Part 54 Demi KesepakatanPov Mila“Mas mau apa datang ke sini?” Tanyaku tanpa menatap pada mas Haris. Aku justru mengalihkan pandangan ke depan dengan sifat cuek berdiri melipat tangan di perut.“Mila, aku tidak bahagia dengan pernikahanku. Aku mau kita seperti dulu lagi.” Aku mengalihkan pandangan padanya. “Aku tidak bisa!” jawabku tegas.“Tapi, aku bisa menceraikan wanita itu. Dia hanya pelakor di rumah tangga kita.”Enak saja bilang ‘pelakor di rumah tangga kita’ setelah ia dengan senang hati berselingkuh dengan mengatakan kalau aku adalah wanita yang tidak menarik lagi. Bahkan tanpa ragu memperbandingkan aku dengan wanita lain di atas ranjang seolah hati ini terbuat dari batu. Namun, aku suka melihatnya hari ini meminta aku kembali. Bebarti tujuan hampir sampai, yaitu ingin membuat dia terluka hingga merasakan apa yang aku rasakan.“Aku tidak mau ibu dan saudaramu menentang hubungan kita, Mas.”“Itu jangan khawatir. Aku akan bicara dengan Ibuku. Kalau masalah saudara aku jangan k
ANAKKU PULANG SEPERTI PEMBANTUPart 1 Terkejut"Jadi putrimu pulang hari ini, Yun?" tanya Jeni, tetangga sekaligus sahabatku dari kecil."Iya, Jen. Ini sudah tahun ketiga semenjak Mila nikah, tapi baru lebaran sekarang ia pulang," jawabku senang sambil menenteng belanjaan dari warung. Ada ayam dan ikan lele. Sengaja masak enak menyambut putriku. Bahkan, aku hanya sekali bertemu cucu secara langsung, dan itu pun berkunjung kala Mila melahirkan."Kamu tu beruntung punya mantu PNS, dari keluarga berada lagi. Beda ma anakku yang suaminya kuli bangunan. Untung Susi jual gorengan di pasar hingga bisa bantu suaminya kalau tak ada proyek."Mila putriku satu-satunya yang menikah dengan anak keluarga berada di kampung sebelah. Mertuanya punya toko jamu di Bekasi hingga rumah mereka di kampung hanya dikontrakkan saja selama ini. Karena musibah toko mereka terbakar, lebaran ini mereka balik kampung, pun suami Mila yang disetujui mutasi balik kampung. Alhamdulillah aku bisa bertemu putriku lagi
ANAKKU PULANG SEPERTI PEMBANTUPart 2 Anakku Seperti TerkananInnalillahiwainnailaihirojiun ....Air mataku berhasil berjatuhan mendengar kabar tentang cucusatu-satunya telah meninggal dunia. Ditambah keadaan Mila pulang seperti babuyang memakai pakaian lusuh. Bahkan warna kain lap di dapurku lebih bagusketimbang warna bajunya kini. Apa yang dialami Mila sehingga di seperti ini? Kemana suaminya hingga ia datang sendirian?“Ayok duduk, Nak.” Kuajak Mila duduk. Air matanya masihberjatuhan dengan isakan tangis. Aku tahu betapa terlukanya ia atas kehilangan anaknya.Aku saja yang sekali saja bertemu langsung dengan cucu, juga sedih teramatdalam.“Jangan menangis lagi. Ada Ibu di sini.” Aku menyodorkantisu berusaha menenangkan Mila.“Maaf ya, Bu. Mila baru bisa pulang sekarang.” Suara Mila terdengarparau karena menangis.“Kamu tak salah, Nak. Jangan merasa bersalah hingga menjadibeban di hati.”Aku harus menenangkan hati Mila dulu barulah ditanya apayang terjadi sebenarnya. Melihat badannya
ANAKKU PULANG SEPERTI PEMBANTUPart 3 Terburu-buru Seperti Ketakutan“Kamu sudah besar dan bisa menentukan pilihan hidup dengan langkah apa yang kamu tempuh. Jika kehidupan itu tak baik dan kamu tersiksa, jangan takut melawan dan keluar dari belenggu itu. Jika bukan kamu yang bertindak, orang lain tak akan bisa membantu. Jangan sia-siakan hidup dalam kesengsaraan. Kamu masih muda dan berhak cari kebahagiaan lain, Nak.”Mila langsung beralih menatapku. “Ibu bicara apa sih? Akubaik-baik aja dan nggak ada masalah kok.” Sekali lagi Mila menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi.Meskipun ia menyangkal beribu kali, namun hatiku tak bisa dibohongi. Aku yang melahirkannya dan tentu tahu sikapnya. Jika ia menyangkal, pasti ada sesuatu.“Apakah tak ada pakaian lain? Kamu nggak pernah beli baju disana?” Kusentuh lengan bajunya yang entah berwarna putih susu atau krem.“Oooh, ada kok, Bu. Tadi terburu-buru dan takut ketinggalan pesawat,” jawabnya seperti berusaha tersenyum.“Kamu udah berencana
