Share

Bab 3

last update Last Updated: 2023-02-09 20:24:48

Belum ada dua jam dari saat Za menyimpan ponselnya lalu tertidur. Benda pipih itu kini berdering nyaring membangunkan kembali pemiliknya.

“Siapa?” Za memicingkan matanya lalu mengambil ponsel itu. Di sana terpampang nomor Ken, sang putra kesayangan.

“Ken?” Za gegas mengangkatnya.

“Kami dari kepolisian, mau mengabarkan jika putra Anda, Kenzie mengalami luka parah dan  saat ini berada di rumah sakit Buana Mitra.” Hanya kalimat itu yang terdengar jelas di telinga Za sebelum akhirnya benda itu lepas dari genggamannya.

“Ken!” pekiknya dengan hati yang gundah. Dia lalu membangunkan sang suami untuk pergi ke rumah sakit.

Keributan yang dibuat Za dan Albany membangunkan Hendro juga Ningsih. Tak ketinggalan Kinanti juga ikut terbangun. Dia diminta menginap oleh Albany juga Za karena takut akan dicari lagi oleh Juragan Ganda setelah perkelahian itu.

“Ada apa ini? Mau ke mana kalian?” tanya Hendro yang keluar dari kamarnya diikuti oleh Ningsih.

“Ken, Pa,” ujar Za dengan wajah khawatir. Namun, berbeda denga Albany, dia langsung mendekati sang ayah.

“Ini semua gara-garamu. Kau terlalu memanjakannya. Hasilnya begini. Ken jadi anak yang susah diatur. Berandalan dan doyan tawuran. Sekarang dia ada di rumah sakit! Apa tanggapanmu?!” bentak Albany pada Hendro. Lelaki sepuh itu terlihat syok mendengar cucu kesayangannya sampai masuk rumah sakit karena tawuran. Dadanya naik turun dengan napas yang tersengal.

“Ke-en? Ma-suk ru-ru-mah sa-kit?” ujarnya terbata. Dia hampir terjatuh jika saja Ningsih dan Albany tak menahannya. Hendro tampak kesakitan menahan dadanya. Napasnya tersengal dengan dada yang naik turun.

“Al, cepat bawa ayahmu. Dia sepertinya kena serangan jantung lagi!” pekik Ningsih histeris. Albany pun gegas membopong sang ayah menuju ke luar.

“Biar aku yang nyetir, Mas. Kamu sama Ibu jagain Papa di belakang,” ucap Za gegas menyusul sang suami ke mobilnya.

“Ups, sampai lupa. Untung saja ada kamu, Kinan. Kamu tunggu di sini ya. Jagain rumah. Tidak apa-apa, kan?” Za berbalik sebentar sebelum akhirnya dia berlari ke arah garasi. Kinan yang masih melongo hanya bisa mengangguk pelan.

**

Za menjalankan mobilnya dengan cepat membelah gelapnya malam. Jalanan sunyi karenya ini sudah lewat tengah malam. Di jok belakang Ningsih terus berdzikir sambil mengelus pelan lengan Hendro.

“Bertahan, Pa,” bisiknya dengan jantung berdebar ketakutan, sedangkan Albany hanya bisa diam memperhatikan. Dalam hatinya ngedumel. Walaupun dia kesal pada sang ayah yang selalu memanjakan Ken, tetapi kalau melihat kondisinya seperti ini dia merasa sedih juga. Bagaimanapun lelaki itu adalah ayahnya dan merupakan orang yang sangat dicintai oleh ibunya.

Sesampainya di gerbang rumah sakit, Za langsung menuju ke gedung IGD, karena sang ayah mertua sudah terlihat lemas. Sebetulnya Za sendiri merasa tegang, tetapi dia menguatkan diri demi putra juga ayah mertuanya.

Seorang perawat langsung mendorong sebuah brankar ke arah mobil, ketika Za turun dan memintanya. Albany langsung membopong sang ayah untuk dinaikan ke atas ranjang beroda itu.

“Silakan tunggu di sini dan urus untuk administrasinya,” ujar perawat yang membawa Hendro ke dalam ruang IGD.

“Sayang, kamu yang urusin administrasinya Papa, aku mau nyari Ken dulu,” ujar Za pada sang suami.

“Baiklah. Kupikir itu lebih baik. Setelah Papa ditangani, aku akan menyusul ke sana,” jawab Albany.

Za lalu bertanya pada sekuriti yang bertugas di lobi IGD. Dia menanyakan tentang korban tawuran yang masuk hari itu.

