Home / Lainnya / ANAKKU DIMANGSA PAEDOFIL / ADA PIHAK KETIGA DI ANTARA MEREKA

Share

ADA PIHAK KETIGA DI ANTARA MEREKA

last update Last Updated: 2023-09-16 10:14:36

Keduanya sedang asik dengan pikiran masing-masing. Ekor mata Hadi melirik wanita di sebelahnya, sering kali Ambar mengerem mendadak dan membunyikan klakson lalu mengomel kesal.

Pikiran Ambar yang sedang kacau membuat emosinya mudah terpancing. Hadi hanya bisa mengelus dada melihat perilaku sang istri yang berubah dratis.

“Mah, biar Papa yang nyetir. Tenangin hati Mama dulu,” ucap Hadi selembut mungkin agar emosi Ambar bisa segera stabil dan mau menyerahkan kemudi padanya.

“Diem aja. Entar kasih keterangan ke polisi sebanyak-banyaknya. Bikin alibi palsu atau ada saksi bayaran? Bedebah!” teriak Ambar sembari memukul kemudi.

Wanita ini tampak emosi dan Hadi masih bersabar menghadapinya. Pria berkaca mata tersebut hanya diam menunggu sampai emosi sang istri reda. Di saat pasutri ini sedang tegang, tiba-tiba ponsel Hadi berbunyi.

Pria ini segera merogoh benda tersebut dari saku celana dan tanpa melihat nama si penelepon langsung menjawab panggilan.

“Lagi di jalan, belum bisa terima telepon,” ucap Hadi setengah berbisik lalu segera memutuskan hubungan telepon.

Beberapa saat kemudian, terdengar pemberitahuan sebuah pesan masuk. Hadi pun segera membaca nama pengirim lalu tersenyum penuh arti dan segera membacanya.

[Sayang, barusan aku lihat kamu ada di rumah sakit. Siapa yang sakit?]

[Jagoan kecil.]

[Brian?]

[Ya, disambung nanti.]

Hadi mematikan ponsel lalu memasukkan ke saku kembali. Di saat bersamaan mobil telah memasuki gerbang kantor polisi. Ekor mata Ambar mengamati gerak-gerik suaminya dari tadi dengan ekspresi bertambah emosi.

Dasar bajingan! Umpat Ambar dalam hati sembari mengerem mobil secara mendadak lalu mematikan mesin.

Akibat aksi barusan kepala Hadi terantuk dashboard. Ambar dengan cuek turun dari mobil lalu melangkah dengan buru-buru ke arah ruang pemeriksaan. Dua orang petugas yang sedang berada dalam ruangan, mempersilakan keduanya masuk. Hadi yang tak paham tentang kasus yang akan dilaporkan oleh Ambar layaknya kambing congek, hanya mengekor saja.

Salah satu petugas mulai mempersiapkan kertas di mesin ketik. Sesi tanya jawab segera dimulai lalu Ambar menyerahkan sebuah map kepada petugas.

“Nama korban?” tanya petugas tersebut dengan kedua tangan siap mengetik.

“Brian Aditya Prayoga,” jawab Ambar mantap.

Hadi yang mendengarnya seketika terkejut lalu bertanya lirih, “Kenapa dia?”

Pertanyaan Hadi diabaikan oleh Ambar dan tentu saja membuat heran kedua petugas.

“Maaf, Bapak?” tanya petugas satunya yang menatap tajam ke arah pria berkaca mata ini.

“Dia saksi kejadian,” sahut Ambar sebelum Hadi sempat menjawab.

Tentu saja jawaban Ambar semakin membuat Hadi kelimpungan.

“Maaf, Nama saya Hadi Pratama. Suami dari Bu Ambar ini dan sekaligus bapak dari Brian. Jujur, saya enggak paham dengan kasus yang akan dilaporkan oleh istri saya,” jelas Hadi lalu menoleh ke arah sang istri.

“Penjelasan kasus ada di berkas, Pak,” ucap Ambar dengan pandangan lurus ke petugas di depannya.

“Baik. Saya baca dulu berkasnya,” sahut petugas di depan Hadi, yang tampak lebih tinggi pangkatnya.

Petugas sebelahnya segera menyerahkan map pemberian Ambar barusan. Untuk sesaat petugas tadi membaca berkas dalam map dan begitu selesai, dia pun geleng-geleng kepala.

