Share

Bab 7

Revan menatap pembantunya yang kini sedang berlutut sambil menangis tersedu. Ia tetap berdiri dengan tenang karena anaknya sedang tertidur di pelukannya.

“Maafkan saya tuan, saya—”

“Mau sampai kapan pun kamu meminta maaf, tidak akan saya maafkan!” tatapannya kini mengintimidasi.

Semua pembantunya yang melihat kejadian itu, berpura-pura tidak tahu dan menghindar. Karena mereka takut akan menjadi incaran Revan selanjutnya.

“Hiks, tolong jangan pecat saya tuan,”

“Kalau memecahkan piring di rumah ini, saya maafkan. Tetapi, kamu hampir saja membuat nyawa anak saya diambang kematian dan itu tidak bisa saya maafkan!”

“Saya tidak sengaja tuan, saya tadi—”

“Apakah kau mengatakan hal itu karena saya tidak mengetahui apa yang kamu lakukan?! Kau sibuk bermesraan dengan kekasih barumu dan melupakan tugasmu. Apakah kau masih mengelak?”

Mata perempuan di hadapannya membelalak.Bagaimana tuannya bisa tahu apa yang dia lakukan, padahal ia baru melihat tuannya setelah kejadian itu terjadi.

“Maaf tuan, tadi—” ia mencoba mengelak dan meminta permohonan maaf dari tuannya itu.

"SIALAN! HARUSKAH SAYA MEMBUATMU MERASAKAN APA YANG ANAK SAYA RASAKAN? MENJAGA SATU ANAK SAJA TIDAK BECUS!!!”

“Pak Ridwan!” teriak Revan memanggil satpam pribadinya.

"Ya, tuan?” ujarnya dengan gugup, takut kena amukan Revan yang sudah tidak terkendali.

“Tolong usir sampah ini dari sini. Cepat! Dan kau! Pilihanmu kini hanya ada dua. Pergi dan jangan muncul dihadapan saya atau mati!”

Suasana semakin mencekam tatkala Revan menaikkan nada suaranya, yang membuat bayi di gendongannya itu sedikit terusik.

Jujur saja, Revan paling tidak suka jika anak semata wayangnya dalam bahaya. Kejam, memang. Tetapi, jika menyangkut orang yang dia sayang, Revan tidak akan segan bahkan dapat melakukan apapun tanpa perasaan.

“Peringatan buat semuanya, jangan sampai hal ini terjadi lagi. Setiap gerak-gerik yang kalian lakukan, berada di bawah pengawasan saya, apakah kalian mengerti?!”

Lebih dari lima puluh pembantu dengan berbagai macam profesi yang bekerja di rumahnya, mengangguk dan menjawab dengan lantang.

Revan kemudian menaiki tangga untuk meletakkan anaknya di kamar tanpa memperdulikan pembantunya yang masih berlutut lebih dari satu jam di luar rumah dengan cuaca dingin karena hujan lebat.

"Daddy tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu. Itu janji Daddy sayang."

Matanya sedikit berkaca mengingat kejadian yang terjadi hari ini. Ada perasaan kesal yang bercampur aduk ketika kakinya pun hanya mampu melemah tatkala melihat anaknya sedang dalam bahaya. Ia tidak bisa berpikir jernih, bagaimana jika tidak ada perempuan itu yang menolong. Mungkin hal yang tidak diinginkan akan terjadi, dan separuh dari jiwanya akan hilang. Revan membenci hal itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status