Revandra Marchelino Bramantha, ternyata merupakan laki-laki yang tidak suka mengikuti kebiasaan para bangsawan. Ia menyukai kebebasan dalam melakukan apapun. Ia beranggapan bahwa perempuan seperti Xaviera sama dengan bahaya yang mengancam ketenangan pikiran serta kendali dirinya. Tentu saja Xaviera bukan sosok yang penurut dan lemah lembut seperti yang dibayangkannya selama ini. Sedikit demi sedikit Xaviera berhasil meluluhkan hati Revan dengan pesona yang dimilikinya. Namun, Revan justru merasa bahwa mereka berdua tidak ditakdirkan untuk bersama, meskipun ia tidak menyangkal ketertarikannya kepada Xaviera. Demi kebahagiaan mereka berdua, Revan justru menghindar dan pergi menjauh dari Xaviera. Akankah Revan benar-benar sanggup melepaskan Xaviera dan kehilangan perempuan yang mulai ia sayangi itu? Mampukah Xaviera menerima keputusan Revan dan melupakan cinta yang mulai tumbuh di hatinya?
View MoreRasanya hampir gila karena bertengkar dengan isi kepala. Itulah perempuan.
Bahkan Xaviera kini masih saja sulit untuk memutuskan apa yang mau dikenakan. Sementara itu, ia sudah melempar gaun ke sepuluh di atas tempat tidur. Ia berusaha menentukan gaun terbaik yang akan ia pakai malam ini.
Apakah semua orang lebih suka dirinya mengenakan gaun beludru berwarna putih dengan belahan rendah atau jubah terbuka dengan keliman berwarna hitam elegan.
Keputusannya pasti akan lebih mudah dibuat kalau saja ada seseorang yang akan menemaninya pada pesta malam ini.
“Anda tampak cantik dalam balutan sutra kuning mengkilap,” kata pelayan yang dipesan langsung dari butik ternama.
Rahangnya mulai mengeras, mengindikasikan bahwa ia mulai kehilangan kesabaran dengan semua hal yang harus diurusnya setiap kali Xaviera berganti pakaian.
“Ini akan jauh lebih baik kalau saja aku hanya punya beberapa pilihan dan ada seorang laki-laki yang langsung menilai penampilanku.”
Mungkin ia sebaiknya mengenakan gaun berwarna ruby dengan bordiran kelopak bunga. Xaviera memungut kembali gaun itu dari tempat tidur dan memegangnya di depan tubuhnya, kemudian melihat penampilannya di depan kaca.
Tanpa memedulikan kenyataan bahwa penurut bukanlah karakter terbaik yang ada dalam dirinya.
“Itu pilihan yang bagus, nona” kata pelayan itu menyemangati.
“Anda akan terlihat mewah seperti mawar.” Bagian tepi gaun itu diberi renda yang indah dan dihiasi bordiran dengan warna yang lebih muda.
“Kita akan menghias rambut anda,” ujarnya yang langsung mengambil alih tubuh Xaviera. Rambutnya digelung rapi dan simple. Tidak terlalu berlebihan, karena pada dasarnya Xaviera lebih menonjolkan warna pada bajunya.
“Bagus sekali,”
Xaviera tersenyum pada dirinya sendiri, sementara pelayan itu memasang beberapa hiasan berwarna putih yang berkilauan di kepala Xaviera. Bentuk gaun itu benar-benar pas dengan tubuhnya. Ini adalah jenis gaun yang mengubah pemakainya menjadi seorang ratu.
Pesta kelulusan yang bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke 22 berlangsung meriah. Semua orang datang dengan pakaian terbaik mereka, tak terkecuali dengan Xaviera.
Sahabatnya menyapa dan mengucapkan selamat bergantian. Kegiatan sambutan, tiup lilin bahkan potong roti sudah dilaksanakan. Saat ini beberapa orang sedang menikmati hidangan yang ada.
Sejauh mata memandang, dari sekian banyak orang yang tertuju padanya ada sesuatu hal yang membuatnya mengernyit.
Ya, Revan belum datang.
