Home / Rumah Tangga / ANAKNYA MIRIP SUAMIKU / Part 3 Bukti Transfer

Share

Part 3 Bukti Transfer

last update Last Updated: 2022-07-13 21:58:42

Anaknya Mirip Suamiku

 

(3) Tukang bakso saja ada yang mirip Raffi Ahmad, trus kenapa ada bukti transfer uang ke rekening Nayla?

🥀🥀🥀

 

"Aku ke ruko dulu membantu Jhoni. Nanti kamu pulang sama Nana aja," ucap mas Denis setelah menerima uang lima juta dariku.

 

"Iya Mas," jawabku pelan dan melanjutkan pekerjaanku mencatat orderan baju.

 

Aku menatap di balik dinding kaca, mobil suamiku meninggalkan ruko ini bersama Jhoni. Entah kenapa rasa curigaku belum hilang. Aku bingung, mas Denis tidak terlihat berselingkuh dengan Nayla, lagian kenapa sikap Jhoni biasa-biasa saja.

 

Sudah jam setengah enam, aku menutup toko. Karyawan juga sudah pulang karena jam kerja sudah selesai. Aku pulang dijemput Nana. Rasa capek terbayar sudah, disain baju rancanganku disukai beberapa pelanggan tetap. Aku harus promosi lagi agar semakin banyak pembelinya.

 

🥀🥀🥀

 

Nana sudah masuk kamar. Biasanya dia sudah tidur. Aku dan mas Denis masih duduk di sofa depan televisi. Kulihat mas Denis sedang menonton film India sambil meneguk kopi yang kubuatkan.

 

Melihat wajah suamiku, lagi-lagi aku teringat Ayu putri bungsu Nayla. Mereka sangat mirip, bahkan putriku kami Nana saja tidak semirip mas Denis. Rasanya aku tidak tahan menyimpan kecurigaan ini. Sebaiknya aku tanya saja.

 

"Mas."

 

"Ya," jawab mas Denis tetap menatap televisi.

 

"Apa hubunganmu dengan Nayla?" Dengan menahan hati aku berusaha berucap.

 

"Apa?" Mas Denis terkejut menatapku.

 

"Kalian selingkuh di belakangku? Tega kamu, Mas." Butiran hangat mengalir di sudut mataku.

 

"Kamu bilang apa, El? Aku tidak mengerti."

 

"Ayu anakmu dan Nayla 'kan? Apa kurangku, Mas! Kamu mengkhianatiku." Aku berusaha menyeka air mata. Rasanya tidak tahan memendam ini.

 

"Astaga! Aku tidak habis pikir kamu menuduhku selingkuh dengan istri adik sepupuku?"

 

"Kamu masih mengelak? Buktinya Ayu! Wajah Ayu sangat mirip kamu, Mas!"

 

"Ya ampun, El ..., Sebaiknya kamu sering-sering nonton tivi, lihat tu tukang bakso aja ada yang mirip Rafi Ahmad, lah ini? Jhoni sepupuku, jelas-jelas antara kami ada ikatan darah."

 

"Tapi ini sangat mirip, Mas."

 

"Iya, apa kamu tidak lihat tukang bakso yang mirip Rafi Ahmad? Lah itu gimana coba?"

 

Iya ya, kok aku tidak kepikiran begitu. Jhoni dan mas Denis masih sepupuan, kalau Ayu mirip suamiku ya wajar. Ya Allah, aku salah menuduh suamiku, lagian Nayla tidak mungkin selingkuh dengan mas Denis. Selama ini Nayla seperti adik kandungku.

 

"Apa kamu tidak pernah dengar kalau di dunia ini ada tujuh manusia yang mirip. Elya, sebaiknya kamu baca berita atau artikel tentang ini," sambung mas Denis.

 

"Jadi benaran Ayu bukan putrimu?" tanyaku bernada pelan. Rasanya tidak enak menuduh mas Denis.

 

"Ya bukan lah! Sudah lah, aku tidak mau bahas ini lagi."

 

Mas Denis mematikan televisi dan berlalu masuk ke kamar. Aku terdiam menyeka air mata. Rasa bersalah menyelimuti bathinku. Aku telah menuduh suamiku.

