Share

3. Flashback

******

Gema menekan kode apartementnya lalu memasuki ruangan tersebut. Netranya memandang nanar keseluruh apartemen yang hanya dihuni oleh dirinya saja. 

Sepi dan hampa. Itulah yang suasana yang selalu dia rasakan dua tahun terakhir. Atau lebih tepatnya sedari ia kecil?

Dulu saat dia berusia sembilan tahun, dia dibawa neneknya ke kota Los Angeles, California. Untuk menyusul kakeknya disana, nenek Gema sangat menyayangi Gema, bahkan saat ayah dan ibunya membenci dan menjauhi Gema karena suatu hal yang menurut mereka adalah salah Gema dahulu membuat ibunya hampir kehilangan nyawanya.

Ibunya masih hidup, namun dengan kondisi kakinya tidak bisa berjalan kembali seperti sebelumnya. Ingatannya kembali pada kejadian bertahun tahun lalu saat ia masih berumur tujuh tahun. 

*****

10 Tahun yang lalu.... 

Terlihat dua anak kembar yang sedang keluar dari sebuah mall dengan digandeng wanita paruh baya yang masih terlihat muda. Yang satu sangat ceria dengan memakan eskrim ditangan kanannya, yang satunya pendiam. Dia hanya mengikuti langkah kaki ibunya sambil memegang sebuah robot Transformers di tangannya. 

Gara, si anak yang ceria. Melompat lompat sambil menunjuk penjual gula - gula kapas yang berada seberang jalan. "Ma,pengen ituuu, " ucapnya sambil menggoyang goyangkan tangan ibunya. 

"Bentar ya, sayang," ujar ibunya sembari menengok kanan kiri. Tiba - tiba Gara berlari menyebrang jalan bersamaan dengan sebuah truk akan melintas. 

"Garaa!!!" Sontak ibunya berlari mengejar Gara yang sudah berada ditengah jalan hingga truk tersebut menabrak mereka berdua. Gema tercenggang, dia kaku ditempat seolah rohnya menghilang dari tubuhnya saat itu juga. Robot yang sedari tadi dipegangnya jatuh dijalan, dia berlari menerobos gerombolan orang yang mengerubungi dua tubuh yang penuh dengan noda darah tersebut. Jantungnya berdegup dengan ritme lebih cepat dari biasanya. 

"Mama..." lirihnya, lalu menangis kejar sambil menggoyang - goyangkan tubuh wanita itu. 

Tak butuh waktu lama, Ambulance datang dan petugas kesehatan membawa ibunya dan Gara kedalam mobil Ambulance sedangkan dia juga disuruh naik mobil tersebut. 

Setibanya dirumah sakit, dia duduk di kursi depan UGD. Menunggu ibunya dan Gara di tangani dokter. Ia masih menangis mengingat kejadian tadi. Hingga kehadiran ayahnya disampingnya menyadarkannya. 

"Kamu buat kekacauan apalagi, hah?!" Sentak ayahnya sambil meremas kuat pundak Gema. Anak itu menatap wajah ayahnya dengan mata yang berkaca - kaca. 

"Bu-bukan.... Ge—," Perkataannya terpotong kala pintu ruangan tempat ibunya dan Gara dirawat terbuka dan dokter keluar dari sana. Dengan cepat ayahnya menghadang dokter tersebut. Gema memejamkan matanya takut. Takut jika ayahnya memarahinya dan menyalahkannya lagi. 

"Gimana keadaan istri dan anak saya, dok?" tanyanya panik. 

"Keluarganya pasien?" Ronald—ayahnya Gema mengangguk cepat. 

"Anak anda tidak terluka parah, sekarang dia bahkan sudah sadar. Tapi untuk istri anda bisakah anda mengikuti saya sebentar?"

Ayahnya dan dokter itu berajak dari depan ruangan tersebut menyisakan Gema dengan mata sembabnya disana. Gema kecil perlahan mengintip dari kaca jendela, dan tatapannya bertemu dengan mata Gara yang sedang memandangnya juga. Entah ini hanya perasaan Gema saja tapi dia merasa seperti ada maksud lain dari tatapan saudara kembarnya itu. 

Hingga ayahnya kembali dari ruangan dokter tersebut dia menatap Ronald tapi Ronald justru malah menatapnya tajam seolah akan memangsanya detik itu juga. Dia masih memandang ayahnya sampai beliau memasuki ruangan UGD. 