Petugas tersebut hanya diam sembari menatap pasutri di depannya. Selama sesi tanya jawab dengan Ambar berlangsung, Hadi tampak syok. Murid kesayangan sekaligus anak sambungnya telah mengalami pelecehan saat dalam penjagaan dia.

Sementara itu di kantin rumah sakit, Bu Retno tanpa sengaja mendengar pembicaraan dua orang pria yang menyebut nama Brian—sang cucu.

“Gile, lu! Dia tuh anak gebetan lu,” ucap pria berbadan atletis kepada temannya.

“Biar tau rasa. Indehoi ama gue, nikah ama orang lain. Kalo enggak ada bini, diembat juga tuh bocil. Udahan, yuk. Kita pulang,” balas pria berkemeja motif bunga sepatu dengan bibir menyibik.

“Libur berapa hari?”

“Udah seminggu, tapi belum sembuh juga. Masih perih kalo ke toilet. Brian sakit, ketularan gue deh,” ungkap pria berkemeja motif bunga sepatu dengan pandangan menerawang.

“Lu kaga demen beneran ama tuh bocil? Ngapain?”

“Hei, Tampan. Lu, kaga pernah cembukur? Tapi gue angst sekarang. Gue takut lekong gue gelay,” ucap si motif bunga sepatu yang tampak bingung, heberapa kali jemarinya yang terlihat lentik meremas sapu tangan. *[angst=cemas]*[lekong=laki] *[gelay=gak like]

“Lu sih. Udah ama gue aja! Nyariin Hadi mulu. Kita pulang!”

“Sleeping beauty ama lu? Ogah!”

“Gue lebih macho dari si Hadi,” sergah pria atletis sembari mengusap lembut rambut si motif bunga sepatu.

“Anter surat dokter gue, ya?”

“Okey. Gue anter lu pulang dulu.”

Keduanya bangkit lalu menghampiri penjaga kantin dan berjalan melewati Bu Retno yang terbengong-bengong sehabis mendengar pembicaraan barusan.

Mereka kenal sama Hadi dan Brian? Tanyanya dalam hati sambil mata awas mengamati dua pria yang kini telah berjalan menjauh.

Kini, kedua mata Bu Retno tampak lebih segar setelah menyeruput kopi. Semalam dia begadang membuat katering pesanan dan rasa kangen ke cucunya mengalahkan rasa kantuk. Wanita tua ini lalu bangkit dan segera membayar kopi serta beberapa bungkus roti yang dimasukan kresek. Hatinya cemas dengan keadaan sang cucu.

Dari raut wajah Ambar yang panik sebelum pergi, dia menduga sebuah penyakit serius sedang diderita oleh Brian. Dengan langkah kaki perlahan Bu Retno menuju ruang perawatan khusus anak. Baru sejam yang lalu Brian dipindahkan dari ruang UGD dan sempat siuman lalu tertidur karena efek dari obat tidur.

Saat kedua kaki Bu Retno masuk kamar, dia disambut pertengkaran Ambar dengan Hadi. Wanita tua ini seketika menghampiri keduanya.

“Kalian enggak kasian sama Brian? Bertengkar depan anak. Selesaikan di rumah! Malu ... tempat umum,” ucap Bu Retno dengan menatap tajam ke pasutri di hadapannya.

Keduanya bergegas mencium tangan wanita tersebut. Tampak buliran bening menggenang di kedua pelupuk Ambar.

“Maaf, Bu. Dek Ambar tak terima penjelasan saya,” jelas Hadi sembari mendekat ke arah ranjang Brian.

Langkah Hadi seketika dihadang oleh Ambar. Wanita ini berdiri tepat di hadapan suaminya dengan mata memerah.

“Gak usah dekat-dekat anakku. Pergi sana! Najis bener!” teriak Ambar yang tampak semakin emosi saat Hadi berusaha melempar senyum.

“Ambar, tenang! Nak Hadi tolong keluar dulu,” ucap Bu Retno dengan bijak lalu mengantar sang menantu sampai keluar ruangan.

“Maafkan saya, Bu. Saya sama sekali gak tau kalo Brian sedang sakit. Tau-tau pingsan lalu kami bawa kemari,” jelas Hadi kepada mertuanya.