Semua laki-laki sama saja, kata Xaviera pada dirinya sendiri setiap kali ia merasa gugup mengenai laki-laki itu. Beberapa menit dalam keadaan perasaan buruk, tiba-tiba sahabatnya melirik sekilas lalu menarik seseorang yang sedang berjalan di belakangnya. Xaviera menoleh.
Itu Revan.
Badannya tinggi besar, mengenakan jas rapi berwarna hitam dengan balutan kemeja berwarna perak. Pandangan mereka berdua bertemu. Revan bahkan tidak melirik gaunnya, ia hanya menatap matanya membuat Xaviera menelan ludah. Tatapan mata Revan tidak pernah lepas dari mata Xaviera.
“Selamat ulang tahun,”
“Terima kasih,”
“Bukankah kita bisa bernegosiasi dengan baik?” ujarnya yang kemudian merapatkan tubuh kepada gadis cantik dihadapannya yang terlihat tegang.
“Apa yang kau inginkan?”
“Saya dapat kamu dan kamu dapat nama belakang saya, bagaimana?"
Revan menggenggam tangan Xaviera dan mengecupnya, kemudian menarik pinggang ramping gadisnya itu.
Xaviera merasa dirinya gemetaran dan jantungnya sudah berdebar-debar tidak karuan. Tetapi, ia juga merasa senang dengan cara mata Revan yang menghangatkannya, tentu saja ia juga merasa senang karena gemetar di kakinya tidak membuatnya linglung dan terjatuh.
Dari situlah semuanya terjadi. Tidak perlu dijelaskan lagi bahwa kini, Revan telah melabeli dirinya sama seperti laki-laki itu melabeli barang-barang pribadinya:
Xaviera, milik Mr. Bramantha.
“Apakah kau baik-baik saja?” Jovanka khawatir dengan Xaviera saat ini. Ia seperti mayat hidup dengan jalan yang kelimpungan tanpa ekspresi. Ia semakin takut ketika dilontarkan pertanyaan, Xaviera hanya menoleh, menatapnya dalam diam kemudian fokusnya kembali ke depan. Sedangkan fokus Xaviera kini telah terbagi. Ia juga mengakui bahwa ia sedang tidak baik-baik saja. Ia baru saja seperti terkena serangan bom dahsyat yang benar-benar membuatnya tidak berdaya, lemas lunglai dan mempengaruhi gangguan kejiwaan. Ia masih bertanya-tanya, mengapa ada orang setampan itu? Postur tubuh yang sesuai dengan angan-angan semua perempuan. Ia seperti karakter fiksi yng baru saja keluar dari buku kemudian berada di hadapannya. Segala hal yang ada di tubuhnya terlihat pas dan sempurna dimulai dari rambut, dahi, alis, mata, hidung, dan bibirnya. Perfect. Belum lagi dengan balutan kaos hitam polos membuatnya terbius dalam beberapa saat. Memang benar
Setelah berlari tiga putaran, Xaviera menyerah. Ia duduk di salah satu bangku di sana karena perasaan lelah yang lebih mendominasi. Sembari menunggu lelahnya sedikit berkurang, ia memperhatikan orang-orang yang sedang berlari dihadapannya. Semua manusia dari berbagai kalangan berolahraga di sini. Mulai dari yang muda sampai yang sudah tidak muda lagi. Ada yang bersama pasangan mereka atau bahkan bersama dengan keluarga. Di sisi sebelah kiri, ada beberapa ibu-ibu muda yang sedang mengikuti instruksi dari pelatih zumba yang musiknya menambah semangat ketika berlari. Sedangkan suami mereka, sibuk duduk dan makan-makanan yang terjaja di sekitar taman sambil mengasuh anak-anak. Xaviera tersenyum melihat interaksi yang hangat antara ayah dan anak-anaknya itu. Notifikasi masuk di ponselnya, tertera pesan dari Jovanka yang mengirimnya pesan bahwa dirinya sudah menunggu di mobil padahal ia tidak memintanya untuk datang. Sahabatnya itu benar-benar tidak bisa ditebak. D
