Share

Bab 4

Penulis: Lia M Sampurno
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-09 20:25:42

“Apa benar yang dikatakan sama Mas Al, Bu? Semua ini karena Papa terlalu memanjakan Ken. Dia jadi berandalan dan susah diatur. Aku sangat menyesal tidak bisa mendidik Ken dengan baik.” Za mulai terisak.

Ningsih menghela napas panjang. Dia juga mengakui hal itu. Suaminya terlalu memanjakan sang cucu. Apalagi Ken adalah cucu satu-satunya karena Za tak juga hamil setelah melahirkan putranya. Hendro berpikir, pada siapa lagi dia akan mewariskan hartanya yang banyak jika bukan pada sang cucu, karena Albany sang putra sama sekali tidak mau menerima pemberiannya. Albany sendiri sudah lebih dari cukup dengan usaha sayurannya yang semakin berkembang.

“Ya, semua yang terjadi pada Ken memang ada andil kita di sana. Sepertinya kita harus melakukan sesuatu jika dia kembali sehat. Jangan sampai ini terulang lagi,” desah Ningsih dengan tatapan kosong. Za mengangguk setuju.

Selama beberapa jam mereka menunggu kabar tentang Ken juga Hendro dengan perasaan cemas. Ketiganya langsung mendongak saat seorang perawat muncul dan menanyakan keluarga dari Kenzie.

“Iya, saya, Sus.” Albany yang duluan maju.

“Pasien atas nama Kenzie sudah selesai ditangani, tetapi sekarang harus masuk ICU. Dia masih perlu perawatan intensif,” jelas Suster itu.

Mata Za juga Ningsih langsung terbelalak.

“Bagaimana kondisinya, Sus?” Za tampak berapi-api.

“Pasien saat ini masih kritis. Dia belum sadar,” jawab suster.

“Kalau pasien atas nama Hendro bagaimana, Sus?” Ningsih langsung teringat pada suaminya.

“Oh, beliau sudah membaik dan sudah dipindahkan ke ruang perawatan VVIP, sesuai permintaan bapak ini,” tunjuk suster itu pada Albany. “Bapak sama Ibu bisa menjenguknya,” lanjutnya.

Ningsih langsung mengucap syukur dan bernapas lega. Sepertinya sang suami tidak mengalami sesuatu yang berbahaya.

Albany meminta sang Ibu untuk duluan ke ruang perawatan Hendro, sementara dia juga Za berencana melihat keadaan Ken meski hanya dari luar. Ningsih pun setuju.  Mereka pun berpencar dengan Ningsih yang diantar oleh seorang perawat.

Za juga Albany menatap sedih pada putra semata wayang mereka yang terbaring lemah di dalam sana. Wajahnya terlihat babak belur.

“Maafkan Bunda, Ken,” ujar Za lirih.

“Semoga ini bisa menjadi pelajaran buat Ken juga buat Papa. Dia harus berubah,” sahut Albany.

“Iya. Kamu benar, Mas. Walaupun mungkin terlambat, tapi kita harus memperbaiki kesalahan ini sebelum benar-benar terlambat. Walaupun entah bagaimana caranya agar Ken mau berubah,” jawab Za.

“Aku takut sekali terjadi apa-apa sama ken. Kalau sampai dia meninggal, aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri. Aku telah lalai membiarkan anak kita hanya dicekoki dengan uang dan kebebasan, tanpa berpikir akibatnya akan seperti ini.” Za mulai terisak. Albany pun merasa terharu dengan sikap yang ditunjukan istrinya itu. dia begitu menyayangi Ken, meski anak itu bukan lahir dari rahimnya. Tak ada ikatan darah sama sekali antara Za dan putranya.

“Kita pikirkan cara, agar Ken mau bekerja. Baik di perusahaan Papa ataupun ikut berbisnis sayuran denganku,” ucap Albany merengkuh pundak Za dan mengelusnya. Sebuah ciuman dia daratkan di puncak kepala sang istri.

“Iya, mudah-mudahan Ken mau. Ayo, kita lihat keadaan Papa,” ajak Za.

Saat tiba di ruangan Hendro, di sana terllihat Ningsih sedang berbicara pelan pada suaminya. Keduanya menoleh saat Za membuka pintu.

“Bagaimana kondisi Ken?” tanya Hendro dengan suara yang lemah. Raut wajahnya tampak sangat khawatir.