“Sabar. Nanti Ibu tanya Ambar dulu tentang masalah sebenarnya. Nak Hadi sementara menjauh dulu. Ambar lagi emosi.”

“Baik, Bu. Saya ke kantin saja. Kalo ada apa-apa dengan Brian, tolong telepon saya.”

Bu Retno mengangguk mendengar omongan menantunya. Hadi berpamitan lalu mencium tangan mertuanya. Wanita tua ini memandang kepergian sang menantu dengan perasaan sedih.

 

 

 

 

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ANAKKU DIMANGSA PAEDOFIL   AKHIR SEBUAH PENDERITAAN

    "Bar, buruan!"seru Sabrina yang telah ambil alih kursi roda. Ia telah berjalan mengikuti Tuan Farel dan Ambar masih berdiri melamun.Ambar seketika tersadar dari lamunan. "Oh, ya, ya. Yuk."Kedua wanita berjalan buru-buru menuju ruang perawatan. Gerak-gerik keempat orang di taman tadi telah diawasi oleh salah seorang bodyguard Tuan Gerry. Pria ini segera mengambil ponsel dari dalam saku celana lalu menelepon seseorang. Beberapa saat, ia mendengarkan ucapan dari ujung telepon."Mereka berencana shopping," ucap pria kekar tersebut kepada lawan bicaranya. Sementara itu, Tuan Farel yang sedang merebahkan tubuh Brian di pembaringan mendengar ponselnya berdering. Ia mengusap rambut Brian lembut sambil berbisik ke telinga si bocah. "Om akan jaga kamu, Superboy. Harus semangat untuk sehat."Pria ini lalu mengecup kening Brian. Saat ia menyelimuti tubuh si bocah, kedua wanita baru saja masuk ruangan. Pemandangan di depan mata, membuat kedua wanita semakin terharu. Tuan Farel segera menyadari k

  • ANAKKU DIMANGSA PAEDOFIL   BRIAN TIDAK MAU PULANG

    "Coba kamu tanya ke Tuan Farel," saran Ambar kepada si bocah."Tuan Farel owner-nya?"tanya Sabrina dengan antusias."Bukan. Ia yang dipercaya oleh owner untuk mengelola tempat ini. Dan, kita telah diizinkan untuk tinggal di sini sampai Brian sembuh," jelas Ambar sengaja berbohong demi kebaikan bersama."Wah, sangat menyenangkan sekali. Liat, tuh, anak lu kerasan di sini," balas Sabrina. Ambar tersenyum lebar melihat Brian yang kembali ceria. Padahal sebelumnya, si bocah dalam keadaan kacau. Bahkan ia sempat berpikir untuk bunuh diri ke Hutan Aokigahara segala."Bagus, dong. Kalo Jagoan kerasan di sini. Mama tadi sudah bilang ke Tuan Farel dan lebih keren lagi, kamu bilang langsung,"ucap Ambar kepada Brian."Ya, Brian mau,"kata si bocah bersemangat. Ambar bahagia sekali mendapati anaknya yang penuh semangat. Ia bangkit lalu memeluk jagoan lalu mencium kedua pipinya. Tidak ada kebahagiaan yang ingin dirasakan selain kesembuhan bagi Brian."Cepat sembuh, Jagoan!" Ambar bertambah besar ha

  • ANAKKU DIMANGSA PAEDOFIL   KISAH ASMARA NEGERI TIRAI BAMBU

    "Kamu suka, Sayang?"tanya Tuan Farel sambil membuka blus Ambar. Kini tampak dua gundukan berbalut bra berenda. Ambar yang mulai mengikuti permainam sang pria.Jemari lentiknya mengusap lembut milik Tuan Farel yang telah membuat penasaran. Pasangan ini bergantian memberi usapan, jilatan bahkan remasan di beberapa bagian sensitif."Farel, Sayang!"panggil Ambar di antara desah dan jerit tertahan."Iya, Sayang. Nikmati, ya,"ucap Tuan Farel sambil mengusap lembut bibir Ambar.Mereka yang telah memanas akhirnya berpacu saling memuaskan. Keduanya bersamaan telah lunglai di atas pembaringan. Ambar pun baru sadar bahwa dirinya belum belanja pakaian."Oh my God!"jerit Ambar sambil membebat tubuhnya dengan selimut."Ada apa, Sayang?"tanya Farel yang buru-buru memakai hanfu. Kemudian ia duduk di pembaringan lalu membenahi anak rambut di wajah Ambar."Honey, aku belum belanja baju. Kamu tahu sendiri, kan. Kami berangkat tanpa persiapan. Gimana, dong?" Ambar menatap Farel dengan wajah sedih.Farel t