Tanpa Gema sadar, tatapan itulah yang seakan membunuhnya secara perlahan hingga dia tumbuh dewasa seperti saat ini. Melihat ibunya bangun dari koma dan syok mengetahui bahwa kakinya tidak bisa berjalan seperti dahulu membuat Gema ingin berlari kearah wanita yang melahirkannya tersebut dan memeluknya.

Pertanyaan Gema dari dulu sangat banyak hingga ia bingung arah hidupnya ini mau dibawa kemana. Kenapa harus dia yang dijauhkan? Kenapa dia yang harus dibenci untuk hal yang bahkan tidak pernah dia lakukan? Kenapa mereka hanya bisa menyimpulkan menurut opini mereka saja? Kenapa dia tidak pernah diizinkan untuk membela diri? Mereka pikir dia bukan manusia? Gema juga merasakan sakit. Kalau tidak menginginkan dia ada mengapa harus dilahirkan? Jikalau Gema bisa memilih, dari awal Gema tidak mau lahir dari keluarga itu. Sampai sekarang Gema tidak tahu apa penyebab ayahnya sangat membencinya. 

Alasan Gema memilih tinggal di apartemen, karena dia tidak mau lagi melihat keluarganya yang bahkan tidak menganggapnya bahwa dia juga bagian dari mereka, lagi. Gema lelah, sedari kecil hanya dikucilkan. Rela dipukuli hanya untuk melindungi kesalahan Gara. Hingga karena dia terlalu banyak diam dan bertaruh, ayahnya jadi selalu menyalahkannya untuk setiap hal yang bukan kesalahannya. Gema bukan hanya dijauhi setelah kecelakaan ibunya, tapi juga sebelum itu. Yang hanya diperdulikan ayah dan ibunya hanyalah Gara dan Gara, Gema dituntut selalu mengalah dengan alasan dia seorang kakak dan seorang kakak harus mengalah demi adiknya. Tapi, apa itu tidak berlebihan? 

Kamu tau yang lebih hal yang lebih menyakitkan dari pada broken home? Jawabannya adalah, keluarga yang utuh dan bahagia, tapi kamu tidak dianggap ada disana. Saat kamu hanya bisa diam di kamar saat mendengar setiap tawa yang keluar dari bibir keluargamu, tanpa memikirkan ada anak yang berusaha menutup telinganya rapat - rapat kalaumendengar tawa bahagia itu keluar. Terkadang tanpa kamu sadar, disela sela bahagiamu ada orang yang sedang berkorban untuk itu, ada orang yang berusaha menahan diri untuk tidak menghampirimu walaupun dia merasa punya hak, dan ada orang yang hanya bisa menatap kamu bahagia sembari berharap dia-pun akan mendapatkan kebahagiaan yang sama seperti yang kamu dapatkan. 

Definisi bahagia itu seperti apa, sih? Kenapa Gema tidak pernah merasakannya barang hanya sekali? Dia juga ingin, saat mendapatkan prestasi dihadiri oleh orang tuanya. Saat sedang berlomba mereka tersenyum hangat sambil menyemangati dia. Menyiapkan sarapan dan makan siang bersama, Gema ingin tahu rasanya saat orang tuanya mengucapkan kata bangga kepadanya. Tapi itu sepertinya hanya sekedar mimpinya saja. 

Karena melihat dia diperlakukan tidak adil di rumah itu, neneknya membawanya pindah kerumah beliau. Nenek Gema meninggal saat Gema mendekati kelulusan Sekolah Menengah Pertama. Oleh sebab itu dia pindah ke Indonesia lagi, Sebenarnya kakeknya memaksanya untuk tetap di California, tapi Gema menolak. Dengan menjanjikan dia akan kembali kesana saat sudah lulus SMA, jadi kakeknya menyetujui. Dia bahkan disuruh mengelola sebuah cafe milik kakeknya disini, oleh karena itu dia dihadiahi apartemen untuk bayarannya karena telah bersedia mengelola cafe tersebut.

Ting! 

Gema merogoh saku hoodienya dan mengambil ponselnya. Melihat notifikasi dari seseorang yang sama sekali tidak mau dia temui. 

+6285xxxxxxxxx

Bang, dicariin Mama. 

********

Luna menatap Manda penuh selidik. Ia khawatir dengan sahabatnya ini, tadi dia melihat Manda pulang diantar oleh Gara. 

Bagaimana tidak khawatir? Manda itu tidak pernah diantar oleh laki laki sebelumnya bahkan dekat saja tidak pernah. 

"Kenapa lo lihat lihat gue sampai segitunya?"

"Man, lo nggak sakit kan?"

"Hah?"

"Tumben tadi mau dianter sama cowok. Mana Gara lagi, Apa jangan jangan lo diancam,ya? makanya lo mau, mukanya dia kan seram," tuding Luna bertubi tubi. 