ANAKKU PULANG SEPERTI PEMBANTUPart 4 Mengantarkan Mila“Ta-tapi, Bu. A-aku bisa naik ojek atau naik angkot aja. Sebaiknya Ibu lanjutkan kerja, bukankah Ibu juga mau jualan.” Mila menahan tanganku kala aku melangkah ke luar.“Kamu ini kenapa? Kamu larang Ibu datang ke rumah mertuamu. Ada apa denganmu, Mila?” Rasanya tak tahan dengan sikap putriku seperti ketakutan jika aku berhubungan dengan suaminya dan keluarga suaminya. Bisa dilihat wajahnya pucat.“Nggak ada apa-apa kok, Bu. Aku ... mmm aku hanya nggak mau bikin Ibu repot. Lagian di rumah mertuaku masih berantakan dan aku nggak enak aja.”Astaga! Alasan apa lagi ini? Tidak enakan karena rumah mertuanya berantakan. Terus tak mengabari anaknya meninggal karena mertuanya tak mau membebani aku masalah ongkos pesawat yang mahal. Tak sempat ganti baju karena takut ketinggalan pesawat. Dan ada lagi, yaitu Haris tak bisa mengantarkan karena sibuk, tapi kenapa di saat lapar ia bisa menghubungi istrinya seperti di dunia ini hanya Mila saja
Part 5 Di Rumah Mertua MilaSekilas saja aku bisa merasakan kalau Mila diperlakukan tidakbaik di rumah ini. Ibu Ida mertuanya, berdandan dengan pakaian bagus danperhiasan melingkar di leher, pergelangan tangan dan beberapa jari tangannya.Mirip dengan toko emas berjalan. Sementara putriku, pakaian lusuh bahkan badankurus kering.“Eh, Bu Besan,” sapa bu Ida, lalu melangkah mendekat.Cuih! Dia sok ramah.Aku masih diam menatapnya dengan gejolak emosi ingin rasanyamenamparnya. Akan tetapi Mila langsung memegang tangaku seolah memohon agar akujangan cari keributan. Sorotan mata Mila membuatku tak tega kalau tidak menurutinya.Namun, bukan berati aku diam. Aku akan bicara dengan Haris agar tinggal saja dirumahku agar Mila bisa jauh dari mertuanya yang berlagak seperti majikan yangsuka memerintah-merintah pembantu.‘Oke, aku akan lihat permainan kalian,’ batinku. Kulihat difoto di dinding, ada seorang lelaki berpakaian seragam polisi. Aku tahu, ia adalahkakak iparnya Mila.Kalau aku bertindak
Part 6 Dipersulit“Tapi, Nak. Kalau kalian tinggal di rumah Ibu, setidaknyabisa menemani Ibu yang tinggal sendirian. Lagian kalian bisa pasang AC.” Aku berusahamembuat Mila dan Haris menerima tawaranku.“Bu Yuni, rumah kami cukup besar dan nyaman kok. Kalau Ibumau, Ibu bisa berkunjung setiap hari ke sini.” Bu Ida berucap terdengar sangatbaik.“Iya, Bu. Lagian kita tinggal juga tak jauh kok.” Haris jugamenolaknya.Kutatap wajah Mila. Ia masih memperlihatkan senyum sepertitak ada beban. Pasti ada yang disembunyikannya hingga tak mau cerita denganku. Hatikutak akan puas sebelum mengetahui apa yang terjadi.Ya Tuhan, kali ini aku buntu ide. Bagaimana caranya membuatMila bicara terbuka. Ia bukan seperti Mila yang aku kenal. Namun, siapa punyang melihatnya kini, pasti tak akan percaya kalau ia menantu di rumah ini. Pastidisangka pembantu.“Mil, tadi aku beliin baju baru. Ada di kamar. Masa kamupakai baju jelek. Aku udah bilang buang baju ini tapi kenapa masih dipakai?”Hah? Haris seolah tah
Part 7 AnakkuTak lama kemudian, Mila keluar sudah memakai jaket dan menenteng tas kecil. Meskipun pakaiannya sudah berbeda, tapi lumayan lebih bagus daripada sebelumnya.“Ayok, Bu.” Mila sudah duduk di belakangku.Aku melaju motor. Dalam perjalanan masih tak ada sepatah kata pun dari mulut putriku, sama seperti siang tadi kala aku mengantarkannya. Entah sedang memikirkan apa, atau rasa takut melanda dirinya. Aku akan mendapatkan informasi tentang apa yang dialaminya, kenapa malam ini ia menangis.‘Nak, ada Ibu di sini. Jangan pendam kesedihanmu. Ibu akan selalu bersamamu.’ Bahkan air mataku berhasil berjatuhan tanpa dilihatnya karena aku duduk di depan bawa motor.Sampai di rumah, motor dimasukan ke dalam. Lalu mengunci pintu. Kubuka jaket dan meletakkan kunci di meja. Mila langsung masuk kamarnya dan masih dalam keterdiaman.Aku langsung menghubungi Haris setelah masuk kamarku. Tujuan ingin memberitahu kalau Mila ada di sini, serta ingin dengar tanggapannya. Tadi Mila seperti takut