 

Aku masuk ke kamar. Mas Denis sudah memejamkan mata. Aku berbaring di sampingnya.

 

"Mas, maafkan aku," ucapku menatapnya.

 

Mas Denis membuka mata, aku tahu dia belum tidur karena baru masuk kamar.

 

"Aku sayang kamu dan Nana, jangan berpikir macam-macam, pernikahan kita hampir dua puluh tahun, masak kamu tidak mengenalku?"

 

"Maafkan aku, Mas." Hanya itu yang bisa kuucapkan. Penyesalan dan rasa bersalah, aku tidak malu minta maaf, apa lagi pada suamiku.

 

"Ya sudah," jawab mas Denis lalu memelukku. Malam ini kami mendekap malam dalam kehangatan cinta sepasang suami istri.

 

"Terima kasih ya Allah, ternyata keraguan hatiku terjawab sudah," bathinku bersyukur.

 

🥀🥀🥀

 

Karena hari ini suamiku membantu Jhoni lagi merenovasi ruko yang akan dijadikan toko mainan, aku yang menangani toko kain untuk sementara. Beberapa pembeli datang terutama dari pelanggan tetap. 

 

"Mbak Elya, kain batik motif terbaru apa aja?" 

 

Pak Ahmad langganan tetap kami datang. Dia juga punya usaha konveksi, tapi khusus baju batik.

 

"Ada Pak. Ini ada lima macam, yang lebih baru masih dipesan, kemungkinan tiga hari lagi baru sampai," jawabku memperlihatkan contoh lima macam motif kain batik disusun rapi di dekat dinding.

 

"Oh, kalau yang ini aku masih ada stok, aku ambil yang ini aja." Pak Ahmad menunjuk satu gulung kain batik di dekatku.

 

"Oke, sebentar, Pak," ucapku lalu menoleh ke Susi yang sedang menggunting kain untuk pembeli lainnya. "Susi! Tolong beri kain permintaan Pak Ahmad," titahku ke Susi.

 

"Ya, Bu, sebentar," jawab Susi.

 

Aku kembali ke mejaku. Duduk sambil memegang pensil, aku mencoba mendisain model gamis, beberapa model kupadukan. Biasanya kalau contoh dijahit beberapa potong saja untuk dipromosikan. 

 

"Bu El, aku mau ke ATM stor tunai, tadi Pak Denis minta uang penghasilan hari ini langsung masuk rekening," ucap Susi berdiri di depan mejaku.

 

"Sudah dihitung uang dalam laci?"

 

"Belum Bu, sebaiknya Ibu aja, biar lebih jelas."

 

Aku meninggalkan sebentar pekerjaanku menuju laci meja di ruko sebelah. Biasanya suamiku yang ke ATM, tapi sekarang Susi karena dia sibuk membantu Jhoni.

 

Aku membuka laci dan mengeluarkan semua uang di dalamnya, lalu menghitungnya.

 

"Semuanya empat juta tujuh ratus. Tapi kartu ATM tidak ada, Sus," ucapku sambil melihat isi laci memeriksa.

 

"Stor ke bank aja, Bu. Aku minta nomor rekening Bapak."

 

"Oke, aku tulis dulu."

 

Aku menulis nomor rekening mas Denis pada selembar kertas. Nomor rekening ini sudah tersimpan di ponselku. Setelah itu kertas tersebut kuberikan ke Susi agar segera menyetor tunai seperti permintaan mas Denis.

 

Saat aku merapikan isi laci karena terlihat sangat berantakan. Beberapa kwitansi dan nota pembelian tidak tersusun dan bercampur aduk bersama uang kertas tadinya. Kukeluarkan semua isi laci, aku susun kwitansi dan nota tersebut menggunakan penjepit kertas, tapi ada selembar kertas kecil yang menjadi pusat perhatianku. Kertas itu terletak di sudut paling dalam laci, dan dibawah buku kwitansi pasar saat aku mengeluarkannya. Dari kertas itu aku tahu itu kertas print ATM, kubaca, ternyata ada nama Nayla Kumala Sari yang menerima uang transfer-an dari nomor rekening suamiku.

 

"Lima juta rupiah?" gumamku melihat nominal angka yang tertera. Dari tanggalnya masih sekitar tiga hari yang lewat.

