Part 10 Keributan di rumah besan“Yang pelan, Bu,” ucap Mila di belakangku kala motor ini melajuagak kencang.Hatiku sangat panas. Rasanya tak bisa ditolerensi lagidengan apa yang mereka lakukan pada Mila. Aku masih hidup dan bisa melakukanapa saja demi kebahagiaan putriku satu-satunya. Kapan perlu aku buat keributanbesar di rumah mertuanya.“Diam aja! Pegang yang kuat,” jawabku ketus, karena tak sukadengan caranya terlihat seperti wanita lemah yang mau saja diperbudak. Apa diatidak punya mulut untuk membantah?“Tapi, Bu ....”“Aku menikahkanmu dengan Haris bukan untuk dijadikan budakkeluarganya!”“Aku, aku melakukan karena memang mau, Bu.”Aku hentikan motor, lalu menolehnya ke belakang. “Janganciptakan banyak kebohongan demi menutupi nasib burukmu setelah menikah. Apayang kamu takutkan hingga seb*gok ini?”“Bu, sebaiknya kita tak usah permasalahkan kenapa akumelakukan ini. Ibu lebih baik istirahat di rumah. Bukankah Ibu baru pulang daripasar?”“Cukup!” teriakku.“Bu, aku mohon. Aku
Part 11 Terungkapnya Kenapa Mila Takut“Kenapa bisanya kamu punya mertua kayak dia? Sudah miskin dan bicara seenaknya. Seperti orang nggak sekolah aja,” ketus Jhoni pada Haris.“Bukannya menaikkan nama keluarga kita, malah bikin jatuh. ”Rosi juga ikutan berucap ketus sambil menatap sinis padaku.“Aku memang tidak sekolah tinggi, setidaknya aku bisa menghargai sesama manusia. Bukan memperbudak seperti yang kalian lakukan! Lagian aku tak pernah makan dari hasil jerih payah keluarga ini.” Dikiranya aku akan diam begitu saja? Tidak! Jika aku tidak salah, kenapa harus takut bertindak. Kehidupan aku dan putriku bukan mereka yang mengendalikan.Haris hanya diam menatap Mila. Tatapan marahnya terpancar, dan Mila hanya menundukkan kepala seperti takut.Ya Tuhan, kenapa anakku sepenakut ini?“Mila! Cepat kemasi baju-bajumu dan pulang bersama Ibu. Disini bukan keluargamu, tetapi rumah majikan yang membayarmu dengan gratis. Jangan bodoh mau diperbudak dengan atas nama menantu.” Mataku tak beralih
Part 12 Cerita MilaAku menarik tangan Mila agar segera pergi dari rumah itu. Membawa luka dan bisa jadi membawa kehidupan suram selanjutnya. Aku saja tak tahu harus berbuat apa setelah ini karena memang tidak mengerti hukum negara. Ya, mereka bernar. Aku hanya wanita kampungan berumur yang keterbatasan pengetahuan. Namun, aku tak akan menyerah mencari jalan keluar agar Mila tak dipenjara. “Mila! Kamu nggak bisa tinggalkan rumah ini karena masih istriku!” teriak Haris kala langkah kami tetap menuju ke motor yang diparkir.“Jangan hiraukan dia, Ris! Lihat ibunya yang sok itu, berlagak kampungan dengan mengancam kita dengan pisau.” Terdengar suara bu Ida. Aku dan Mila segera naik motor.Karung yang berisi baju Mila diletakkan di tengah kala ia sudah duduk di belakangku. Kupalingkan ke belakang, Mila membuang pandangan seperti tak mau melihat Haris. Namun, air matanya sudah mulai kering karena tak ada air mata membasahi pipinya. Diam dengan tatapan jauh ke depan. Aku tahu betapa ia sang
Part 13 JalanMelihat kondisi Mila, rasanya ingin memeluk dan menyadarkannya. Tetapi kejadian sebelumnya teringat lagi kalau ia bahagia seperti ini. Aku tak tega melihat keanehannya yang di luar wajar, aku tak tega ....Nak, andaikan luka itu bisa dibagi. Andaikan aku saja yang merasakannya dan bukan kamu. Andaikan bisa kubeli dengan nyawaku agar kamu bahagia, pasti kulakukan. Namun semua tak semudah dalam anganku. Semua tidak semudah itu ....Dengan berat hati kuputuskan membiarkan Mila seperti itu.Aku memetik sayur untuk dimasak. Rendang yang dibuat kemarin masih ada. Lagian kami hanya berdua dan tentu tidak perlu banyak memasak. Bahkan dalam memetik sayur kangkung saja, air mataku masih berjatuhan. Aku mencoba melawan kelemahan hati agar tetap kuat. Sulit, tetapi harus bisa.“Yuni!” Tiba-tiba Jeni datang. Ia melangkah mendekat ke halaman samping rumah ini.“Mau sayur, Jen?”“Nggak usah. Di rumah banyak sayur yang dibawa besanku,” jawabnya. ”Ini.” Ia menyodorkan kantong keresek pad