"Terpaksa. Lagian tadi tuh nggak ada angkutan umum yang lewat, mana taksi online gue dicancel lagi. Pas banget Gara nawarin buat pulang bareng jadi gue ikut aja." Manda berbohong lagi, Sebenarnya dia ingin memberitahu Luna tentang ini, tapi karena dahulu Luna juga berada di luar negeri, jadi komunikasinya terbatas. Lagipula, kalau Luna tahu pasti dia akan heboh sendiri, mulutnya dia itu seperti ember bocor. 

"Tapi, ya, Man, gue setuju, nih, kalo lo sama Gara. Walau mukanya sadis,tapi ganteng tau, Man. Mana ada cewek yang bisa nolak pesonanya Gema."

"Apa, sih, Lun. Tadi itu gue latihan buat pensi tahun ini, kan gue sama Gara kepilih buat nyanyi bareng.

"Whattt? Serius lo? Demi apa?"

"Demi lo jadian sama Devan," jawab Manda santai. Mata Luna melotot sempurna. 

"Sembarangan lo! Sampai ada perkawinan silang antara kucing sama tikus pun gue nggak akan jadian sama manusia setengah simpanse kayak dia!" 

Lihat kan? Luna sama Gema itu tidak pernah akur. Kalau hadap - hadapan pasti seperti ada bara api menyala nyala di mata mereka berdua. 

"Awas lo jilat ludah sendiri," ujar Manda meledek Luna. Lalu mengambil handuknya dan berlari menuju kamar mandi kamarnya, takut mendapat amukan Luna. 

"Sialan lo Man!" umpat Luna kesal.

"Kenapa sih lun? Marah marah mulu lo. Suara lo kedengaran sampe bawah tau nggak," ujar seorang cowok yang sedang bersender di pintu kamar Manda  yang terbuka, sambil memakan camilan di tangannya. Sontak Luna mengalihkan tatapannya kearah ambang pintu.

"Ish, lo lagi lo lagi! Kenapa sih lo itu selalu muncul di manapun gue berada," Luna yang sedang kesal pun bertambah kesal karena keberadaan Devan di rumah Manda kini. 

"Jodoh kali kita," ucap Devan sambil menaik turunkan alisnya menggoda. 

"Ih, amit - amit gue jodoh sama lo," sinis Luna. 

"Apalagi gue, hah?"

"Eh, ada Luna, kapan kamu pulang dari London?" ujar seorang wanita paruh baya tiba tiba memotong perdebatan panjang mereka. Luna pun menghampiri wanita tersebut lalu menyalimi tangannya sopan. 

"Kemarin, tante," ucapnya seraya tersenyum. 

"Di depan Tante Rima aja ramah lo, bareng sama gue aja ngajak berantem terus bawaannya," Sinis Devan yang berada disamping Rima, Mamanya Manda. 

"Diem lo," sinis Luna.

"Sudah - sudah, kalian ini berantem terus. Nggak bosen apa?" ucap wanita itu sambil menggeleng - geleng kan kepalanya heran sendiri melihat tingkah dua remaja itu. 

"Ini Manda nya kemana?"

"Eh, itu ,Tan, Manda lagi mandi baru pulang dia."

"Mama," ucap Manda yang keluar dari kamar setelah selesai mandi terkejut ketika mendapati Mamanya yang sudah ada di rumah. Karena dari dua bulan yang lalu Mamanya pergi keluar negeri untuk urusan bisnis. Mamanya mengurus Manda sendirian, dikarenakan Ayah nya telah meninggal saat umur Manda masih 9 tahun. 

Manda menghampiri mamanya lalu memeluknya erat erat. 

"Manda kangen,Ma," ucapnya. 

"Iya sayang Mama juga kangen kamu."

"Van, kok lo disini?" tanya Manda. 

"Itu, tadi disuruh jemput nyokap lo di bandara sekalian nganter kerumah."

"Mama kok nggak bilang Manda aja,sih, kan Manda bisa jemput."

"Mama tau kamu pasti sibuk sama urusan kamu,orang jam segini aja baru sampai rumah."

"Eh makan yuk. Tadi tante sama Devan mampir di restoran beli makanan loh."

Mereka menganggukkan kepalanya kompak,lalu turun untuk makan bersama.

******

Keesokan harinya, Manda pergi ke sekolah diantar oleh supir pribadi keluarganya. Ia berjalan menyusuri lorong sekolah menuju kelasnya. Dengan earphone bertengger di kedua telinganya. 