“Ini semua gara-gara Papa!” bentak Albany. Namun, Za langsung menahan sang suami agar tidak berdebat pada saat seperti ini.

“Mas,” bisiknya sambil meremas lengan kokoh itu. Memberi isyarat agar diam dan tidak memperkeruh keadaan.

“Aku—“

“Ssstt!” Za menekan bibir Albany dengan telunjuknya. “Jangan begitu caranya. Papa sedang tidak baik-baik saja.”

“Aku tak peduli. Anakku hampir meninggal gara-gara laki-laki itu.”

“Ssstt!” lagi-lagi Za menekan bibir sang suami dengan telunjuknya.

“Iya, aku minta maaf pada kalian. Aku memang terlalu memanjakan Ken selama ini,” ucap Hendro dengan suara yang parau. Za langsung berbalik menghadap pada ayah mertuanya yang masih terbaring di sana.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 74

    “Lina, Ima! Apa Nyonya sudah selesai?” tanya Javier dari luar pintu.“Sudah Bang Jev,” jawab Ima.“Tuan Al sudah menunggu di bawah untuk sarapan,” katanya. Lina dan Ima pun bergegas membereskan peralatannya.“Silakan duluan, Nyonya. Kamarnya biar kami yang bereskan,” ucap Ima. Walaupun merasa tak enak hati, tetapi Kinan tak punya pilihan lain, Aldebaran sudah menunggunya di bawah.Saat pintu terbuka Javier sempat terperangah melihat Kinan yang semakin cantik. Sebagai lelaki normal dia kagum dengan wanita ini.“Silakan,” ujar Javier yang mendadak bersikap begitu sopan.“I-iya,” jawab Kinan terlihat gugup.Dia berjalan pelan menuruni tangga lebar yang melingkar. Di bawah sana Aldebaran yang mendengar bunyi heels pendek dari sepatu yang dikenakan Kinan sontak menoleh ke arah tangga.Matanya terperangah untuk sesaat, sebelum akhirnya dia membuang muka karena Javier melihat padanya.Sangat aneh. Aldebaran sering berurusan dengan wanita berbaju seksi. Dia bahkan sering menikmati wanita tan

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 73

    Aldebaran menatap tak berkedip pada wanita yang jatuh terlelap karena saking capenya. Kinan bercerita tentang hidupnya sambil menangis tadi. Entah kenapa Aldebaran ingin sekali memeluk dan memberikan bahunya untuk bersandar saat Kinan menangis, tetapi dia tak bisa melakukannya. Wanita itu masih sah menjadi istri orang.Saking lelahnya, Kinan meracau lalu kepalanya terkulai di pinggiran sofa.“Kupikir kisah hidupku yang paling buruk,” gumam Aldebaran sambil menatap dengan rasa kasihan pada Kinan. Dia menunggu hingga Kinan benar-benar terlelap, lalu memindahkannya ke atas kasur miliknya. Setelah yakin jika Kinan tidur dalam keadaan nyaman, dia lalu keluar dan menuju ruang kerjanya untuk tidur di sana.Aldebaran seakan susah untuk memejamkan matanya. Dia masih teringat saat Kinan menceritakan kisahnya dengan sang suami.“Kamu wanita tegar dan berprinsip. Berani meninggalkan suami seperti itu demi sebuah harga diri,” gumamnya, lalu terbayang wajah Kinan yang polos, namun pemberani. Ide-id

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 72

    Kinan masih fokus memijit kaki Ahmet, sementara Aldebaran mengajaknya untuk cepat-cepat. Dia sudah tidak sabar ingin menginterogasi wanita yang menjadi istri gadungannya ini.“Udah mendingan, kan, Dad?” tanya Aldebaran.Ahmet mendelikan matanya. “Aku lagi enak dipijitin. Ganggu saja kamu ini!” Dia hendak melemparkan lagi sebuah bantal pada anaknya, tetapi Kinan menahannya.“Ssst, jangan ribut.” Kinan menyilangkan telunjuknya di bibir.“Tuh denger! Sana pergi kau!” usir Ahmet mengacungkan tinjunya pada Aldebaran.“Hei, dia itu istriku. Seharusnya aku yang lebih berhak, bukan kau Pak Tua!” sergah Aldebaran.“Kau bisa sepuasnya sama istrimu nanti. Aku hanya sebentar saja. Aku ingin mengobrol dengannya.” Ahmet mengangkat bogemnya.“Aku kasih waktu lima menit lagi. setelah itu aku ajak Kinan pergi tidur. Ini sudah malam. Apa kau tidak mengerti bagaimana rasanya pengantin baru?” kata Aldebaran sambil melirik jam yang melingkar di tangannya.“Ya sudahlah. Pergilah kalian. Kakiku sudah jauh l

