Home / Romansa / ASI Untuk Bosku / Bab 2 Hah Butuh Asi?

Share

Bab 2 Hah Butuh Asi?

Author: Manila Z
last update Last Updated: 2025-02-25 14:12:37

Elina baru saja menyelesaikan semua tugasnya dengan penuh hati-hati, namun ada sesuatu yang membuat pikirannya tak tenang. Tugasnya sudah selesai, tapi ucapan Radit tadi pagi masih terngiang di telinganya.

"Sudah selesai?" tanya Radit sambil menyandarkan diri pada pintu ruangan Elina.

"Iya Pak Radit. Semuanya sudah selesai," jawab Elina, berusaha tetap tenang meskipun dalam hati ada rasa cemas yang mulai merayap.

"Kalau begitu, ikut dengan saya," ucap Radit, lalu melangkah ke pintu keluar dengan cepat, meninggalkan Elina yang masih terdiam beberapa detik.

"Baik Pak Radit," jawab Elina akhirnya, merasa bingung tetapi tak ingin terlihat ragu. Ia pun mengikutinya.

Namun, langkah kaki Elina yang terburu-buru itu tak terlepas dari pandangan orang-orang di sekelilingnya. Beberapa rekan kantornya menatapnya dengan mata penuh rasa penasaran. Ada yang tersenyum simpul, ada juga yang menggelengkan kepala seolah-olah tahu sesuatu yang tak diketahui Elina. Namun, ia hanya bisa melanjutkan langkahnya, berusaha menutup telinga dari bisikan-bisikan yang mulai memenuhi ruang kantornya.

"Elina, semangat ya!" tiba-tiba terdengar suara Wita, teman satu divisi yang dulu selalu menemani Elina di saat-saat berat. Wita tersenyum lebar dari kejauhan, memandang Elina dengan pandangan penuh arti.

Elina membalas dengan anggukan ringan, mencoba menyembunyikan rasa gelisah di dalam hatinya. Ia tahu Wita hanya ingin memberi semangat, tapi di balik senyum itu, Elina merasa ada yang kurang biasa.

Tanpa banyak kata, Elina melangkah ke lift bersama Radit. Suasana kantor yang tadinya ramai dan penuh suara kini terasa begitu sunyi, seolah-olah waktu berhenti sejenak. Radit berdiri dengan tenang di depan pintu lift, sementara Elina hanya bisa menatap bayangannya di kaca lift yang perlahan tertutup.

"Menarik," batin Radit dalam hati.

Tiba-tiba Elina merasa bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekedar tugas yang baru saja dia selesaikan. Ada rasa penasaran yang tak bisa dia abaikan. Mengapa Radit ingin menemaninya pulang? Mengapa semua orang di kantor tampak begitu memperhatikan mereka berdua?

Saat pintu lift tertutup, Elina merasakan jantungnya berdebar lebih kencang. Mungkin saja, hari ini akan menjadi awal dari sebuah cerita yang tak pernah ia duga sebelumnya.

Keheningan dalam lift terasa semakin tebal ketika Elina berdiri di samping Radit. Hanya ada suara detakan jantungnya yang begitu keras, seolah bersaing dengan ketegangan di udara. Radit tetap diam, hanya sesekali melirik ke arah Elina, namun ia tak mengucapkan sepatah kata pun. Entah mengapa, suasana ini membuat Elina semakin canggung. Mereka berdua terperangkap dalam ruang sempit itu, seolah dunia di luar sana sudah hilang begitu saja.

Tiba-tiba, Radit mengeluarkan suara yang cukup keras untuk memecah keheningan itu.

"Ekham," katanya, berdehem dengan nada yang tak biasa.

Elina terkejut, menoleh dengan cepat ke arahnya. "Kenapa Pak Radit?" tanyanya, suaranya terdengar canggung, mencoba menyembunyikan rasa gelisah yang menggebu di dalam dadanya.

Radit menatapnya dengan tatapan datar. "Kamu sudah tahu kalau saya sedang butuh asi," katanya dengan tenang, namun ada makna yang lebih dalam tersirat dalam kalimat itu.

Elina memicingkan mata, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Apa maksud Pak Radit?" tanyanya, sedikit melotot, mencoba mencerna kata-kata itu. Rasa tak nyaman langsung menyelimutinya. Apa yang dimaksud Radit? Kenapa kata-kata itu terdengar begitu ambigu dan membingungkan?