  • ANAKKU DIMANGSA PAEDOFIL   MEREKA MELAYANG BERSAMA

    Benar saja, dugaannya memang tepat. Petugas informasi memberikan sebuah denah untuk menuju ruang staf khusus. Ambar sedikit curiga dengan dua petugas tersebut yang saling berbisik lalu tertawa kecil.Ambar tidak ambil pusing tentang hal tersebut. Ia langsung mencari keberadaan tempat Tuan Farel dengan berbekal selembar denah. Wanita berkaki jenjang ini kembali menyusuri koridor lalu mengikuti arah pada denah.Tak butuh waktu lama untuk mencari tempat Tuan Farel. Letak ruangannya terdapat di lantai dua dan lebih mengherankan, di sini tidak ada lift. Seluruh bangunan dan fasilitas yang terdapat di dalamnya bernuansa klasik.Kini, kedua kaki Ambar telah berdiri tepat depan sebuah ruangan yang ditunjuk oleh petugas informasi sebagai tempat Tuan Farel. Sebuah plang bertuliskan aksara Hanzi. Ambar mengetuk daun pintu kayu berukir. Ia mengetuk sampai ketiga kali pun tidak ada yang membuka pintu.Ambar pun merasa konyol setelah melihat ada sebuah lonceng kecil di sisi kanan pintu. Wanita ini

  • ANAKKU DIMANGSA PAEDOFIL   TUAN FAREL STAF KHUSUS

    Tempat rehabilitasi ini dibangun di atas bukit. Sebagian besar bangunan disusun dari papan kayu dan beratap rumbia. Beberapa pohon cemara berdiri mengelilingi bangunan ini. Samar-samar terdengar gemericik air terjun dan suara aliran sungai."Pasti sedang jatuh cinta dengan tempat ini,"ucap Tuan Farel mengagetkan Ambar yang sedang fokus melihat sekeliling.Ambar seketika menoleh dan langsung terpana dengan penampilan pria di sebelahnya. Ambar pun jadi salah tingkah. "Tuan Farel. Iya."Pria gagah dengan rambut cepak layaknya anggota militer tersenyum manis. Dua ceruk menghias pipi. Ambar baru sekarang benar-benar mengagumi sosok pria. Pesona pria di depannya berhasil memporak-porandakan otak dan hatinya."Pusat rehabilitasi ini sengaja dibangun di daerah sini karena faktor lingkungan yang masih alami. Hal tersebut dipercaya bisa menunjang kesembuhan para pasien." Tuan Farel menjelaskan dengan pandangan lepas ke bukit. Ambar hanya mengangguk-angguk mendengar penjelasan dari pria di sampi

  • ANAKKU DIMANGSA PAEDOFIL   TUAN GERRY MENEBUS DOSA

    "Terima kasih kembali, Nak. Anggap ini sebagai penebus dosa-dosa Bapak."Begitu mendengar ucapan Tuan Gerry, Ambar tidak bisa berkata-kata lagi. Air mata membasahi sudut mata lalu ke arah pipi. Ada rasa sesak karena harus merelakan nasib Rafael ke tangan pihak interpol. Ia harus kehilangan Rafael untuk kedua kalinya dan ini benar-benar menyakitkan.Pria yang diharapkan akan menjadi pendamping hidup untuk rangkaian perjalan hidup dia dan Brian. Ternyata telah menjadi seorang penjahat internasional. Ambar menangis sesenggukan."Ambar, relakan semua,"ucap Sabrina sambil menggenggam jemari sang sahabat. Sementara air mata tidak berhenti mengalir dari pelupuk mata Ambar. Sabrina membiarkan saja agar rasa sesak di dada Ambar segera lenyap.Mobil telah memasuki area bandara udara dan Ambar masih sesenggukan. Tiba-tiba Sabrina menyadari sesuatu. "Ambar, kita kaga bawa baju ganti.""Gak perlu khawatir soal baju dan lain-lain. Di sana banyak pilihan,"sahut Geo dari balik kemudi. Pria ini mengar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status