“Apa yang tadi dibawa oleh polisi, ya? Namanya ….”

“Kenzie,” potong Za. Sekuriti itu lekas mengangguk.

“Lukanya parah, Bu. Dia sedang ditangani oleh dokter. Ibu tunggu saja,” jawab Sekuriti itu menjelaskan. Pundak Za langsung meluruh. Dia merasa takut jika sang putra kenapa-napa, atau bahkan …. Ah, Za bahkan tidak sanggup membayangkan.

“Sabar, Sayang. kita berdoa untuk kebaikan Ken,” bisik Ningsih menguatkan. Tangannya mengelus punggung sang menantu perlahan.

“Aku takut, Bu. Takut jika Ken ….” Ucapan Za terhenti. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana jika anak semata wayangnya sampai tak bisa bertahan. Anak yang begitu dia sayang dan dia dapatkan dengan penuh pengorbanan. Za bahkan rela membagi suaminya dengan wanita lain demi mendapatkannya.

“Nggak, Sayang. ibu yakin Ken akan bertahan. Dia anak yang kuat. Dia bahkan lebih kuat dari pada seekor banteng. Kita tunggu saja,” hibur Ningsih meskipun dia sendiri merasakan takut itu. takut kehilangan cucu kesayangannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 74

    “Lina, Ima! Apa Nyonya sudah selesai?” tanya Javier dari luar pintu.“Sudah Bang Jev,” jawab Ima.“Tuan Al sudah menunggu di bawah untuk sarapan,” katanya. Lina dan Ima pun bergegas membereskan peralatannya.“Silakan duluan, Nyonya. Kamarnya biar kami yang bereskan,” ucap Ima. Walaupun merasa tak enak hati, tetapi Kinan tak punya pilihan lain, Aldebaran sudah menunggunya di bawah.Saat pintu terbuka Javier sempat terperangah melihat Kinan yang semakin cantik. Sebagai lelaki normal dia kagum dengan wanita ini.“Silakan,” ujar Javier yang mendadak bersikap begitu sopan.“I-iya,” jawab Kinan terlihat gugup.Dia berjalan pelan menuruni tangga lebar yang melingkar. Di bawah sana Aldebaran yang mendengar bunyi heels pendek dari sepatu yang dikenakan Kinan sontak menoleh ke arah tangga.Matanya terperangah untuk sesaat, sebelum akhirnya dia membuang muka karena Javier melihat padanya.Sangat aneh. Aldebaran sering berurusan dengan wanita berbaju seksi. Dia bahkan sering menikmati wanita tan

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 73

    Aldebaran menatap tak berkedip pada wanita yang jatuh terlelap karena saking capenya. Kinan bercerita tentang hidupnya sambil menangis tadi. Entah kenapa Aldebaran ingin sekali memeluk dan memberikan bahunya untuk bersandar saat Kinan menangis, tetapi dia tak bisa melakukannya. Wanita itu masih sah menjadi istri orang.Saking lelahnya, Kinan meracau lalu kepalanya terkulai di pinggiran sofa.“Kupikir kisah hidupku yang paling buruk,” gumam Aldebaran sambil menatap dengan rasa kasihan pada Kinan. Dia menunggu hingga Kinan benar-benar terlelap, lalu memindahkannya ke atas kasur miliknya. Setelah yakin jika Kinan tidur dalam keadaan nyaman, dia lalu keluar dan menuju ruang kerjanya untuk tidur di sana.Aldebaran seakan susah untuk memejamkan matanya. Dia masih teringat saat Kinan menceritakan kisahnya dengan sang suami.“Kamu wanita tegar dan berprinsip. Berani meninggalkan suami seperti itu demi sebuah harga diri,” gumamnya, lalu terbayang wajah Kinan yang polos, namun pemberani. Ide-id

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 72

    Kinan masih fokus memijit kaki Ahmet, sementara Aldebaran mengajaknya untuk cepat-cepat. Dia sudah tidak sabar ingin menginterogasi wanita yang menjadi istri gadungannya ini.“Udah mendingan, kan, Dad?” tanya Aldebaran.Ahmet mendelikan matanya. “Aku lagi enak dipijitin. Ganggu saja kamu ini!” Dia hendak melemparkan lagi sebuah bantal pada anaknya, tetapi Kinan menahannya.“Ssst, jangan ribut.” Kinan menyilangkan telunjuknya di bibir.“Tuh denger! Sana pergi kau!” usir Ahmet mengacungkan tinjunya pada Aldebaran.“Hei, dia itu istriku. Seharusnya aku yang lebih berhak, bukan kau Pak Tua!” sergah Aldebaran.“Kau bisa sepuasnya sama istrimu nanti. Aku hanya sebentar saja. Aku ingin mengobrol dengannya.” Ahmet mengangkat bogemnya.“Aku kasih waktu lima menit lagi. setelah itu aku ajak Kinan pergi tidur. Ini sudah malam. Apa kau tidak mengerti bagaimana rasanya pengantin baru?” kata Aldebaran sambil melirik jam yang melingkar di tangannya.“Ya sudahlah. Pergilah kalian. Kakiku sudah jauh l

