Share

Serio Gananta

Serio Gananta adalah nama panjang dari Rio, lelaki asli Banjar yang memilih merantau ke ibu kota Indonesia; Jakarta. Di kota besar ini ia numpang di tempat paman dan bibinya yang kebetulan juga tinggal di sini. Rejeki orang tak ada yang tahu di mana tempat. Bahkan sering kali tak pernah dikira sebelumnya.

Ia adalah sarjana perkebunan sejak 2 tahun yang lalu. Akan tetapi, sayang beribu sayang ia tak kunjung miliki pekerjaan hingga saat ini. Niatnya merantau dan izin pada kedua orang tuanya ialah hendak merubah nasib. Mungkin saja rejekinya memang bukan di Banjar sana, tetapi di tempat lain. Contohnya saja paman dan bibinya ini.

Kulitnya putih bersih, memang sudah bawaan dari sananya alias faktor keturunan. Ditambah lagi tak pernah digunakan untuk bekerja, simpelnya buat panas-panasan untuk berkebun. Big no! Tak pernah sama sekali. Wajar jika tambah mulus telapak tangannya itu.

Jemarian itu dengan lincah menari di atas layar ponsel yang ia genggam dengan posisi miring pada dua belah tangannya. Keningnya pun tak jarang mengkerut karena otaknya dipakai untuk menemukan cara dan membuat strategi untuk menumpas musuh online-nya itu. Tak lama decakan kesal keluar dari bibirnya.

"Njir kalah lagi gue!" umpat Rio kesal. Kepalan tangannya secara spontan memukul pantat galon yang memang posisinya menungging.

Lebih tepatnya dengan bertelanjang dada saat ini Rio tengah berada di depan dispenser untuk minuman. Dengan hati yang masih pundung tangannya tadi perlahan turun tepat di keran-nya. Sementara kedua netranya fokus pada ponsel menunggu loading yang akan segera berakhir.

"Anjing!" Rio kaget. Ia langsung menarik tangannya dari keran. Matanya berotasi untuk melihat ke bawah, lantas saja ia mendelik.

"Aahh, panass!" jeritnya meraung seraya mengelap-elap tangannya itu pada celana yang sedang ia kenakan saat ini dengan gerakan yang amat tergesa-gesa.

"Dispenser, Setan!" Rio melampiaskan amarahnya pada benda mati yang tak bersalah. "Panas banget, buset," keluhnya dengan ekspresi wajah menekuk. Perlahan tangannya menuju pada bagian belakang, kemudian masuk ke dalam celah celana tanpa segan. Setelahnya tangan itu bergerak maju mundur; turun naik begitu terus. Pergerakan yang Rio lakukan secara berulang-ulang dalam durasi waktu yang cukup lama yakni sekitar 10 menitan.

Mendadak pantatnya terasa gatal. Tanpa perlu malu Rio menggaruknya dengan sangat khidmat. Kuku-kukunya yang panjang itu semakin buat garukannya terasa sangat enak sekali. Rio sampai memejamkan mata dan merem melek dalam melakukan aksinya itu.

Tiba-tiba saja telinga Rio sunging karena suara nyamuk yang berterbangan di dekat telinga kirinya itu. Ia menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri, tapi ternyata nyamuknya bandel. Rio jadi geram. Dengan gerakan cepat tangannya itu keluar dari balik celana dan terangkat untuk memukul bagian punggung kirinya sendiri. Niat hendak menumbuk pasukan nyamuk yang mengerubunginya tadi, tapi tak ada yang kena satupun.

Rio tersadar akan niat awalnya berada tepat di depan dispenser. Maka dengan segera Rio ingin cepat menyelesaikan hajatnya itu. Kali ini pilihannya sudah dipastikan benar, bahwa keran biru yang ia tekan. Memancur air bening dari lobangnya, sesuai kemauan Rio airnya dingin. Lantas saja Rio meneguknya rakus hanya dengan 3 kali teguk untuk 1 gelas.

Satu tangan digunakan untuk lanjutin pekerjaannya yang sempat tertunda tadi, yakni garuk-garuk, jadilah Rio menaruh kembali gelas tersebut di atas meja dengan satu tangan yang juga sedang menggenggam ponsel.

Prangg!

Tak fokus gelas tersebut malah jatuh pada lantai kramik. Pecahannya berceceran ke sana; kemari. Rio tanpa sadar menaruh gelas tersebut di intil meja. Awalnya hanya hampir jatuh saja. Niat Rio ingin mendorong posisi gelas agar lebih ke tengah, tetapi yang terjadi malah keterbalikan dari ekspektasi. Karena satu tangan Rio juga digunakan untuk menampung ponsel, maka ketika ia hendak mendorong gelas itu lebih ke tengah, tetapi gerakannya itu terslepet, antara selamatkan gelas atau tetap menggenggam hapenya. Dan pada akhirnya Rio lebih memilih hapenya. Mana bisa Rio hidup tanpa benda tersebut. Ibaratnya hape itu adalah belahan jiwa bagi Rio.

"Njir pecah," ujarnya sambil terkekeh. Kemudian matanya menoleh pada pintu dapur yang tetutup gorden biru. Memastikan bibi-nya itu tak mendengar suara pecahan gelas tadi. Decakan malas keluar dari dua bibir tebal bewarna merah muda alami miliknya. Dikaruniai kulit putih bersih pastinya juga berpengaruh pada warna bibir. Ditambah lagi ia bukanlah seorang pria perokok. Menambah kesan indah pada dua benda kenyal tersebut.

"Nambah-nambahin kerjaan gue aja," kesalnya mendesis pelan.

Mau tak mau Rio berjongkok dan mengumpulkan pecahan kaca gelas itu menjadi satu dan disapukan masuk ke dalam tedok. Setelahnya ia membuang begitu saja kaca tersebut di samping rumah. Tak sampai Rio memikirkan semisal ada orang yang tak sengaja terpijak dan kakinya akan terluka.

"Bodo amat lah. Siapa suruh jalan gak pake mata." Rio bergumam pada diri sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status