 

Bersambung ....

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ANAKNYA MIRIP SUAMIKU   Part 44 Tamat

    Anaknya mirip suamikuPart 44 (Tamat)"Mbak El, ini laporan penjualan kain hari ini, Alhamdulillah tiga kali lipat dari bulan kemaren." Ratih menyodorkan buku penjualan dan buku orderan di mejaku."Coba kucek dulu, Rat." Kubuka kedua buku itu lalu membacanya.Lalu, Ratih duduk di kursi depan mejaku."Alhamdulillah, belum sebulan kamu di toko kain, pendapatan kita meningkat, Rat." Senang sekali aku melihat nominal angka yang tertera."Alhamdulillah, Mbak. Semua berkat rejeki dari Allah, aku hanya bekerja, Mbak." Ratih tersenyum.Ratih jujur dalam bekerja. Bahkan dalam kesibukkan ibadah salatnya tidak lupa, ia juga mengingatkanku di saat kesibukan jangan tinggalkan salat. "Assalamu'alaikum, Bunda."Kami tersentak mendengar seseorang mengucapkan salam. Kami lihat ke pintu, Vina melangkah mendekat. Aku dan Ratih menyambutnya dengan senyum sambil menjawab salamnya."Gimana kabar Bunda Elya dan Bunda Ratih?""Alhamdulillah baik, Nak," jawabku."Alhamdulillah, kami semua sehat," jawab Ratih

  • ANAKNYA MIRIP SUAMIKU   Part 43 Akibat Nafsu

    Anaknya mirip suamikuPart 43 (akibat dari mengemukakan nafsu)Pov DenisAstaga, gadis ini putriku? Cantik dan sukses. Sejenak aku malu, ia sudah lama mencariku, bahkan bertemu pun di kondisiku seperti ini. Nuri, kenangan bersamamu tak akan terlupakan, saat itu kita dimabuk cinta dan gelora jiwa muda tak terkendali. Kutinggalkan kamu tanpa kutahu kehamilanmu. Hebat, tanpaku kamu bisa membuat anak kita sukses. Senyumnyu sejenak melintas diingatanku."Ayah kenapa menangis?" Vina duduk kursi samping tempat tidur aku berbaring."Entah lah, tiba-tiba aku rindu Nuri. Aku merasa bersalah," jawabku menyeka air mata."Ibuku selalu cerita betapa Ayah lelaki yang romantis, meskipun aku sudah punya Ayah pengganti yang juga menjagaku dan Ibu. Aku tetap ingin bertemu Ayah, kucari ke kampung dan bahkan ke rumah Bunda Elya.""E-Elya?" Mendadak mulutku tergagap menyebut nama Elya. Bayangan putriku-Nana juga melintas. Aku punya banyak anak gadis. Astaga, kenapa aku jadi cengeng?Diam. Aku malu, untuk m

  • ANAKNYA MIRIP SUAMIKU   Part 42 Pov Susi(18+)

    Anaknya mirip suamikuPart 42 (Part khusus 18 tahun keatas!)____________________________________________Pov Susi"Su-susi, ka-kamu mau ngapain?" Suara mas Denis tergagap. Ia menatapku memegang pisau. Aku perlahan mendekatinya."Mas ..., aku melakukan semua ini demi kamu dan Mbak Reni. Aku tau kamu suka tubuhku, hubungan diam-diam itu kita jalani bertahun-tahun. Aku pasrah asalkan kamu bertanggung jawab dengan biaya ibuku di kampung. Tapi ...." Kutatap pisau di tanganku, lalu aku tersenyum sinis sambil melihat burung mas Denis. "Ta-tapi apa, Sus?" Burungnya mendadak loyo. Mau terbang nggak punya sayap, sukanya mencari sarang. Bahkan ikut bertengger dengan mbak Reni. Menjijikan!"Kenapa takut, Mas?"Kulihat mas Denis perlahan ingin mengambil celananya yang berserakan di lantai."Ja-jangan Sus, ini asetku," jawab mas Denis tetap tergagap. Aku suka melihatnya takut. "Jangan bergerak!" teriakku. Rasanya ingin segera kupotong. Seenak hati main cinta menjijikkan bersama kakakku. Dikiran

  • ANAKNYA MIRIP SUAMIKU   Part 41 Jaga Sikap, Nay!

