Benar saja meskipun tangan sudah lepas dari ikatan, Arya tetap berlagak layaknya terikat.
Hal itu dia lakukan semata demi mengikuti permainan para penjahat yang tengah berhasil menangkapnya.
"Dengarkan aku anak muda, kau harus bersikap baik," ujar Gandola seraya memegang dagu Arya.
"Tenang saja ketua, kami bisa mengurusnya kalau dia bertindak macam-macam," timpal Acarya Kuda Sena juga salah satu kepercayaan Gandola.
Sembari menjauhkan tangan dari dagu Arya, Gandola berbisik licik tepat di telinga Acarya Kuda Sena.
"Bila perlu habisi saja," bisiknya.
Tiba-tiba langkah mereka terhenti mendapati sergahan seseorang yang entah datang dari arah mana.
"Gandola Daksa Burma!"
"Siapa kau? Keluarlah bajingan!" gertak Gandola merasa kesal nama lengkapnya kini terungkap.
Selama ini para pengikutnya tidak pernah sampai tahu nama lengkap pimpinannya.
Hal itu sengaja Gandola sembunyikan demi ambisinya berkuasa atas daerah Pabubuai.
"Apa benar Ketua kita memiliki nama lengkap itu?" bisik salah seorang pengikut Gandola.
"Kalau benar adanya, kita sudah di pecundangi oleh keturunan bangsa pengecut," timpal satunya lagi.
"Bicara apa kalian? aku adalah pemimpin kalian," Gandola berteriak geram.
Tidak lama kemudian turunlah orang yang memanggil Gandola dari atas pohon sekitar pemukiman.
"Hahaha, benar, dia adalah keturunan bangsa pengecut," ujar Abiyaksa salah satu musuh besar pendahulu Gandola.
Perlu diketahui, Burma tidak lain adalah marga yang sudah hampir lenyap di masa lampau.
Namun siapa sangka, masih tersisa keturunan terakhir yang berhasil lolos dari peristiwa pemusnahannya.
"Kalian pasti tau marga Burma bukan?" tanya Abiyaksa mengingatkan pengikut Gandola.
"Banyak bicara! kalau berani hadapi aku Abiyaksa Putra Garda," sergah Gandola semakin geram.
Perkataan Gandola sontak membuat para pengikutnya terkejut.
Bagaimana tidak, Garda adalah marga asli dari daerah mereka Pabubuai.
Aneh rasanya kalau mereka harus mengikuti marga Burma yang sebenarnya musuh bebuyutan marga nenek moyang mereka.
"Kalian, serang dia!" Gandola memerintah para pengikutnya.
Sayang sekali, kali ini para pengikutnya terlihat bimbang antara mengikuti ataukah menolaknya.
"Hahaha, sudah jelas mereka tidak akan melakukannya, karena aku adalah pemimpin mereka yang seharusnya," tandas Abiyaksa.
"Paman, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Arya merasa heran dengan situasi demikian.
"Orang asing sepertimu tidak layak mengetahuinya, lagipula kau hanyalah seorang tawanan," jawab Acarya Kuda Sena.
"Paman pelit," umpat Arya.
"Jadi kalian sudah diperalat yah?" lanjutnya memancing Acarya Kuda Sena supaya memberi penjelasan.
"Kami tidak sebodoh yang kau kira, hanya saja kami sudah melupakan musuh marga nenek moyang terdahulu," Acarya Kuda Sena mulai sedikit terbawa suasana.
"Atas dasar apa nenek moyang kalian bermusuhan?"
"Kalau tidak salah, marga Burma pernah mengkhianati marga Kami."
Dari sedikit penjelasan yang dia dapat, Arya mulai mengetahui permasalahan yang terjadi.
Secara garis besar, baik marga Burma maupun Garda masih menyimpan dendam satu sama lain.
"Terima kasih Paman," ucap Arya.
"Sialan, kau sengaja menjebak ku."