“Mengapa kau lama sekali?” Revan angkat bicara ketika melihat Liam yang berjalan ke arahnya sambil membawa dua botol mineral. Liam yang masih kesal hanya terdiam kemudian menyerahkan salah satu minuman itu dari tangannya. Revan meraihnya kemudian meneguk beberapa tegukan. “Kau kenapa? Mengapa rambutmu berantakan?” tanya Revan setelah beberapa saat mereka hanya terdiam dalam kebisuan. “Aku habis berkelahi,” Liam berujar pelan. Kepalanya menunduk dan meremas botol air mineral di tangannya. “Berkelahi? Dengan siapa?” Revan bertanya dengan keheranan. Pasalnya, ia sudah menyuruh Sean untuk memeriksa tempat ini sebelumnya, agar musuh-musuhnya di bidang bisnis atau apapun itu tidak tahu kehadirannya di sini. Tetapi, mengapa dan dengan siapa sahabatnya itu berkelahi sampai rambutnya acak-acakan? “Tentu saja dengan wanita gila.” “Wanita?” Liam mengangguk sambil membenarkan rambutnya yang sedikit kusut. Revan tertawa ketika mengetahui sa
Pedagang kaki lima memenuhi area sekitar taman kota. Mereka menjajakan makanan beraneka ragam. Beberapa orang ada yang sampai mengantri untuk membeli makanan tersebut. Sebenarnya Liam ingin juga mencoba makanan yang berada di pinggir jalan, namun rasa takut dan tingkat waspada terhadap makanan yang belum dicobanya lebih tinggi. Ia memang dikenal sebagai seseorang yang sangat memperhatikan kesehatan.Untuk sampai di salah satu toko toserba di sana, ia harus menyebrang jalan dan berjalan sedikit berdesakan dengan beberapa orang yang juga melewati jalanan tersebut. Liam menggerutu kesal karena menawarkan diri ikut bersama dengan Revan.Awalnya ia pikir akan berolahraga di tempat biasa, tetapi ternyata dugaannya salah besar. Entah terkena apa kepala sahabatnya itu, sampai memutuskan untuk berolahraga di taman kota. Dan ya, ini mungkin menjadi pengalaman pertama kali baginya.Ia mengambil dua botol air mineral dari lemari pendingin dan memberikannya kepada kasir.
Cahaya mentari yang hangat menghipnotis manusia untuk bangkit dari tidurnya. Melakukan kegiatan dan rutinitas seperti biasa untuk menjalani hari dengan penuh semangat. Beberapa manusia terlihat sudah bekerja bahkan sebelum mentari menampakkan dirinya.Pagi ini Revan bangun dari tidurnya kemudian menyeduh kopi hitam saschet yang berada di atas meja makan. Suasana pagi yang dingin dengan aroma kopi hitam yang pekat, benar-benar kolaborasi yang sempurna. Ia meraih ponsel dan mengetik beberapa pesan kepada Sean di sana. Karena udara yang nyaman untuk olahraga, ia menghubungi Sean untuk datang terlambat ke kantor.“Kau mau kemana, berpakaian seperti itu?” Gabriel memekik, kali ini pekikannya benar-benar memekakkan telinga. David dan Volka sudah kembali ke mansion dan apartemennya masing-masing.Mereka hanya menemani selama dua hari, karena ada pekerjaan yang harus mereka selesaikan. Sedangkan Gabriel, karena ada urusan dekat dengan aparteme
Setelah menghabiskan waktu dari sore hingga menjelang malam untuk sekadar keliling kota dan berada di motor dengan kecepatan yang rendah, Xaviera menemani Jeffran pergi ke sebuah taman kota yang berada tepat di samping sungai yang luas dengan jembatan yang selalu meriah dengan lampu tatkala malam bertandang.Jeffran memakirkan sepeda motornya dan mereka berdua berjalan bersama mencari tempat yang lebih leluasa untuk berbicara diantara ramainya lalu lalang orang yang memenuhi tempat itu. Jeffran menyilangkan kaki di tanah, sambil memandangi Xaviera dari seberang. Angin sore menampar lembut pipi Xaviera dan mengibaskan beberapa anak rambut yang menimbulkan suara berdesir di telinganya.Dalam cahaya matahari senja, garis lekuk di wajah tampan Jeffran terlihat semakin menawan. “Apa yang sedang kau lakukan?” selembut yang ia bisa, ia mengatakan kepada Jeffran tentang perasaan canggung yang terjadi antara mereka berdua. Bagaimana tidak, jika seharusnya laki
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments