##BAB 24 Isi Belanja RosaMataku terbelalak sedikit lebar saat melihat isi kantong belanja milik Rosa.Ada satu set skincare dengan merk S# II yang aku tau harga satuannya berkisar delapan ratus ribu rupiah. Ada lebih dari delapan macam seri dalam kantong tersebut.Ada juga satu stel mini dress transparan seharga empat ratus ribu rupiah, berwarna hitam dengan pita merah yang begitu terkesan eksotis.Ku keluar kan semua beberapa kantong belanja yang dijadikan satu tersebut. Bak polisi yang menggeledah pencuri, aku terus membabi buta mengeluarkan seluruh isi kantong tanpa sisa.Ada beberapa lipstick, sepatu, heels dan pakaian dalam. Juga beberapa pembalut dan pil kontrasepsi dengan harga ratusan ribu.Aku terkekeh, menertawakan diriku sendiri yang dengan mudahnya dibodohi oleh makhluk jahan#m seperti mereka.“Rosa ... ini belanjaan punyamu semua ‘kan?” tanyaku seraya tertawa kecil.“Hentikan! Kamu nggak berhak mengganggu privasi Rosa seperti itu!” kata Mas Frengky sembari berusaha merai
##BAB 25 Rosa MelawanANAKKU MENJADI SAKSI MATA PERSELINGKUHAN SUAMIKUBAB 25“Cepat serahkan semua barang pemberian dari Mas Frengky. Jangan coba-coba menyembunyikannya. Atau kamu akan tahu akibatnya jika mencoba bermain-main dengan orang yang sakit jiwa sepertiku!” ujarku tegas.Rosa dengan mengerucutkan bibir membuka resleting kopernya. Ia mengeluarkan satu set perhiasan, beberapa potong pakaian yang masih tersegel dan aneka skin care yang belum sempat ia buka.“Ambil itu semua!” kata Rosa dengan gaya sombong.“Bagus, kamu nggak cocok soalnya pake barang-barang gini,” ujarku dengan senyum mengejek.“Oh, ya, Mas. Mana uang dua puluh lima juta yang aku transfer tadi pagi? Tolong kembalikan, cash atau melalui transfer malam ini juga!” kataku seraya menengadahkan tangan ke arahnya.“Loh, mana bisa? Itu kan uang modal untuk Resto, Bun. Ya sudah habis untuk belanja,” lirih Mas Frengky.“Oh, sudah habis untuk membelanjakan gundikmu? Jangan berpura-pura. Aku tahu untuk uang modal beserta g
##BAB 26 Rindu Cahaya“Apa maksud kamu?” tanya Mas Frengky dengan curiga. Ia menatap Rosa dengan wajah penasaran.“Eh, anu ... itu, maksud aku. Aku hanya mengikuti naluri sebagai seorang perempuan, Mas. Bagaimana pun aku akan menjadi seorang Ibu kelak.” Rosa tersenyum simpul, matanya mengerjap sesekali.“Kok aku jadi penasaran, ya. Apa mungkin banyak hal yang kamu sembunyikan selama ini?” tanyaku santai.“Apaan, sih. Aku Cuma salah ngomong, nggak usah ditanggepi segitunya kale.”Aku melihat Rosa yang sedang salah tingkah, bahkan sering kali dia menggigit bibirnya. Mungkin saja dia takut kelepasan.Aku tak menggubris mereka yang sedang saling pandang dengan tatapan yang sulit kuartikan.“Bagaimana, Nak? Cahaya mau ‘kan, ya, ikut Bunda?” sekali lagi aku masih berharap bisa membawa putriku satu-satunya agar terlepas dari jeratan dua insan yang tak tahu malu.“Maaf, Bunda. Aya tetep ikut Tante Rosa. Aya butuh Tante Rosa untuk nemani Aya bermain.” Jeglar!Bak disambar petir tanpa datangn
##BAB 27 Bu WakSetelah kurasa cukup mengistirahatkan tubuhku sejenak. Aku mengajak semua karyawan untuk makan bersama di Restoran milik Mas Frengky. Tentu saja sebelumnya menghubungi Gilang dulu untuk memastikan jika Mas Frengky tak ada di sana.Aku tak mau dia curiga, karena yang dia tahu, saat ini butikku sedang kacau-kacaunya. Bisa fatal kalau sampai Mas Frengky tahu sekarang, itu akan menyebabkan rencanaku gagal total.Menurut sepengetahuan Gilang, saat ini Mas Frengky sedang berupaya membujuk Bu Romlah untuk meminjam sejumlah uang. Mas Frengky pernah meminta beberapa kali pada Gilang sedikit keuntungan Resto sebelum ditransfer padaku. Namun, Gilang selalu beralasan tak berani. Khawatir jika aku mengaudit dan ketahuan, maka akan tamat riwayat Gilang kehilangan mata pencaharian.Hal itu yang membuat Mas Frengky terpaksa harus meminta tolong kepada ibunda tercinta. Biarlah dia tau rasa, mungkin saja juga Bu Romlah tidak akan memberinya secara Cuma-Cuma. Secara, keluarga mereka kan
