Share

Bab 2

Penulis: Lashinzou
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-11 16:33:53

Sinar matahari beranjak tinggi dan tinggi di angkasa. Revandra Marchelino Bramantha merasakan ketegangan yang terbangun di antara laki-laki yang duduk bersamanya.

Udara pagi yang hangat membawa aroma musim semi sama sekali tidak membantu mereka. Waktu seperti sekarang ini membuat semua orang merasa gelisah. Hanya saja, Revan bisa berubah menjadi berbahaya jika ia merasa tidak tenang.

Revan melakukan taruhan untuk yang terakhir kali, meski ia sudah berkali-kali mengalahkan orang-orang di hadapannya, sehingga harus membuat mereka menghabiskan sampai jutaan dolar.

Pertarungan orang kaya memang berbeda. Kehilangan jutaan dolar untuk kesenangan pada malam ini seperti membayar satu minuman dingin di supermarket.

Ia juga tidak mengerti, mengapa kemenangan dan beberapa botol Billionaire Vodka tidak mampu menghilangan rasa kesepian dalam dirinya.

Darah bangsawan dan kekayaan yang tidak akan pernah habis sampai tujuh turunan itu, tidak membuatnya terjerat untuk menjadi laki-laki yang elegan dan patuh terhadap aturan. Ia terkenal cukup bebas di kehidupannya saat ini.

“Anda sudah mabuk tuan,” Sean, tangan kanannya itu menegur pelan.

Sambil merendahkan tangannya sedikit menutupi mata, Revan bersandar di kursi panjang bar dan membiarkan kantuk menidurkannya. 

"Berikan aku waktu lima menit untuk memejamkan mata,” ujarnya dengan suara parau mendapat persetujuan dari Sean.           

Dari dinding ruangan bar, terdengar suara tawa yang bersahutan. Merasa terganggu, ia kemudian duduk kembali dan meneguk air putih untuk mengurangi pening di kepalanya.

Gabriel yang duduk di seberang, angkat bicara.

“Sudah lama sekali sejak aku berhubungan dengan perempuan, aku kacau seperti singa jantan yang ingin kawin.”

Tidak jauh disampingnya, Adrian menghisap rokok dan berkata,

“Terakhir kali aku bersama seorang gadis, aku sangat mabuk, esok paginya aku bahkan tidak bisa mengingat apakah aku sudah melakukan sesuatu dengan perempuan itu atau tidak. Aku meninggalkannya sambil merasa kacau sama seperti saat aku datang.”

David kemudian mendengus jijik, “Di saat seperti ini, kau akan membayar mahal untuk mabuk berat seperti itu.”

“Benarkah? Bagaimana menurutmu?” tantang Liam.

“Kau akan terikat dengan penyakit, begitulah. Kau akan bangun di suatu pagi dan ‘pedangmu’ akan berkarat.”

“Apa yang bisa kau harapkan dari lima dolar?” gerutu Volka.

“Satu bungkus makanan yang berisi empat sehat lima sempurna, mungkin?”

Liam terkekeh. Bahkan harga diri perempuan malam lebih murah dibandingkan lima dolar.

“Hey, David!” Gabriel berteriak.

“Apa ‘pedangmu’ akhir-akhir ini berkarat? Kau tahu, ‘pedang’ Liam bahkan bersih dari karat!”

Tawa pun meledak.

Mereka bertukar cerita tentang perempuan bayaran. Revan mendengarkan.

Baginya, itu bukanlah candaan yang tabu bagi laki-laki berumur hampir kepala tiga. Jika tidak membicarakan perempuan, itu lebih menakutkan baginya.

Ia tidak mau lagi berurusan dengan laki-laki mabuk ini, ia memutuskan untuk pergi meninggalkan bar lebih dahulu daripada mereka, kawannya itu.

“Kau akan pulang lebih dulu? Ayolah Revan, satu putaran lagi,” Revan menjentikkan jarinya di dahi Volka cukup keras membuatnya mengaduh kesakitan.

“Berhenti bertingkah seperti anak kecil, kau bahkan terlihat menjengkelkan ketika mabuk. Sudah kalah, masih saja ngajak bertaruh,” ujarnya yang kemudian menutup pintu dengan keras.

Bergaul dengan mereka selama beberapa tahun membuatnya hafal dengan sikap dan kepribadian masing-masing. Membuatnya harus terus beradaptasi jika sewaktu-waktu sisi lain dari diri mereka keluar. Sedikit saja percikan mampu membuat mereka menjadi gila. 