Radit hanya tersenyum tipis, seolah tak terburu-buru untuk menjelaskan lebih lanjut. Namun, tak lama setelah itu, gerakannya tiba-tiba berubah. Tanpa peringatan, dia mendekatkan tubuhnya ke arah Elina. Radit menyentuh pinggangnya dengan lembut, namun ada ketegangan dalam sentuhan itu. Dengan gerakan cepat dan penuh kepercayaan diri, wajahnya semakin dekat dengan wajah Elina.

"Pak Radit, apa yang..." Belum sempat Elina menyelesaikan kata-katanya, bibir Radit sudah menyentuh bibirnya. Ciuman itu datang begitu mendalam dan tiba-tiba, membuat Elina terkejut dan hampir tak bisa bergerak.

Deg.

Jantung Elina berdegup kencang. Rasanya seolah seluruh dunia berhenti sejenak. Dia merasa terperangkap dalam momen itu, tak tahu harus berbuat apa. Rasa hangat dari ciuman itu menyusuri bibirnya, membingungkannya lebih jauh. Setiap gerakan dari Radit, setiap sentuhan pada bibirnya, seolah menghitung inci demi inci dengan penuh arti, menciptakan ketegangan yang semakin membesar.

Elina tak bisa menahan rasa gugup yang merayap ke seluruh tubuhnya. Apa yang terjadi? Mengapa Radit melakukan ini? Tetapi, meskipun ada kebingungan yang menghantui pikirannya, tubuhnya terasa kaku, seolah tidak mampu melawan keadaan yang tak terduga ini

Elina bahkan merasa hawa panas disekitar tubuhnya sekarang. Ramon memang orang yang luar biasa. Dia tidak bisa membayangkan kalau mulutnya akan dibungkum seperti itu.

Euhgh

Suara lenguhan Elina tidak bisa dibayangkan sebelumnya, dia bahkan tidak bisa berkata lagi setelah ini. Laki-laki yang ada dihadapannya memang terlalu panas dan dia tidak yakin kalau hal ini akan terjadi.

"Kenapa Elina?" tanya Radit seolah mempermainkan wanita itu.

Deg

Radit melepaskan tautan bibirnya ketika Elina yang habis kehabisan napas. Bahkan bos mesumnya itu bertanya dia kenapa?

"Pak Ra.."

Belum sempat Elina hendak akan berkata dan protes, tiba-tiba Radit sudah kembali melumat bibirnya dengan cepat. Seolah memakan dirinya dengan seperti ini.

Elina bahkan tidak bisa protes sama sekali setelah ini. Sampai tak lama kemudian pintu lift terbuka.

Elina langsung melepaskan tautan bibirnya tersebut dan dia menyadari kalau banyak orang yang melihat adegan tersebut.

"Ekhem."

Radit tanpa berdosa sedikit pun akhirnya berdeham dan semua karyawan yang ada di sana langsung menunduk seolah tidak tahu apa yang sudah dilakukan oleh bos dan asistennya di dalam lift.

Luar biasa sekali kekuatan dari pemimpin perusahaan ini, semua orang yang melihat kelakuan bosnya itu hanya diam tanpa protes. Mungkin karena mereka takut akan kehilangan pekerjaan mereka.

"Kita lanjutkan di mobil saya," saran Radit.

Elina melihat banyak orang yang menatap dirinya sinis, mungkin saja ada yang sampai mengira kalau dirinya wanita murahan karena adegan tadi.

Lagian kenapa juga tadi dia malah menikmati sentuhan tersebut? Harusnya dia tidak menikmatinya tetapi tubuhnya malah berkata lain. Seolah mengkhianati dirinya.

"Eh iya."

Radit menatap kearah Elina dengan sekilas ketika wanita itu sudah naik ke dalam mobilnya. "Kamu melamun Elina."

"Tidak kok Pak," jawab Erika yang merasa canggung selepas ciuman panas itu.

"Sudah mengaku saja, wajah kamu tidak bisa berbohong. Tadi menikmati sentuhan saya kan?" goda Radit membuat Elina malah melotot.

Sudah dia duga kalau bos mesumnya itu pasti tengah merencanakan sesuatu. Dia harus berhati-hati dengan bos mesumnya itu.

