Share

ASHOLE
ASHOLE
Penulis: QurratiAini_

Prolog

Pernikahan adalah salah satu hal sakral. Setiap insan baik dari tiap gender, laki-laki atau perempuan pasti menginginkan sebuah pernikahan yang mereka dambakan.

Tepat hari ini; menit ini; detik ini, hari bahagia bagi dua belah pihak keluarga. Akan tetapi, terdapat suatu hal mengganjal di sini.

"Saya terima nikah dan kawinnya Kanaya Putri binti Keano dengan mas kawin 1 gram cincin perak dibayar tunai."

"Bagaimana para saksi, sah?"

"SAH!" Seruan para hadirin sekalian menggema dalam ruang tamu di kediaman pihak perempuan.

Mama Naya menuntun putri semata wayangnya itu untuk melakukan gerakan masyhur setekah akad pernikahan berlangsung. Naya mencium punggung tangan lelaki yang saat ini telah berganti posisi menjadi suaminya. Dibalas ciuman lembut pada keningnya.

Ina selaku orang tua dari Naya terharu setelah berhasil menggugurkan kewajibannya terhadap sang putri. Tak sangka ia telah sampai pada tahap ini, menikahkan Naya dengan seorang lelaki yang sopan dan lembut seperti Serio Gananta.

Naya menghamburi mamanya dengan pelukan. Terdapat keluarga mama juga masyarakat sekitar yang menghadiri acara ini. Naya memberikan mereka semua senyuman terbaik. Hal yang cukup untuk memberi mereka informasi bahwa Naya pun bahagia dengan dilangsungkannya pernikahan ini.

Naya adalah gadis yatim. Papanya meninggal tepat di hari wisudanya di prodi management bisnis karena serangan jantung. Mas Tero abang sepupu Naya, anak dari abang mama hadir di sini sebagai wali. Para tamu undangan dipenuhi oleh keluarga Naya baik dari pihak mama maupun papa. Akan tetapi, yang mengganjal Naya sejak tadi pagi ialah karena tak seorang pun keluarga dari Rio menghadiri pernikahan ini. Hanya ada paman, bibi, dan ponakannya mewakili seluruh keluarga. Rio bilang seluruh keluarganya yang lain berada di Banjar sana. Ongkos pergi ke sini tidak sedikit, sementara Rio juga tak mampu mengongkosi seluruh keluarganya itu. Oh, ya ... apakah Naya lupa bilang bahwa Rio adalah pemuda rantauan? Ia merantau dari Banjar sana ke Jakarta.

Kedua mempelai sepasang pasutri dituntun duduk di pelaminan mereka. Orang bilang menikah adalah menjadi seorang raja dan ratu dalam kurun waktu sehari.

Rio tanpa rasa segan lagi memeluk pinggang ramping sang isteri dalam perjalanan menuju singgasana mereka. Dengan perhatian dan penuh kesabaran ia menyeimbangi langkah sang isteri tercinta yang teramat pelan itu. Pakaian yang Naya kenakan saat ini lebar mengembang juga menjuntai panjang. Membatasi gerakan Naya untuk berlaku cepat. Naya tetap tenang dalam pelukan suaminya. Ia merasa aman juga nyaman di posisi ini.

Rio mendekatkan bibirnya tepat di depan telinga kanan isterinya itu yang beriringan berdiri di samping kirinya. Ia berbisik dengan suara berat bikin Naya merinding seketika. "Maafin aku cuma bisa kasih pesta sederhana begini."

Naya tersenyum sangat manis. Ia menggeleng menyangkal perkataan suaminya itu. "Nggak papa, kok, Mas. Kamu mampunya segini, aku sebagai isteri bakal ngerti dan terima kamu apa adanya tanpa nuntut ini itu."

Karenanya senyuman Rio mengembang lebar. Ia cium secepat kilat pipi tembem isterinya itu bikin para hadirin heboh seketika. Siulan menggoda bersusulan. Rio terkekeh melihat itu, bahkan ia makin sengaja bermesra-mesraan di depan orang banyak. Pengantin baru, nih, Bos!

Sementara Naya wajahnya memanas. Ia menutup wajahnya tepat di bahu kokoh sang suami. "Ih, Mas udah, dong. Aku malu," sebalnya dengan wajah memberengut.

Kasian juga mukanya sudah memerah gitu. Rio menyudahinya. Ia menuntun dengan benar gadisnya ke atas mimbar singgasana. Mereka duduk dengan nyaman. Oh, ralat. Lebih tepatnya hanya Rio saja yang nyaman karena sekujur tubuh Naya kaku.

"Kamu kenapa, sih, hmm? Yang rileks," tegur Rio pada isterinya. Kenapa pula musti tegang begitu, 'kan?

Naya murung. Rautnya itu bikin Rio melas, tapi gemas juga secara bersamaan. "Malu ih, semuanya pada liatin aku. Kamera juga fokusnya ke aku mulu."

"Ke arah kita, Sayang ... bukan cuma ke kamu doang," sangkal Rio. "Tinggal senyumin aja udah, 'kan, beres?"

Karena Naya tak jua merilekskan ekspresi tegangnya itu, Rio mencengkeram rahang gadis itu, tetapi tak sampai melukainya. Rio membawa wajah itu untuk menghadap ke arahnya.

"Keep smile, Babe ...." Suara beratnya mengudara.

Secara perlahan masing-masing sudut bibir Naya tertarik menciptakan lengkungan indah selayak sabit. Rio puas sekali atas kepatuhan isterinya itu.

"Cantik," pujinya.

Lagi, wajah Naya memanas. Ia menarik diri dari sang suami. Namun, ternyata Rio tak mau berhenti dalam pekerjaannya sekarang. Sepertinya menggoda Naya adalah hobby barunya.

"Mau yang lebih malu, tapi enak gak?"

Naya menoleh lagi. Bibirnya mengerucut dengan bola matanya yang membesar, perubahan ekspresi spontan ketika ia tengah bingung atau sedang berpikir. Rio tersenyum miring. Tangan kekarnya menepuk-nepuk dua belah paha-nya.

"Duduk di sini ...."

3 kata untuk sebuah pernyataan itu membuat Rio mendapat tabokan pedas pada salah satu pahanya. Matanya membola. "Loh, kok, aku dipukul, sih? Parah banget kamu, baru nikah aja udah kdrt. Parah ...." Rio pundung.

"Ih maaf, sakit, ya? Abisnya kamu godain aku terus, sih. Sengaja, 'kan, mo bikin aku tambah malu?" sulut Naya.

Mengenai dekorasi dan pemilihan tempat, selayak pernikahan biasa yang sederhana, diberlangsungkannya di rumah Naya. Akadnya terlaksana di ruang tamu yang dindingnya telah didekorasi, sementara pelaminan bertempat tepat di pekarangan rumah Naya yang ukurannya cukup luas. Tenda-tenda juga dibangun untuk peneduh para tamu undangan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status