Bersamaan dengan itu, Gandola tengah bersiap untuk menyerang Abiyaksa.
Begitu pula Abiyaksa, dirinya memang bertujuan memusnahkan satu-satunya marga Burma.
"Mati kau!" teriak Gandola seraya mengayunkan pedang miliknya.
Secara terus-menerus Gandola melancarkan serangan membabi buta.
"Apa hanya ini kemampuanmu? marga pengecut!"
"Aku bukan pengecut, nenek moyang kalianlah yang begitu naif," balas Gandola membela marganya.
"Lumayan," gumam Arya melihat pertarungan dua brandal dihadapannya.
"Diam, atau ku bunuh kau anak muda" ancam Acarya Kuda Sena supaya Arya tidak berkata seenaknya.
Pertarungan keduanya memang terlihat cukup sengit, pergerakan serta penggunaan pedang nampak begitu apik.
"Aku tidak menyangka, orang lemah sepertimu masih bisa bertahan selama ini."
Lagi-lagi Abiyaksa memancing emosi Gandola dengan perkataanya.
"Jika benar, mengapa kau belum bisa menjatuhkan ku Abiyaksa?"
Bersambung ....
Lantas dengan segera Arya kembali ketempat dimana Ruyung berada, yang kebetulan di sana tengah terjadi pertarungan antara si kakek dengan pendekar pengguna jurus siluman harimau. "Ruyung! Apa kau baik-baik saja?" Tanya Arya sembari berjongkok melihat luka Ruyung. "Aku hanya terluka sayat saja," balas Ruyung. Setelah dengan benar memastikan luka Ruyung, Arya berniat langsung membantu si kakek untuk segera mengalahkan pendekar pengguna jurus siluman harimau. Akan tetapi si kakek tidak mengizinkannya, karena si kakek tahu kondisi Arya juga sudah kelelahan dan hampir mencapai batasnya. Untuk itu si kakek menyarankan Arya, supaya segera mengoleskan ramuan obat terhadap luka Ruyung. Hal itu si kakek lakukan semata untuk berjaga, kalau kalau musuh yang berhasil melukai Ruyung menggunakan racun. Tanpa bertanya apa alasan si kakek, Arya mengikuti apa yang di katakan demi keselamatan Ruyung kala itu. Terlebih Arya tidak ingin kehilangan rekan untuk kedua kalinya, karena bagi dia kehilan
Sejak lama Arya memang sudah terkenal gigih dalam berlatih, sehingga tampa energi Wngun Genta Pati saja dirinya tetap mampu bertarung dengan baik. Akan tetapi saat ini kemampuan Arya lebih hebat, karena memiliki energi petapa sakti itu dalam dirinya. Hanya saja, sering kali Arya harus kehilangan kesadaran, mengingat energi itu lebih kuat daripada kemampuan Arya itu sendiri. Beruntung belum lama Arya bertemu dengan si kakek, yang sedikit demi sedikit melatih Arya untuk dapat mengontrol energi kuat milik petapa tersebut. Tidak heran lawannya kali ini sampai memuji kemampuan bertarung Arya, karena bagaimanapun Arya sudah berhasil bertahan cukup lama. "Kalau begitu aku akan mulai serius menghadapi mu, anak muda!" Ujar lelaki yang kini berhadapan dengan Arya. Bersamaan dengan pertarungan tersebut, Ruyung rupanya mengalami kesulitan dalam menghadapi lawannya kali ini. Alhasil paha kanan terluka akibat sabetan parang musuh, hingga mengeluarkan banyak darah. Jangankan untuk bergerak c