    Anaknya mirip suamikuPart 41 (Jaga sikap, Nay!)Pov Nayla"Kamu apaan sih, Mas? Aku tu bicara ama Ratih, kok kamu menariku? Ia adikku! Jadi kalau ia coba-coba menceramahiku biar kugampar," cerocosku kesal. Aku ini lebih tua dari Ratih, tapi seenak perut menceramahiku dan tak tahu sopan santun. Kesal!"Bukan gitu, Nay. Aku tidak suka melihatmu ikut mencaci Mbak Elya." Lagi-lagi bela perempuan tua itu. Deperti dia saja yang beri makan."Kok belain dia? Istrimu aku atau dia!" Suaraku lantang. Tak peduli orang-orang memperhatikan kami, toh jalan ini bukan milik mereka."Lah kamu lah istriku, Nay. Masak itu aja masih nanya."Kuhentikan langkah. "Makanya! Dengar aku dong, lagian apa untungnya sih, belain wanita tua itu?""Nay, lihat nih." Mas Jhoni mengeluarkan uang dari sakunya."Uang?" Mataku langsung segar melihat warna merah uang kertas pecahan seratus ribu. Rasanya bahagia ingin loncat tinggi. Tapi kutahan demi harga diri.Uang itu langsung kuambil. "Kita bisa makan enak hari ini, Mas

  • ANAKNYA MIRIP SUAMIKU   Part 40 Kesenangan yang Menghancurkan

    Anaknya mirip suamikuPart 40 (kesenangan yang menghancurkan)Khusus 18 !!Part ini terinspirasi dari kisah nyata dalam sebuah kasus yang ditangani seorang teman. Sebelumnya juga ada part "Dilaporkan KDRT?" itu juga bentuk kasus lainnya. Selamat membaca😊----Pov DenisMau apa aku sendirian di sini. Bosan, yang ada cuma wanita penyakitan yang bucin. Tak bisa melepaskan hasrat. Kalau bukan karena butuh uang dan tempat tinggal, ogah tinggal bersama Reni."Mas! Mas! tolong aku."Terdengar Reni memanggil dari kamar. Huuuh! Mau apa lagi dia. Tidak tau aku lagi merokok dan minum kopi. Baru juga santai pulang mengantarinya berobat. Merepotkan saja!Aku bangkit dan melangkah ke kamar. Di ambang pintu kamar kulihat Reni terbaring di tempat tidur, wajahnya pucat dan bertambah kurus. "Apa Ren?" tanyaku sambil menghisap rokok."Tolong ambilin aku minum, Mas." Reni menujuk ke meja kecil yang terletak di sudut kamar. Ada teko air dan gelas.Terpaksa deh, kalau bukan karena satu atap, malas sekal

  • ANAKNYA MIRIP SUAMIKU   Part 39 Tak Sengaja Bertemu

    Anaknya mirip suamikuPart 39 (Tak sengaja bertemu) "Maafkan aku, Bunda, aku bukan mencari keributan atau menuntut sesuatu. Aku hanya ingin bertemu Ayah kandungku, sebelum ibu meninggal hanya foto ini bukti wajah Ayahku."Aku tahu maksud Vina. Dari lahir tak pernah bertemu mas Denis, bahkan keberadaanya tidak diketahui. Entah masa muda apa yang dilakukan mas Denis dan ibu Vina hingga hamil saja tidak diketahui mas Denis."Tak masalah bagiku, lagian kami sedang proses cerai. Oh ya, Vina tinggal di mana?"Rasa penasaran membuatku bertanya. Vina terlihat gadis berpendidikan, cara pakaian dan berucap pun sangat sopan."Kebetulan ini hari ke tigaku di kota ini. Aku pindah tugas di salah satu rumah sakit. Aku ngontrak di jalan Juanda nomor 5, Bunda.""Sepertinya Nak Vina seorang dokter?" Aku menerkanya, takut juga salah makanya bertanya."Betul Bunda, aku dokter bedah." Vina tersenyum menanggapinya."Hebat, ibumu sangat hebat membesarkanmu bisa jadi dokter."Percakapan ini terasa hangat. V

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status