Asfha yang awalnya menunduk menjadi mengangkatkan kepala dilihat lelaki itu tanpa berkedip, lelaki itu jongkok mensejajarkan dengan Asfha, dia kembali menyodorkan minumannya.
"Ini!"
"Tak usah repot-repot, Dil," tolaknya halus.
Lelaki itu bernama Fadil, dia adalah kaka kelas. Semua siswa memberi gelar fakboy, setelah putus dari kekasihnya dia mengatakan cinta pada Asfha namun ditolak.
"Ambil aja, Fha!"
"Gue gak mau," ucapnya berdiri namun dicekal paksa oleh Fadil membuat Asfha kesakitan.
"Gue perhatian sama lo kenapa masih nolak gue?"
"Shhhhh aw, Dil sakit lepasin," pintanya berusaha lepas namun tenaga Fadil lebih besar.
"Gue sayang sama lo apa susahnya terima gue," bentaknya.
Asfha tak terima jika ada seseorang yang membentak dan bermain kasar padanya.
"Lo cinta sama gue? Heh yang namanya cinta gak bisa dipaksa apalagi kasar, ck mana ada sih wanita yang mau pacaran sama orang kasar kayak lo dan gue gak cinta. Jadi gak usah ganggu-ganggu gue lagi," sarkasnya menghempaskan tangan Fadil yang sedari tadi menggenggamnya.
Lelaki itu mengepalkan tangan seumur hidup, dia tidak pernah ditolak apalagi dipermalukan didepan umum. Emosinya semuncak dia melemparkan minuman membuat siswa yang melihat pada takut.
Asfha pergi ke kelas, selama perjalanan dengan bangganya dia melambai-lambaikan tangan pada orang yang ia lalui.
"Hey gue cantikkan," ucapnya centil pada lelaki. Lelaki itu tak menjawab dia hanya mengangkatkan bahu.
"Sakit jiwa ya, Tèh?" ucapnya bergidik ngeri.
"Apa lo bilang? Sakit jiwa? Dasar kebangetan orang cantik gini dibilang sakit jiwa, bapak lo siapa? Nanti gue ruqiah ngajarin anaknya kagak bener," sarkasnya sambil kedua tangan berada dipinggangnya.
"Eh iya ampun, Tèh," ucapnya langsung lari karena takut.
Asfha melanjutkan perjalanannya setiba dikelas, Asfha mengagetkan seisi ruangan.
"Heh tadi gue udah dihukum cape banget," teriaknya sambil melambaikan tangan.
Baru saja Asfha masuk tiba-tiba ada seorang lelaki melempar sepatu tepat pada hidung, semua orang yang melihat tertawa.
"Aww siapa sih yang lemparin sepatu ke muka gue kagak ada akhlaq-akhlaqnya," sarkasnya sambil memegang hidung.
"Gue. Mau apa lo?" tantangnya mendekati Asfha.
"Elo? Dasar! Demen banget bikin gue darah tinggi. Apasih maksud lo tampol idung gue sama sepatu bau jigong itu."
"Cantik lo ketinggian makanya gue tampol biar idung lo pesek, gue gak suka banyak orang yang demen sama lo," bisiknya dan itu sukses membuat Asfha gemetar. Lelaki itu berbalik namun kerah bajunya dicekal kuat oleh Asfha.
"Heh dari kapan lo suka sama gue?" tanyanya sambil berjalan dan tepat didepan lelaki itu membuat Asfha menengadah.
Lelaki itu menatap tajam Asfha, tatapan yang dingin menambah kegantengannya. Dia menunduk mendekatkan wajahnya dengan wajah Asfha.
"Haha lo jangan ke geeran karena gue cuma boong wle," ucapnya diakhiri menjulurkan lidah dan pergi begitu saja.
Asfha yang awalnya sudah terbang dijatuhkan secara langsung, pipinya menjadi merah karena emosi.
"Arsad!!!" teriaknya. Dia menuju meja dan duduk. Disitu ada sahabatnya yang bernama Fika.
"Lo baper?" tanya Fika ketika Asfha sudah duduk benar.
"Gak," singkatnya.
"Hah gitu aja marah."
"Mana ada tukang php di php-in marah sih. Eh gue hari ini bangga bisa kena hukum," ucapnya bersandar pada kursi.
"Aneh, lo dihukum aja bangga."
"Banggalah jadi tenar satu sekolahan pasti udah tau siapa gue," ucapnya duduk.
"Terserah lo sajalah!"
"Eh, Fha katanya bakal ada murid baru," lanjut Fika.
Asfha yang bersantai-santai dengan kaki ditompangkan diatas meja, kepala ditidurkan diatas kursi menambah kenikmatannya tapi disaat dia mendengar apa kata sahabatnya itu menjadi sigap dan memukul meja.
"Yang bener siapa?"
"Entah katanya sih kelas 3 sekelas sama si Fadil pacar lo itu," ledeknya.
"Kata siapa gue pacar si Fadil? Ngeri gue pacaran sama dia amit-amit."
"Hahaha nanti lo cinta baru tau rasa lo!"
"Pengen dicolok tuh mata?" sarkasnya sambil menyodorkan pensil tepat didepan mata Fika.
"Eh maaf-maaf gue becanda," so' takut.
"Hahahaha takut juga lo. Si murid itu ganteng gak?"
"Mana gue tau kalo ganteng nanti gue pepet."