Setelah Ruyung memastikan sendiri siapa sebenarnya orang yang berada di balik bilik, dia tidak menemukan siapapun."Bagaimana? Apa kau menemukan seseorang?""Tidak Guru," balasnya.Aneh memang, sejak Arya dan tiga lainnya memutuskan untuk beristirahat, mereka tidak melihat lagi tiga palang pintu perbatasan desa Sukarama.Hal ini jelas menimbulkan kecurigaan, terlebih mereka adalah musuh yang rencananya masih tidak dapat diperkirakan.Meskipun sebelumnya berkata kalau mereka menyerah, tetap saja akan lebih baik Arya tetap waspada.Untuk itu Arya sepakat dengan yang lain, untuk membagi tugas guna meminimalisir apapun yang membahayakan nanti.Kebetulan orang yang pertama kali berjaga adalah rekan Ruyung, dan berikutnya adalah Ruyung sendiri.Singkat cerita, hampir setengah dari waktu malam sudah terlewati. Sesuai kesepakatannya, kini giliran Ruyung untuk berjaga.Namun ada sat
Rupanya lelaki berambut kuncir itu tidak dapat melakukan apapun, malah justru dia harus terlempar beberapa meter akibat terkena serangan Panca.Bukan hanya itu, panas energi tenaga dalam yang Panca keluarkan telah berhasil merobek baju bahkan kulit tubuh lelaki tersebut."Si-siapa sebenarnya pemuda ini, sial."Lelaki berambut kuncir mencoba bangkit dengan sisa-sisa tenaga yang dia miliki, tentu saja dengan menahan rasa sakit akibat sedikit sayatan pada tubuhnya.Belum juga berdiri dengan benar, Panca alias Arya sudah berada tepat di hadapannya.Kedua kalinya lelaki berambut kuncir terkejut dengan kecepatan yang Panca miliki, bahkan sedikitpun dia tidak menyadari sejak kapan Panca berdiri.Terlebih gumpalan energi berada tepat di depan muka lelaki itu, yang jelas membuat nyalinya ciut sampai mengeluarkan air kencing di celana.Dengan cepat kedua rekannya tiba lalu bersujud, demi memohon ampunan supay
"Kami hanya pengelana, Tuan." Balas Ruyung beralasan.Namun tiga orang yang menangkap basah mereka, sepertinya tidak dapat menerima alasan tersebut.Bahkan jelas terlihat dari wajah ketiganya, memiliki niat untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan sebuah pertarungan.Awalnya baik Ruyung maupun yang lainnya, memilih untuk membicarakannya secara baik-baik.Akan tetapi respon ketiga orang itu, justru bertolak belakang dengan keinginan Ruyung dan lainnya."Tenang saja, kami tidak akan melakukan kekacauan. Karena tujuan kami, hanya untuk sekedar membeli beberapa bahan makanan."Ruyung kembali beralasan, dengan harapan ketiga orang itu menerima alasannya kali ini.Seperti sebelumnya, tiga orang tersebut malah terlihat semakin geram. Dan menganggap percakapan di antara mereka, hanya buang-buang waktu saja.Melihat tiga orang itu mengeluarkan pedang, tidak serta merta membuat Ruyung dan lain
"Bajingan! Siapapun kau, aku pastikan akan mati dengan sangat menyedihkan." Ujar Adipati sembari mengepalkan kedua telapak tangannya.Berulang kali Adipati tersebut nengirimkan pendekar bayaran, akan tetapi selalu tetjadi hal yang sama.Arya selalu menggagalkan setiap rencana Adipati secara sembunyi-sembunyi, guna keberadaannya tidak terlalu mencolok dan mudah ditemukan.Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat sudah hapal betul dengan siapa yang sudah membantu mereka selama ini.Bahkan secara terang-terangan mereka mengucapkan terima kasih. Karena sejak Arya berpijak di desa tersebut, keadaan para petani berangsur membaik.Hal ini berbanding terbalik dengan penghasilan Adipati, yang biasanya mendapatkan hampir 95 persen hasil pertanian masyarakat desa Marga."Kalau terus seperti ini, bisa-bisa kekayaanku terancam," gerutu Adipati semakin merasa tidak nyaman.Sementata itu, seorang k