Untuk sesaat, Revan mendapati dirinya berharap, seandainya waktu bisa diputar kembali dan ia tidak bertemu dengan orang-orang seperti mereka, mungkin ia tidak bisa merasakan apa rasanya menjadi manusia tanpa aturan.

Dari kejauhan, terdengar beberapa suara orang-orang yang sibuk dengan urusannya masing-masing. Revan sebenarnya tidak suka melewati kota ketika matari sudah mulai meninggi, dengan keadaannya sekarang yang berantakan. Tetapi, suasana perjalanan di pagi hari selalu menghipnotisnya untuk melupakan sejenak urusan duniawi.

Termasuk ego dan gengsinya.

Ia membuka sedikit kaca mobil, kemudian menghirup dalam-dalam aroma sejuk dari tanah basah dan aroma masakan dari rumah-rumah yang ia lewati. Ia menggerakan jarinya di sepanjang rahangnya yang tegas. Saat ini ia bisa memulai hari dengan mandi dan sebotol kecil wine yang rasanya enak.

Tiba-tiba pikirannya terpaku kepada seseorang yang ia tinggalkan sendirian di mansion membuatnya tersenyum. Sudah beberapa hari ia pergi meninggalkannya untuk urusan bisnis, dan sedikit urusan kesenangan pribadi. 

"Sean?"

"Yes, sir." pemuda yang lebih muda tiga tahun darinya sedikit menoleh ke belakang dengan masih tetap berfokus pada kemudi. 

"Istirahatlah." suara Revan memelan. 

"Aku akan menghubungimu saat di kantor," ujarnya sembari membuka pintu mobil. Dengan pakaian yang sedikit acak-acakan, Revan masuk ke dalam mansion megah dan langsung menuju kamar yang di dominasi warna putih dengan beberapa mainan bayi di sana.

Hatinya kemudian merasakan kedamaian tatkala melihat wajah mungil yang sedang tertidur di keranjang bayi. Ia kemudian mengangkat bayi itu ke dalam pelukannya dan menciumnya pelan.

“Daddy pulang, sayang”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • AMORIST   Bab 19

    “Apakah kau baik-baik saja?” Jovanka khawatir dengan Xaviera saat ini. Ia seperti mayat hidup dengan jalan yang kelimpungan tanpa ekspresi. Ia semakin takut ketika dilontarkan pertanyaan, Xaviera hanya menoleh, menatapnya dalam diam kemudian fokusnya kembali ke depan. Sedangkan fokus Xaviera kini telah terbagi. Ia juga mengakui bahwa ia sedang tidak baik-baik saja. Ia baru saja seperti terkena serangan bom dahsyat yang benar-benar membuatnya tidak berdaya, lemas lunglai dan mempengaruhi gangguan kejiwaan. Ia masih bertanya-tanya, mengapa ada orang setampan itu? Postur tubuh yang sesuai dengan angan-angan semua perempuan. Ia seperti karakter fiksi yng baru saja keluar dari buku kemudian berada di hadapannya. Segala hal yang ada di tubuhnya terlihat pas dan sempurna dimulai dari rambut, dahi, alis, mata, hidung, dan bibirnya. Perfect. Belum lagi dengan balutan kaos hitam polos membuatnya terbius dalam beberapa saat. Memang benar

  • AMORIST    Bab 18

    Setelah berlari tiga putaran, Xaviera menyerah. Ia duduk di salah satu bangku di sana karena perasaan lelah yang lebih mendominasi. Sembari menunggu lelahnya sedikit berkurang, ia memperhatikan orang-orang yang sedang berlari dihadapannya. Semua manusia dari berbagai kalangan berolahraga di sini. Mulai dari yang muda sampai yang sudah tidak muda lagi. Ada yang bersama pasangan mereka atau bahkan bersama dengan keluarga. Di sisi sebelah kiri, ada beberapa ibu-ibu muda yang sedang mengikuti instruksi dari pelatih zumba yang musiknya menambah semangat ketika berlari. Sedangkan suami mereka, sibuk duduk dan makan-makanan yang terjaja di sekitar taman sambil mengasuh anak-anak. Xaviera tersenyum melihat interaksi yang hangat antara ayah dan anak-anaknya itu. Notifikasi masuk di ponselnya, tertera pesan dari Jovanka yang mengirimnya pesan bahwa dirinya sudah menunggu di mobil padahal ia tidak memintanya untuk datang. Sahabatnya itu benar-benar tidak bisa ditebak. D

