidurnya demi mendengar teriakan Bisawarna.“Anak itu. Pasti mimpi itu lagi.” Ucap Resi Sabda Jati.Mimpi yang dialami Bisawarna itu ternyata bukan pertama kalinya. Itu sudah ketiga kalinya. Pertama, mimpi itu terjadi enam tahun yang lalu, ketika Bisawarna memasuki usia remaja. Saat itu usianya dua belas tahun.Mimpi yang kedua terjadi tiga tahun kemudian, atau tiga tahun yang lalu, saat usianya lima belas tahun. Dan yang ketiga, malam ini, ketika usianya menginjak delapan belas tahun.Bisawarna sudah tidak bisa tidur lagi setelah mimpi buruk itu. Hari juga sudah fajar. Semburat cahaya putih telah tampak di ufuk timur. Mentari sebentar lagi akan terbit.Di halaman rumah utama padepokan, Resi Sabda Jati menyuruh salah seorang muridnya menabuh kentongan. Apel pagi segera dimulai. Para murid Padepokan Jati Jajar segera berdatangan dan berbaris rapi di halaman rumah. Bak prajurit, para murid itu sigap dalam berbaris. Mereka membentuk barisan sepuluh berbanja
“Para murid Padepokan Jati Jajar yang saya banggakan, pagi ini kita berkumpul kembali untuk mengawali aktivitas latihan di padepokan ini.” Ucap Resi Sabda Jati membuka sambutannya.“Tidak terasa, sudah tujuh hari kita lalui dengan kesibukan latihan dan tugas masing-masing. Sebagaimana budaya di Padepokan Jati Jajar atau Jati Pitu ini, bahwa setiap tujuh hari akan diadakan rotasi pekerjaan atau tugas. Kelompok 1 yang selama tujuh hari ini bertugas mencari ikan di laut, tugas itu saya serahkan ke kelompok 2.“Kelompok 2 yang selama tujuh hari ini bekerja mencari kayu bakar, tugas itu saya pergilirkan ke kelompok 3. Kelompok 3 yang selama tujuh hari telah jaga malam, tugas itu saya pergilirkan ke kelompok 4. Jadi, kelompok 4 bisa tidur di waktu siang dan berjada di waktu malam. Kemudian, kelompok 5, kalian mengambil alih tugas kelompok 4, yaitu jaga siang. Kalian harus selalu waspada di siang hari dan boleh tidur di malam hari.“Kelompok 6 kalian bergabung dengan kelompok 7 sampai kelomp
Tugas para murid Padepokan Jati Pitu telah terbagi. Begitulah penggiliran tugas yang ada di padepokan tersebut. Para murid mendapatkan tugas secara berkelompok untuk melatih kekompakan dan kerja sama antaranggota kelompok. Selain itu, juga untuk mengakrabkan satu sama lain dan menumbuhkan jiwa kekeluargaan.Sepuluh kelompok yang ada dibagi menjadi dua bagian: kelompok kerja dan kelompok latihan. Kelompok kerja dibagi menjadi lima tugas pokok, yaitu mencari ikan, mencari kayu bakar, mengambil air untuk memenuhi kebutuhan masak, minum, dan mandi seluruh penghuni padepokan, jaga siang, serta jaga malam. Masing-masing tugas itu dikerjakan oleh satu kelompok. Lima kelompok sisanya mendapatkan giliran latihan ilmu silat atau beladiri. Beladiri yang diajarkan di Padepokan Jati Jajar terbagi menjadi tujuh aliran atau tujuh peminatan. Minat itu juga harus dilandasi dengan bakat dan keterampilan masing-masing murid. Resi Sabda Jati mengangkat tujuh asisten untuk melatih masing-masing murid sesu
Anak panah terus melaju menuju sasarannya: burung camar paling kanan.Wajah Bisawarna yang awalnya tampak sedih kini mulai tampak mau menyunggingkan senyum. “Apakah itu akan berhasil?” tanyanya dalam hati.Resi Sabda Jati pun terkejut melihat fenomena itu. Memang, anak panah tidak membelah menjadi tiga, tetapi dengan satu anak panah mampu menyasar sasarannya berurutan.Laju anak panah yang membawa satu burung camar tampak terlihat tidak secepat laju pertamanya. Kekuatan panah juga sudah berkurang. Sampai di dekat sasaran panah, “wuss...”Burung camar paling kanan berhasil menghindar. Anak panah itu menyasar udara kosong sebelum akhirnya jatuh ke laut. Diombang-ambingkan oleh ombak. Bisawarna tampak tidak senang dengan hal itu.“Baru pemanasan. Percobaan pertama. Kamu bisa mencobanya lagi.” Ucap Resi Sabda Jati.Mendengar ucapan ayah sekaligus gurunya, Bisawarna semangat untuk mencoba lagi. Belajar dari lesatan anak panah pertama, bahwa anak panah itu ketika telah mengenai sasaran per
Hari berikutnya, hari ke sembilan Bisawarna berlatih memanah.Target yang diberikan oleh Resi Sabda Jati tidak berubah. Memanah tiga burung camar dengan satu anak panah saja. Hari itu, Bisawarna berlatih mandiri. Resi Sabda Jati tidak turut menyertai dan memantau latihan Bisawarna.Resi Sabda Jati hari itu memantau para murid yang sedang latihan pedang. Latihan itu dipimpin oleh asisten Resi Sabda Jati yang sudah mendapat pengakuan ahli menggunakan pedang, Raden Laras Maya. Pengakuan itu dideklarasikan sendiri oleh Resi Sabda Jati ketika ujian akhir keterampilan bertarung menggunakan pedang.Kala itu, Raden Laras Maya, dalam ujiannya, berduel dengan Resi Sabda Jati. Ujian akhir dilaksanakan keterampilan dilaksanakan secara duel melawan Resi Sabda Jati. Duel diawali dengan pertarungan tangan kosong. Hal ini untuk menguji ketangkasan tubuh, kekuatan pukulan, tendangan, dan kuda-kuda, serta kecepatan gerakan.Pertarungan dengan tangan kosong dilakukan di dalam arena yang dibatasi dengan
“Bagaimana perkembangan murid-murid jurusan ilmu pedang, Laras Maya?” tanya Resi Sabda Jati kepada asistennya.Sebelum menjawab pertanyaan sang resi, Laras Maya menunduk memberikan penghormatan.“Mereka mengalami kemajuan yang cukup pesat, Resi. Bahkan, si kembar Cengkir Gading dan Gading Pawukir telah menguasai jurus level teratas ilmu pedang di padepokan kita, Jurus Pedang Seribu Bayangan.” Jawab Laras Maya.“Kabar yang menggembirakan. Engkau memang asisten yang terampil dalam mengajar.” Puji Resi Sabda Jati.“Terima kasih, Resi. Ini semua atas bimbingan Sang Resi.”“Bagaimana dengan murid-murid yang lain? Apakah mereka berkembang dengan baik pula?” pertanyaan Resi Sabda Jati lebih lanjut.“Dari sepuluh murid yang memilih jurusan ilmu pedang, selain Cengkir Gading dan Gading Pawukir yang telah mencapai jurus level puncak, yaitu level ke tujuh, ada dua murid lain utusan Kerajaan Jati Sewu yang mencapai level enam, Resi. Murid yang lain masih sementara mendalami level masing-masing, R