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 71

    Sementara itu Kinan dan Ahmet yang mendengar keributan di luar langsung terbangun. Ahmet terperangah saat melihat ada Kinan di kamarnya.“Ngapain kamu di sini?” tanyanya marah.“Emmh, itu … Kek, aku mau bawakan makan malam, tapi Kakek udah tidur. Jadi aku tunggu di sini,” jawab Kinan sambil menunjuk ke sofa yang tadi didudukinya.“Kakek! Sudah kubilang jangan panggil aku kakek.” Ahmet berteriak dengan keras dan membuat Aldebaran mendengarnya. Dia gegas ke sana untuk melihat.Betapa bahagia rasanya saat melihat ada Kinan di sana yang tadi dia kira kabur.“Kenapa kamu di sini, Sayang?” tanya Aldebaran menghampiri Kinan dan berpura-pura bersikap romantis. Kinan tampak risih saat tangan Aldebaran menyentuh pinggangnya.“Mmh, itu, Tuan. Saya … mau ambilkan makan malam buat Kakek,” jawab Kinan polos. Aldebaran mengedipkan sebelah matanya berulang kali, memberi kode pada Kinan agar tidak menyebutnya tuan.Lelaki itu mendekatkan wajahnya pada Kinan dan berbisik, “Panggil aku sayang jika di de

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 70

    Aldebaran terbahak mendengar pertanyaan Kinan.“Kau pikir aku akan melakukannya? Yang benar saja. Aku tidak akan pernah mau terikat dalam pernikahan.”Mendengar kalimat dari mulut Aldebaran, Kinan pun merasa lega.“Baguslah. Aku juga tidak mau,” balas Kinan sambil membuang muka. Aldebaran melotot. Belum pernah ada yang berani seperti itu padanya. Biasanya wanita akan tunduk dan merengek agar didekati, yang ini malah sebaliknya.“Kamu!” desisnya. Namun, Kinan malah nyengir kuda. Aldebaran mendengkus pelan.“Cepat pose yang baik, aku akan mengambil gambarmu,” titah Aldebaran sambil menunjuk ke arah tembok untuk memberi kode pada Kinan untuk berdiri di sana.“Ok,” sahut Kinan gegas berdiri di depan tembok berwarna putih.Cekrek.Aldebaran kemudian melihat hasil fotonya. Dia mendesis kesal, karena ternyata Kinan malah menggosok matanya.“Kamu ini, foto aja susah. Tahan dulu sebentar,” ucap Aldebaran sedikit emosi.“Maaf, tadi mataku kelilipan,” jawab Kinan yang masih mengucek matanya. “S

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 69

    “Pakailah salah satu. Buang saja baju yang kau pakai,” katanya seperti yang kesal. Kinan mendengkus dan kembali ke kamar pas untuk berganti pakaian.Keluar dari kamar pas kali ini sudah dengan baju yang baru dan membuat Aldebaran terpaku sesaat. Namun, dia gegas membuang muka.“Ayo, masih ada tempat lain yang harus kau kunjungi,” katanya sambil berjalan, lalu diikuti oleh Javier.Kinan melongo karena dua lelaki itu malah melenggang tanpa ke kasir dulu. Dia gegas menyusul Javier dan menarik tangan lelaki itu.“Ada apa?” tanya Javier yang kaget saat tangannya ditarik.“Kenapa nggak bayar? Kalian penjahat yang lagi merampok?” tanya Kinan sambil berbisik. Javier langsung terbahak dan membuat Aldebaran berhenti dan menoleh ke belakangnya. Javier langsung berhenti tertawa dan menunduk hormat.“Butik itu punya Tuan Aldebaran,” bisik Javier dan kembali membuat Kinan melongo.“Ayo cepat!” teriak Aldebaran yang kemballi berhenti karena Javier dan Kinan malah mengobrol dan berjalan lambat.“Ini

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status