  • AMORIST   Bab 17

    “Mengapa kau lama sekali?” Revan angkat bicara ketika melihat Liam yang berjalan ke arahnya sambil membawa dua botol mineral. Liam yang masih kesal hanya terdiam kemudian menyerahkan salah satu minuman itu dari tangannya. Revan meraihnya kemudian meneguk beberapa tegukan. “Kau kenapa? Mengapa rambutmu berantakan?” tanya Revan setelah beberapa saat mereka hanya terdiam dalam kebisuan. “Aku habis berkelahi,” Liam berujar pelan. Kepalanya menunduk dan meremas botol air mineral di tangannya. “Berkelahi? Dengan siapa?” Revan bertanya dengan keheranan. Pasalnya, ia sudah menyuruh Sean untuk memeriksa tempat ini sebelumnya, agar musuh-musuhnya di bidang bisnis atau apapun itu tidak tahu kehadirannya di sini. Tetapi, mengapa dan dengan siapa sahabatnya itu berkelahi sampai rambutnya acak-acakan? “Tentu saja dengan wanita gila.” “Wanita?” Liam mengangguk sambil membenarkan rambutnya yang sedikit kusut. Revan tertawa ketika mengetahui sa

  • AMORIST   Bab 16

    Pedagang kaki lima memenuhi area sekitar taman kota. Mereka menjajakan makanan beraneka ragam. Beberapa orang ada yang sampai mengantri untuk membeli makanan tersebut. Sebenarnya Liam ingin juga mencoba makanan yang berada di pinggir jalan, namun rasa takut dan tingkat waspada terhadap makanan yang belum dicobanya lebih tinggi. Ia memang dikenal sebagai seseorang yang sangat memperhatikan kesehatan.Untuk sampai di salah satu toko toserba di sana, ia harus menyebrang jalan dan berjalan sedikit berdesakan dengan beberapa orang yang juga melewati jalanan tersebut. Liam menggerutu kesal karena menawarkan diri ikut bersama dengan Revan.Awalnya ia pikir akan berolahraga di tempat biasa, tetapi ternyata dugaannya salah besar. Entah terkena apa kepala sahabatnya itu, sampai memutuskan untuk berolahraga di taman kota. Dan ya, ini mungkin menjadi pengalaman pertama kali baginya.Ia mengambil dua botol air mineral dari lemari pendingin dan memberikannya kepada kasir.

  • AMORIST   Bab 15

    Cahaya mentari yang hangat menghipnotis manusia untuk bangkit dari tidurnya. Melakukan kegiatan dan rutinitas seperti biasa untuk menjalani hari dengan penuh semangat. Beberapa manusia terlihat sudah bekerja bahkan sebelum mentari menampakkan dirinya.Pagi ini Revan bangun dari tidurnya kemudian menyeduh kopi hitam saschet yang berada di atas meja makan. Suasana pagi yang dingin dengan aroma kopi hitam yang pekat, benar-benar kolaborasi yang sempurna. Ia meraih ponsel dan mengetik beberapa pesan kepada Sean di sana. Karena udara yang nyaman untuk olahraga, ia menghubungi Sean untuk datang terlambat ke kantor.“Kau mau kemana, berpakaian seperti itu?” Gabriel memekik, kali ini pekikannya benar-benar memekakkan telinga. David dan Volka sudah kembali ke mansion dan apartemennya masing-masing.Mereka hanya menemani selama dua hari, karena ada pekerjaan yang harus mereka selesaikan. Sedangkan Gabriel, karena ada urusan dekat dengan aparteme

  • AMORIST   Bab 14

    Setelah menghabiskan waktu dari sore hingga menjelang malam untuk sekadar keliling kota dan berada di motor dengan kecepatan yang rendah, Xaviera menemani Jeffran pergi ke sebuah taman kota yang berada tepat di samping sungai yang luas dengan jembatan yang selalu meriah dengan lampu tatkala malam bertandang.Jeffran memakirkan sepeda motornya dan mereka berdua berjalan bersama mencari tempat yang lebih leluasa untuk berbicara diantara ramainya lalu lalang orang yang memenuhi tempat itu. Jeffran menyilangkan kaki di tanah, sambil memandangi Xaviera dari seberang. Angin sore menampar lembut pipi Xaviera dan mengibaskan beberapa anak rambut yang menimbulkan suara berdesir di telinganya.Dalam cahaya matahari senja, garis lekuk di wajah tampan Jeffran terlihat semakin menawan. “Apa yang sedang kau lakukan?” selembut yang ia bisa, ia mengatakan kepada Jeffran tentang perasaan canggung yang terjadi antara mereka berdua. Bagaimana tidak, jika seharusnya laki

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status