Share

Bab 2 Merasa Aneh Dengan Perubahan Pembantu Seksi

##BAB 2 Merasa Aneh Dengan Perubahan Pembantu Seksi

Rasanya sudah terlalu lama aku terlelap. Entah kenapa aku tidur seperti orang yang tak sadarkan diri, tapi badanku rasanya pegal, seperti orang kesemutan.

“Hmmm ... jam berapa ini, ya?” lirihku sembari meraba nakas yang berada di samping tempat tidurku. Aku mencari benda elektronik berbentuk pipih untuk melihat waktu.

Memang sengaja di kamar tak ada jam dinding yang menggantung. Aku lebih suka tidur dan beristirahat tanpa dikejar waktu, mungkin sifat itulah yang membuat Bu Romlah, mertuaku, menyebut aku tukang molor. Setelah mendapatkan ponselku, aku bergegas melihat barisan empat angka yang tertera di layar ponsel.

“Pukul 08.30 WIB. Wah, selama itukah aku bergelut dengan alam bawah sadar hingga bangun kesiangan seperti ini?” kataku berbicara pada diri sendiri.

“Mas Frengky pasti sudah berangkat ke Restoran. Kenapa aku tak sadar sama sekali, bahkan kepulangan Mas Frengky kemarin tak sedikitpun membuatku sadar dan terbangun.”

Aku mencoba bangun dari tidurku, duduk di tepi ranjang dengan hati-hati. Perutku masih sedikit perih, sudah mendingan lah tapi dari pada kemarin. Aku beranjak dari tempat tidur berukuran king size ber sprei motif abstrak milikku. Berjalan ke luar kamar.

Hendak memutar knop pintu, kertas kecil yang tertempel di balik pintu membuatku mengernyitkan kening. Sebuah memo singkat dari Mas Frengky membuatku penasaran, spontan aku membacanya dalam hati.

[Kamu pasti kecapekan, ya, Bun. Sampai pules banget tidurnya. Dari aku pulang sampai berangkat lagi Bunda tak sedikitpun membuka mata, aku jadi tak tega yang mau membangunkan. Oh, ya, tadi aku udah minta tolong ke Rosa untuk buatkan kamu sayur bening, pepes ikan kutuk, tak lupa 5 biji putih telur ayam rebus. Dimakan semua, ya! Wajib dihabiskan, Cahaya bilang jahitanmu kambuh. Cepat sembuh istriku, surgaku, ibu dari anak-anakku. Salam dari Ayah yang sayang sama Bunda banyak-banyak😘🥰!]

Senyumku mengembang setelah membaca isi memo tersebut. Mas Frengky memang ada-ada saja. Seharusnya lewat pesan di ponsel saja bisa, tak perlu lagi repot-repot menulis begitu. Ah ... suamiku itu memang penuh dengan kasih sayang.

Eh ... hampir saja aku lupa. Bukankah kemarin aku berencana akan memantau tentang hubungan Mas Frengky dan Rosa? Seketika senyum indah di bibirku berganti dengan umpatan.

Kuremas kertas berisi pesan sok manis itu, lalu membuangnya ke tempat sampah yang berada tak jauh dari tempatku berdiri. Setelah itu, aku bergegas ke luar kamar. Tenggorokanku rasanya kering, aku butuh air putih dan sedikit buah untuk menyegarkan. Kuseret kakiku menuju lemari es yang berada di dapur.

Di sana sudah ada Rosa yang sedang sibuk memotong sayuran sambil sesekali membuka tutup panci berisi rebusan ikan kutuk. Tangannya begitu terampil dan cekatan. Memang aku akui, sebagai seorang wanita yang normal terkadang terbersit rasa isi muncul dari dalam diriku. Melihat Rosa yang mempunyai tubuh langsing, tinggi semampai, rambut lurus asli tanpa sentuhan obat salon. Belum lagi wajahnya yang ayu, hidung bangir dan mata belo serta bibirnya yang ranum menambah aura kecantikannya. Tanpa polesan makeup, Rosa sudah terlihat cantik. Apalagi sekarang, alisnya disulam seperti selebgram kekinian, bulu matanya pun dieyelash. Semakin menampilkan kesan dewasanya, sedikit demi sedikit aura polosnya mulai sirna.