Part 14 MenagihAlhamdulillah ... alhamdulillah, tak hentinya aku mengucap syukur atas berita ini. Tak ada yang lebih membahagiakan dari sebuah solusi masalah besar yang menimpa Mila. Bahkan yang memberikan bantuan adalah bapak mertuanya sendiri. Ternyata di rumah besar itu tidak semuanya jahat. Alhamdulillahirabilalamaiin.“Bu Yuni, aku sudah minta tolong orang lain buat jualkan tanahku. Mungkin ini akan memakan waktu lama karena jual tanah tidak lah mudah. Jika istri dan anak-anakku datang menagih, janjikan saja. Dan tolong jangan beritahu mereka tentang kedatanganku hari ini,” jelas pak Joko.“Aku juga, Bu. Tolong rahasiakan. Lagian aku tak mau bermasalah dengan suamiku.” Ajeng juga mengambil sikap yang sama dengan bapak mertuanya.“Ya Allah, semoga Bapak dan Ajeng selalu diberi kemudahan dan rezeki lancar. Padahal kita tidak ada ikatan darah namun pertolongan ini lebih dari apa pun. Masalah rahasia ini, insyaAllah akan terjaga. Justru aku dan Mila sangat berterima kasih.” Air mata
Part 15 Bangkit Dan Semangatlah Anakku“Pergi!” Teriak Mila dengan suara yang sangat lantang.“Astaga, berani dia berteriak sekarang, Bu,” kata Rosi.“Dasar orang miskin tak tau m*lu!” Hinaan dilontarkan dengan lancar dari mulut bu Ida.Bu Ida dan Rosi langsung melotot seolah tak percaya kalau anakku bisa seperti ini. Aku saja yang ibunya sangat terkejut. Biasanya Mila patuh dan diam menurut. Bahkan tak banyak bicara. Kali ini, semua bertolak belakang seperti sebuah amarah yang terpendam mendadak keluar saking tak bisa ditahan lagi. “Kamu mengusirku? Apa kamu nggak mikir kalau aku masih suamimu!” jawab Haris. Bahkan ia tak ragu memarahi anakku di depanku.Enak saja ia berbuat tidak baik sementara ini di rumahku dan di depanku. Kapan perlu kulayangkan pisau daging pada lelaki yang masih berstatus menantu.“Hey!” Kutunjuk Haris. “Jangan coba-coba berteriak di rumahku dan di depanku. Mila adalah putriku yang diperlakukan tak baik setelah kamu nikahi. Kamu bukan suami yang baik. Tetapi k
Part 16 Mencari Tahu Sehingga Terungkapnya Hal LainAku berdiri tenang melihat apa yang akan dilakukan Mila. Membiarkan dia menumpahkan emosi adalah salah satu cara agar tidak tertahan di hati dan akan menjadi penyakit. Ini hanya pemikiranku saja. Karena menganalisa dari sikapnya, kala dia memendam sendiri masalah, terlihat tertekan dan bahkan ketakutan. Setelah ia mulai melawan, rasa takut sedikit demi sedikit menghilang atau pergi. Kini, ia mulai tampak lebih baik dari sebelumnya. “Apa yang kamu lakukan!” teriak Haris sambil bengkit dari duduk. Rambut dan seragamnya basah. Bahkan wanita yang duduk mesra di sampingnya juga ikut terkena percikan air.“Hhhah! Siapa wanita gila ini, Mas?” ucap wanita itu yang mengatakan putriku gila.Tentu pertunjukkan ini jadi pusat perhatian orang yang ada di rumah makan ini. Bahkan ada yang mulai merekam kejadaian dengan mengarahkan ponsel. Aku juga merekam dengan pura-pura memegang ponsel saja agar jangan ketahuan. Tujuanku ingin mengumpulkan bukti
Part 17 BerbalikSemua mata tertuju pada Gibran anaknya Jhoni. Tak disangka Allah membuka dan memberikan jalan padaku dan Mila. Aku yakin, doa orang-orang teraniaya akan terkabul. Seperti anakku yang teraniaya dalam kasus ini.“Ooh, jadi Gibran dikasih lilin sama Raka?” Kuulangi yang terdengar. Ajeng belum melepaskan tangan dari mulut anaknya.Raka hanya terdiam seperti patuh pada ibunya. Sementara semua mata sudah tertuju pada Raka dan Ajeng.“Apa kamu bilang, Nak?” tanya Jhoni menatap putranya.“Apa kamu nggak dengar kalau anakmu kasih lilin pada Gibran yang hanya berumur dua setengah tahun dan tentu belum mengerti!” Saking geramnya, kuucapkan dengan lantang. “Dan kalian semua menuduh dan menekan anakku hingga ia stres! Anakku yang seharusnya mendapatkan perlindungan dari rumah ini justru sebaliknya. Malah yang bukan kesalahannya dia membayar dengan tenaga dalam ketakutan!” Rasanya aku mau cab*k-c*bik mereka semua. Anakku sudah mengalami tekanan hidup yang bukan kesalahannya tetapi