##BAB 28 Cerita Bu Wak“Dulu ... saat anakku lulus dari SMA, dia ingin segera menikah dengan pacarnya, suamiku tak merestui hubungan mereka. Karena calon menantuku yang tidak bersekolah, suka berjudi dan mabuk-mabukan membuat suamiku pantang menikahkan mereka. Hingga terpaksa putriku kabur dan kawin lari bersama pacarnya, sejak saat itu kami tak pernah mendengar kabarnya hingga suatu ketika. Kurang lebih dua tahun, anakku kembali dalam posisi hamil besar dan tubuh yang tak terawat. Hatiku teriris pedih melihatnya, suamiku marah besar dan ingin mencari suami anakku untuk dimintai pertanggung jawaban. Sudah ke sana ke mari hingga melahirkan pun, kami tak berhasil menemukan lelaki baj*ngan itu. Karena terus memikirkan putri dan cucunya, akhirnya suamiku menjadi depresi dan mulai sakit-sakitan. Tubuhnya ringkih hingga ajal datang menjemputnya. Ternyata Tuhan lebih sayang padanya, sejak kejadian itu, putriku semakin terpukul. Dia merasa dialah penyebab kematian Bapaknya, dia seperti orang
##BAB 29 Bersekongkol dengan Gilang“Tania ... Rosalinda?” ulangku dengan mata membelalak.“Iya betul, Nak. Panggilannya Nia, seperti itu kurang lebih ciri-cirinya. Apa Nak Nayla kenal?” tanya Bu Wak dengan sorot mata berharap.Aku berpikir sejenak, seperti pernah mendengar nama itu. Tapi, di mana? Kapan?Sebelum gegabah aku harus benar-benar memastikannya terlebih dahulu keakuratannya.“Ehm ... nggak papa, Nayla Cuma pernah dengar. Terkesan familiar, tapi biar Nayla pastikan dulu, ya, Wak. Nayla nggak mau Wak terlalu berharap dan bergantung sama Nayla nantinya,” ujarku dengan lembut.“Iya, Ibu paham kok. Kalau gitu Ibu permisi dulu, ya. Sepertinya Vano sudah mulai mengantuk.” Bu Wak beranjak berdiri sembari menggendong Vano.“Iya, Wak. Selamat beristirahat, semoga Wak bisa betah di sini, ya,” kataku seraya membelai rambut bocah menggemaskan itu.“Tentu saja Ibu akan betah di sini, Nak. Hanya saja Ibu sungkan, sudah terlalu banyak merepotkan Nak Nayla.”“Nggak papa, udah nggak usah d
##BAB 30 Mengerjai Mertua“Ibu nggak paham sama omongan lelaki ini, Nayla coba tolong jelaskan!” kata Ibu mertuaku sedikit berteriak.“Apa yang dikatakan lelaki itu benar, Bu. Nayla belum bisa melunasi uang yang sudah Nayla pinjam, terpaksa mobil ini harus disita sampai Nayla punya uang untuk menebusnya,” ucapku sembari menghapus sisa air mata buaya di pipiku.“Tapi, kenapa bisa kamu punya hutang pada rentenir macam ini?” tanya Bu Romlah dengan kening mengkerut.“Apa Ibu belum tahu? Mas Frengky nggak ada cerita sama Ibu, kalau butikku di ambang kebangkrutan. Bahkan aku hampir saja dipenjara, Bu. Sekarang aku sudah tidak punya apa-apa lagi.” Tangisku pecah, aku meraung seakan menghadapi kenyataan yang pahit tersebut.“Nggak ... ini nggak mungkin. Kamu bercanda, ya? Pasti kamu lagi bercanda untuk mengetes Ibu, iya, ‘kan?” Ibu mertuaku malah semakin terkekeh.“Bisa Ibu lihat terlebih dahulu, untuk surat penarikan resmi ini. Bu Nayla sudah menjaminkan surat BPKB ke kantor kami dengan jat
##BAB 31 Penggrebekan“Oh, jadi mereka ini suami istri, ya, Bu? Cocok banget, ya. Perfect!” ujarku dengan nada terkagum.“Loh, katanya Mbak ini temennya. Masak yo ndak tahu kalau Rosa udah bersuami, bahkan juga punya anak udah besar loh, perempuan. Cantik anaknya, menggemaskan,” ujar Ibu penjaga warung.“Maaf, Bu Sita. Bisa Ibu tinggalkan kami sebentar? Soalnya saya mau menjamu tamu saya ini. Kasihan habis dari perjalanan jauh,” kata Rosa dengan tatapan mengiba.“Oh, ya, ya. Baik, silakan. Saya pamit aja kalau gitu,” kata Ibu penjaga itu yang aku ketahui dari Rosa bernama Bu Sita.“Nggak usah, Bu. Mumpung ada Ibu Sita di sini, saya mau tanya-tanya dulu perihal penting!” kataku mencegah Bu Sita yang hendak melangkah pergi.“Lah, nopo, toh, Mbak? Saya harus kembali bekerja noh, bikin jajan buat nanti sore. Kalau nggak gitu nanti nggak bisa beli ikan buat besok. Maaf, orang suami saya Cuma ngojek. Jadi penghasilannya nggak nentu. Saya harus bantu-bantu gitu,” ujar Bu Sita menjelaskan.Bu