Rosa bersenandung kecil sembari memasukkan potongan sayur ke dalam air yang mendidih. Ia masih belum sadar bahwa aku telah memperhatikannya sedari tadi. Coba tebak, pakaian yang ia kenakan sekarang?

Kaus tipis berdada rendah, hampir menampilkan setengah dari payudaranya. Hotpant dengan panjang hanya sekitar lima senti dari pangkal paha. Bahkan saat ia jongkok pun, mungkin gundukan bagian belakang tubuhnya akan dengan mudah terlihat.

‘Astaghfirullahaladzim ... begini kah pakaian yang dikenakannya sehari-hari? Kenapa aku baru menyadarinya sekarang? Bukankah dulu awal-awal datang pakaiannya tak jauh dari kaus gombrong kebesaran dengan celana kain selutut atau bahkan lebih panjang, kenapa sekarang seperti ini?’ batinku dalam hati.

“Loh, eh ... Mbak Nayla, sini, Mbak. Ayo makan, ini bentar lagi makanannya mateng. Rosa siapin, ya!” Perkataan Rosa barusan membuatku tersadar dari lamunan.

Aku hanya tersenyum menanggapinya, ia tampak salah tingkah. Kuseret kursi yang ada di meja makan, sengaja aku ingin memperhatikannya lebih dekat lagi.

“Kamu perawatan, Ros? Kelihatannya kok makin glowing?” tanyaku sembari menatap wajahnya dengan lekat.

Memang benar, saat kutamatkan dari dekat, wajahnya terlihat bersih dan mulus, bahkan jika ada lalat yang tak sengaja hinggap, bisa saja terpeleset jatuh karena saking licinnya tuh muka.

“Ah, iya, Mbak. Lagi coba cream wajah yang ada di i*******m itu, loh, Mbak. Cuma cream biasa,” sahutnya tampak salah tingkah.

“Masak? Apa mereknya?” tanyaku menyelidik.

“Ehm ... apa, ya? Aku lupa, nanti deh aku lihat, Mbak. Pokoknya murah kok harganya, Mbak,” jawabnya tergagap.

“Hati-hati, loh, Ros! Skincare sekarang makin marak, jangan sampai salah pilih, apa lagi pakai yang abal-abal. Sayang ‘kan kalau kulit wajah jadi rusak gara-gara pakai cream murahan yang belum jelas pasti bersertifikat halal dan lolos uji BPOM,” kataku panjang kali lebar.

Biar saja, aku ingin tahu reaksinya nanti.

“Iya, Mbak,” sahutnya cuek.

Dih, dibilangin malah gitu. Ah, sudahlah, untuk apa aku mau repot-repot mengurusi asisten yang satu ini. Lebih baik aku fokus untuk pembukaan butikku nantinya, lumayan ‘kan buat perkembangan bisnis, bisa mempergendut saldo di tabungan.

“Oh, ya. Cahaya apa sudah makan?” tanyaku mengalihkan perhatian, aku tahu dia mungkin tak nyaman karena penyelidikan yang kulakukan.

“Sudah, Mbak. Tadi minta bikin indomie rasa kare ayam. Lahap banget makannya, nasi sepiring juga habis!” jawabnya dengan mata berbinar.

“Apa? Indomie lagi? Aku ‘kan sudah berulang kali mengingatkan, Ros. Jangan beri Cahaya makanan instan terlalu sering. Coba untuk bujuklah dia agar mau makan masakan rumahan!” sahutku ketus.

Bagaimana tidak emosi? Aku sudah berusaha memberikan suplemen dan vitamin dengan harga yang cukup merogoh kocek untuk pertumbuhan putriku satu-satunya saat ini. Tapi dengan entengnya asisten yang satu ini malah memberinya makanan instan.

“Tapi dengan mie instan Cahaya lahap, Mbak. Udahlah biarkan dia menentukan seleranya, Mbak. Yang penting makan!” tandas wanita di depanku ini dengan enteng.

Apa dia mulai ngelunjak? Sejak kapan dia berani membantah dan berbicara dengan nada tinggi seperti itu di depanku?