"Heuh giliran ganteng diembat giliran jelek ditolak, gue kasih si Fadil gih."
"Gila! Sama dengan bunuh diri atuh. Gak! Dia fakboy nanti gue disakitin."
"Dah biasa disakitin kan? Gapapa orang yang sering disakitin akan tau gimana caranya menghargai perjuangan."
"So' dramatis, lo aja sono terima dah mati-matian berjuang gak diterima."
"Kalo gue terima yang ada gue mati rasa."
Tring tring tring
Waktu istirahat berakhir pembelajaran terakhir akan segera dimulai. Guru yang akan mengajar kelas 2 IPA sudah masuk kelas. Sering kali semua siswa jenuh ketika ada guru datang cepat sekali namun sekarang beda mereka sangat bersemangat apalagi dengan siswi, alasannya karena dia adalah guru terganteng.
"Pak Alzam ganteng kenapa buru-buru amat datangnya?" tanya Asfha tiba-tiba.
Fika tersenyum bahagia, dia juga memeluknya kembali."Oke. Gue minta maaf, Fha. Gue udah salah paham sama lo, harusnya gue lebih sadar dan berpikir dulu sebelum dimasukin ke hati.""Gak usah minta maaf. Harusnya yang minta maaf itu gue, karena lo korban dari bentakan nada bicara gue dari kesekian orang. Hahaha, lagian salah lo juga sih apa-apa dimasukin ke hati.""Haha iya-iya. Tapi, sekarang gue lebih bersyukur punya sahabat seperti lo.""Jadi sebelumnya lo gak pernah bersyukur?" tanya menguraikan pelukan dan langsung menatap lekat sahabatnya."Hilih kebalikan nih, jadi lo yang dimasukin kehati."
Jam 8 pagi matahari sudah nampak diatas nabastala memancarkan cahaya menerangi alam semesta. Indahnya pancaran itu memberi kesejukan bagi penghuni makhluk yang berada di bumi dan langit.Dilangit Kicauan burung berbondong-bondong mengelilingi angkasa. Dibumi pohon bersemi kembali, lantas nikmat mana yang kami dustakan?"Satu dua satu dua.""Fha mau gak?" tawar Fika membawa kantung kresek hitam yang berisi makanan.Asfha menoleh lalu menghampirinya.Dua makhluk itu sedang berolahraga dibelakang rumah Asfha mengisi waktu libur dihari minggu. Sudah hampir 2 jam mereka melakukan runititas itu.
Lelaki itu memangutkan kepala. "Ya gapapa. Katanya belum beres belanjanya? Dilanjut!"Asfha menyengir kuda, sebenarnya bukan belum selesai belanja tapi karena dia ingin berlama-lama dengan lelaki itu."Ah nggak udah ko," alibinya."Oh udah? Pulang gih! Nanti orang tua lo marah. Gak baik anak gadis keluyuran lama-lama diluar tengah malem!"Asfha mendengus kesal mencibirkan bibirnya. Lelaki itu tak mengerti apa yang diinginkan Asfha. Dengan seperti itu keinginannya harus musnah tertelan sebelum waktunya, dia tak bisa mencari alasan lagi hanya pasrah.Bingung jika harus saling diam akhirnya Asfha izin untuk pamit pulang terlebih dahulu.
Tit Tit TitAsfha memalingkan wajahnya melihat kedepan ternyata benar suara mobil itu berhenti tepat didepan rumahnya."Tuh kayaknya udah dateng. Izinin yah? Bentar doang … hmm yah bener deh bentar doang. Kesian Fika udah kesini kalo aku gak diizinin," pintanya memelas."Ya udah, Pah. Izinin ajah, mereka cuma belanja," ucap Mamahnya membantu meminta izin.Papahnya dia sejenak, berpaling melirik Asfha. "Ya udah sana. Tapi hati-hati jangan ngebut apalagi sambil bercanda!""Yey oke siap, Pah," jawabnya antusias sambil hormat.Asfha berdiri dan menyalami orang tuanya. Dia juga diantar oleh
"Haduh. Huft hah huft hah."Asfha mencoba menormalkan pernapasannya. Dia berjalan kembali menghampiri meja lalu menengok kearah bawah, dia penasaran siapa yang telah bersikap tidak sopan."Keluar!" titahnya sambil menggebrakkan meja.Orang yang berada dibawah itu menoleh. "Ada apa, Neng?" tanyanya sambil keluar tanpa berdosa."Oh kamu, Mang. Cepet-cepet keluar!"Semua orang ikut keluar dan menunggu apa yang akan terjadi."Amang kentut ya?" tanya Asfha to the point.Mang Udin menyengir. "Iya hehe, tapi tadi loh kentutnya."
Deras hujan mengguyur rumah disertai gemerlapan petir, jalan basah kuyup, pepohonan ikut bergoyang karena tiupan angin.Tang kolentrang tangSuara rintikan hujan menggema berirama diatap rumah, apalagi atap rumah itu terbuat dari Asbes.Ruangan cukup redup hanya pancaran cahaya remang-remang terdapat seorang gadis sedang belajar, ralat bukan belajar melainkan melukis. Gadis itu mencoreng-coreng tinta diatas kertas putih. Lukisan itu menampakkan kepala seseorang, entah laki-laki atau perempuan yang jelas lukisan itu baru separuh.Namun ditengah kepokusan melukis, dia merasa terganggu dengan adanya suara kebisikan tang kolentrang yang terdengar keras dan semakin keras.