Karena terlalu menikmati lagu, Manda sampai memejamkan matanya sampai akan menaiki tangga pertama menuju lantai dua. Tak sengaja kakinya menyandung ujung tangga hingga membuatnya hampir terjatuh jika seseorang yang berada dibelakangnya tidak memegang tangannya. 

Manda tertegun sejenak melihat sepasang netra hitam legam yang kini menatapnya. Lalu detik berikutnya dia kembali berdiri tegak. "Sorry, nggak sengaja, " ucapnya. 

Lelaki yang berseragam sama itu memasukkan tangannya kedalam saku celana. "Lain kali, hati - hati, " balasnya lalu berlalu dari sana. 

Manda bingung. "Bukannya itu cowok kemarin? Kok cuek? Perasaan kemarin ramah banget, deh. Apa dendam ke gue gara - gara kemarin gue cuekin, ya?"

Dia mengedikkan bahunya tak peduli lalu melanjutkan langkah menuju ruang kelasnya.

Manda mendudukkan dirinya kursi, tak sengaja matanya melihat sesuatu di kolong mejanya. Karena penasaran, ia mengambilnya dan ternyata itu adalah sebungkus roti dengan note yang ditempel diatasnya. Ia membukanya lalu membacanya. 

Jangan lupa makan, gue tau lo belum makan. 

—G.R.F.

Manda mengerutkan dahinya bingung membaca itu. Dia mengedarkan pandangan ke sekitar ruang kelasnya yang masih kosong karena masih terlalu pagi. Ah sudahlah, dia tak peduli siapa yang menaruhnya disini, Toh, dia juga lapar sebab tak sempat makan apapun tadi.

Ia membuka pembungkus roti tersebut lalu memakannya sambil membaca ulang materi yang ia pelajari tadi malam, hari ini ada ulangan Fisika oleh karena itu ia memilih berangkat pagi. 

Sedang dibalik jendela kelas Manda ada yang mengamati gadis itu lamat lamat lalu senyuman tipis terlukis di bibirnya. Seseorang tersebut lalu berbalik arah meninggalkan kelas Manda karena keadaan sekolah mulai ramai. 

***

Ulangan Fisika sudah berakhir beberapa menit yang lalu. Tapi justru Manda malah di sumpah serapahi seisi kelas XI MIPA-1 ini. 

"Man, lo parah banget tau nggak. Masa di panggil panggil dari tadi nggak,noleh noleh, sih. Padahal tadi kesempatan banget Bu Vina keluar. Ya, walaupun gak ada tiga menit," Bahkan saat ini Luna pun ikut memojokkannya.

"Tau, ih, si Manda. Telinganya yang semula normal juga jadi budek pas ulangan," ujar salah seorang cowok di kelasnya. 

"Lagian Bu Vina ketat banget tuh sampek nggak bisa nyontek gue. Jadi merah,kan, nilai gue," celetuk seorang siswi yang paling menor di kelas tersebut. 

"Ya, bagus, lah, walaupun nilai lo merah seenggaknya itu hasil lo sendiri nggak dengan nyontek. Nilai bagus hasil orang aja lo banggain," balas Manda dengan tenang tapi mampu membuat seisi kelas bungkam. 

Tak lama setelah itu, Bel istirahat berbunyi. Membuat para siswa dan siswi berjalan menuju kantin. Manda menatap Luna yang saat ini sedang memandangi hasil ulangan Fisika nya tadi. 

"Jangan salahin gue ,ya, tadi malem kan udah gue ajarin. Masa, cepet banget lupanya," ucap Manda. Sebenarnya nilai Luna juga tidak jelek - jelek sekali, cuma pas KKM jadi Luna agak kecewa. Dari dulu ia memang paling lemah dalam pelajaran Fisika. 

"Huft, udahlah yang penting gue nggak remidi. Kantin, yuk!" ujar nya lalu menarik tangan Manda menuju kantin sekolah. 

Saat sampai kantin, semua kursi sudah penuh. Hanya tersisa kursi ditempat Devan  duduk yang masih kosong.

"Kok penuh semua sih," ujar Luna. Manda lalu menarik tangan Luna kearah meja Devan, karena hanya itu yang masih kosong. 

"Lo mau apa?"

"Nasi goreng sama es teh aja, deh."

"Oke, gue pesenin dulu. Tunggu sini."

"Ini orang lagi, bosen gue ngeliat muka lo terus," Devan yang semula fokus pada ponselnya pun mengalihkan tatapannya kearah sumber suara. 

"Apa,sih,Luna Lovegood. Natap orang ganteng gini bosen, aneh lo."

"Dih,najis!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status