“Kamu nggak usah ikut campur soal selera Cahaya, dia putriku dan aku yang berhak menentukan nutrisi harian yang masuk ke dalam tubuhnya. Kalau suatu hari nanti ada hal yang tidak diinginkan gara-gara ulahmu ini yang sering memberikannya makanan instan, apa kamu mau tanggung jawab? Sekali lagi aku tegaskan, aku ibunya dan dia anakku. Jadi aku lebih berhak akan sesuatu yang bersangkutan dengan Cahaya!” bentakku kasar.

Aku sudah tak mampu menahan emosi rasanya, apa lagi jika sudah menyangkut putriku, aku sudah cukup trauma akan kehilangan Pelangi beberapa waktu lalu dan aku tidak mau mengulangi kesalahanku, aku tidak mau kehilangan putriku, sekali lagi.

“Iya, Mbak, iya. Soal mie instan aja kok Mbak Nayla sampai segitunya, sih? Lagian juga, emangnya terjadi hal yang tidak diinginkan itu yang bagaimana? Mbak trauma akan Pelangi? Aku belum pernah denger tuh, Mbak, anak kecil mati gara-gara mie instan. Tapi kalo menurut Mbak Nayla aku yang salah, ya sudah aku minta maaf, Mbak!” ujarnya dengan sedikit terpaksa.

Sungguh, aku dibuat terkejut akan sikap dan gaya bicara Rosa hari ini. Tak biasanya wanita yang selama ini kukenal polos dan lugu bisa bersikap seperti ini.

“Kok kamu ngelunjak?” tanyaku dengan senyum sinis.

“Loh, ngelunjak gimana, Mbak? Maaf, mungkin Mbak Nayla lagi PMS, aku minta maaf banget, deh, udah ngerusak mood Mbak Nayla,” ujarnya dengan senyum yang tulus, atau entahlah, mungkin berpura-pura tulus lebih tepatnya.

“Udah, ah. Aku mau ke butik, bisa pecah kepala lama-lama kalau dengerin kamu ngoceh!” ujarku seraya beranjak dari kursi, aku bergegas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Barangkali dengan guyuran air dingin bisa sedikit menghapus rasa kesalku.

“Loh, Mbak nggak makan dulu? Ini udah aku siapin spesial, loh, buat Mbak Nayla, seriusan!” kata Rosa yang tak lagi kutanggapi. Aku sudah malas beradu argumen dengannya.

Setelah mandi, aku mengenakan atasan lengan panjang berwarna hitam yang kupadu dengan outer bermotif floral dan kulot berwarna putih, tak lupa memakai wedges dengan tinggi lima sentimeter. Kusapu wajahku dengan polesan makeup yang natural, terakhir kubalut rambutku dengan pashmina berwarna peach, tampak matching penampilanku kali ini. Aku mematut diri di depan cermin, ingin memastikan sekali lagi penampilanku.

Setelah kurasa cukup, aku menghampiri kamar tidur Cahaya, putriku yang sedang terlelap dalam balutan selimut membuatku tak tega membangunkannya untuk sekedar pamitan. Setelah mengecup dahi dan membelai rambutnya sekilas, aku beranjak pergi memacu honda jazz berwarna kuning hasil keringatku, membelah jalan raya untuk menuju ke rumah keduaku alias butik pencapaianku setelah bermandikan keringat selama ini.

Ya ... memang benar, aku membangun butik itu dengan susah payah, mengorbankan keringat dan tenaga sepenuh hati, hingga bercucuran darah. Eh, nggak deng, bercanda hehe.

Sesampainya di butik, semua karyawan menyapaku sambil tersenyum. Aku bergegas naik ke lantai tiga, di mana tempat singgahku berada.

Setelah mengecek laporan keuangan dari staf yang kupercaya, aku berniat bersantai sejenak. Menikmati secangkir kopi susu yang telah disediakan office girl di sini.

Memang butikku cukup besar, bangunan dengan 3 lantai yang dipijak oleh puluhan karyawan inilah sumber penghasilanku saat ini. Rasanya ada kebahagiaan tersendiri bisa menikmati semuanya di usiaku saat ini. Memiliki karir yang bagus, suami yang pengertian dan anak yang lucu. Bukankah itu yang diidam-idamkan para hawa di muka bumi ini?

Jangan sampai berkata tidak, munafik jika kau mengatakannya.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kasrumi
bagus alur ceritanya ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status