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 71

    Sementara itu Kinan dan Ahmet yang mendengar keributan di luar langsung terbangun. Ahmet terperangah saat melihat ada Kinan di kamarnya.“Ngapain kamu di sini?” tanyanya marah.“Emmh, itu … Kek, aku mau bawakan makan malam, tapi Kakek udah tidur. Jadi aku tunggu di sini,” jawab Kinan sambil menunjuk ke sofa yang tadi didudukinya.“Kakek! Sudah kubilang jangan panggil aku kakek.” Ahmet berteriak dengan keras dan membuat Aldebaran mendengarnya. Dia gegas ke sana untuk melihat.Betapa bahagia rasanya saat melihat ada Kinan di sana yang tadi dia kira kabur.“Kenapa kamu di sini, Sayang?” tanya Aldebaran menghampiri Kinan dan berpura-pura bersikap romantis. Kinan tampak risih saat tangan Aldebaran menyentuh pinggangnya.“Mmh, itu, Tuan. Saya … mau ambilkan makan malam buat Kakek,” jawab Kinan polos. Aldebaran mengedipkan sebelah matanya berulang kali, memberi kode pada Kinan agar tidak menyebutnya tuan.Lelaki itu mendekatkan wajahnya pada Kinan dan berbisik, “Panggil aku sayang jika di de

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 70

    Aldebaran terbahak mendengar pertanyaan Kinan.“Kau pikir aku akan melakukannya? Yang benar saja. Aku tidak akan pernah mau terikat dalam pernikahan.”Mendengar kalimat dari mulut Aldebaran, Kinan pun merasa lega.“Baguslah. Aku juga tidak mau,” balas Kinan sambil membuang muka. Aldebaran melotot. Belum pernah ada yang berani seperti itu padanya. Biasanya wanita akan tunduk dan merengek agar didekati, yang ini malah sebaliknya.“Kamu!” desisnya. Namun, Kinan malah nyengir kuda. Aldebaran mendengkus pelan.“Cepat pose yang baik, aku akan mengambil gambarmu,” titah Aldebaran sambil menunjuk ke arah tembok untuk memberi kode pada Kinan untuk berdiri di sana.“Ok,” sahut Kinan gegas berdiri di depan tembok berwarna putih.Cekrek.Aldebaran kemudian melihat hasil fotonya. Dia mendesis kesal, karena ternyata Kinan malah menggosok matanya.“Kamu ini, foto aja susah. Tahan dulu sebentar,” ucap Aldebaran sedikit emosi.“Maaf, tadi mataku kelilipan,” jawab Kinan yang masih mengucek matanya. “S

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 69

    “Pakailah salah satu. Buang saja baju yang kau pakai,” katanya seperti yang kesal. Kinan mendengkus dan kembali ke kamar pas untuk berganti pakaian.Keluar dari kamar pas kali ini sudah dengan baju yang baru dan membuat Aldebaran terpaku sesaat. Namun, dia gegas membuang muka.“Ayo, masih ada tempat lain yang harus kau kunjungi,” katanya sambil berjalan, lalu diikuti oleh Javier.Kinan melongo karena dua lelaki itu malah melenggang tanpa ke kasir dulu. Dia gegas menyusul Javier dan menarik tangan lelaki itu.“Ada apa?” tanya Javier yang kaget saat tangannya ditarik.“Kenapa nggak bayar? Kalian penjahat yang lagi merampok?” tanya Kinan sambil berbisik. Javier langsung terbahak dan membuat Aldebaran berhenti dan menoleh ke belakangnya. Javier langsung berhenti tertawa dan menunduk hormat.“Butik itu punya Tuan Aldebaran,” bisik Javier dan kembali membuat Kinan melongo.“Ayo cepat!” teriak Aldebaran yang kemballi berhenti karena Javier dan Kinan malah mengobrol dan berjalan lambat.“Ini

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status