"Pak Radit jangan goda saya!" umpat Elina yang merasa malu.

Elina memalingkan wajahnya ke jendela, rupanya bosnya itu terlalu percaya diri sekali. Bahkan dia sendiri tidak habis pikir dengan bosnya tersebut.

Radit hanya tersenyum sekilas ketika melihat wajah Elina sekarang. Dia tahu apa yang terjadi dalam dirinya. Dia akan memanfaatkan moment nanti.

Sampai sekitar 20 menit kemudian. Mobil yang ditumpangi oleh Elina  dan Radit sudah berada di tempat tujuannya.

"Kita sudah sampai?" tanya Elina ketika mobil yang dikendarai oleh Radit sudah berhenti.

"Iya kita sudah sampai. Ayo turun. Saya akan menunjukkan sesuatu kepada kamu," ujar Radit.

Elina tanpa berkata lagi, dia hanya mengangguk menuruti apa yang dikatakan oleh bosnya barusan. Dia juga sebenernya merasa penasaran dengan yang disebutkan bosnya.

"Baiklah," ujar Elina yang pada akhirnya memutuskan untuk turun dari mobilnya Radit.

Dia melihat pekarangan rumah yang begitu sangat luas. Lalu dia melirik kearah bosnya tersebut. "Apa ini rumah Pak Radit? Ini sangat luas sekali dari bayangan," ujar Elina ketika melihat rumah yang bisa dikatakan sangat luas tersebut. Membuat dia merasa nyaman dan tidak sabar ingin masuk ke dalam rumah tersebut.

"Kenapa melamun di sana? Ayo masuk ke dalam!" perintahnya dengan nada yang sedikit agak tegas.

"Eh iya."

Elina akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam rumah Radit yang bisa terlihat sangat luas. Dia tidak menyangka kalau semuanya akan jadi seperti ini.

"Jangan sungkan di rumah saya, nanti kamu juga harus pindah tinggal di sini," saran Radit yang membuat Elina sedikit terkejut dengan perkataan dari Radit barusan.

"Maksud Pak Radit, bagaimana?" tanya Elina menaikan sebelah alisnya heran.

Radit yang tadinya membelakangi Elina pun, kini menoleh kearah wanita itu sambil mengedipkan matanya. Seolah kini laki-laki itu menggoda dirinya.

"Kamu tidak paham dengan yang saya katakan, Elina?" ujar Radit.

Nyali Elina jadi ciut ketika mata elang tersebut yang menatap dirinya dengan tajam. Bahkan dia tidak habis pikir kalau semuanya jadi seperti ini.

Elina berpikir untuk melakukan sesuatu, tetapi dia berusaha untuk menahannya sekarang.

"iya Pak Radit."

"Good girl, sebaiknya kamu memang harus menurut. Ada sesuatu lagi yang ingin saya kenalkan dengan kamu," ujar Radit yang kini berjalan menuju ke sebuah kamar.

Elina sudah berpikir kotor ketika Radit yang kini berjalan mendekati arah pintu kamar. Apa yang ingin dikenalkan oleh Radit padanya?

"Siapa yang ingin diperkenalkan?"

"Juniorku," jawab Radit

Elina yang mendengar itu pun langsung melotot tajam. Sepertinya memang benar, laki-laki itu sangat mesum sampai ingin memperkenalkan juniornya, memangnya sebesar apa junior milik bosnya itu.

Elina jadi penasaran dengan bentuknya, sebelum akhirnya pikirannya sadar akan sesuatu. Jangan bilang kalau bosnya itu akan melakukan sesuatu padanya.

"Untuk apa Pak Radit butuh ASI?" tanya Elina yang langsung refleks ketika menanyakan itu langsung.

"Hei, maksudmu?" tanya Radit menatap Elina dengan pandangan horor.

Sebelum sebuah jitakan pada kepala Elina tersebut dengar sedikit keras.

"Kamu berpikir mesum tentang saya?"

"Eh tidak Pak," jawab Elina yang seketika jadi gugup sekarang.

BERSAMBUNG

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ASI Untuk Bosku   Bab 96 Memilih Gaun Untuk Bela

    Kina masih kepikiran dengan apa yang dikatakan oleh Elina kemarin, dia mengatakan kalau harus menerima itu. Sebenernya Kina juga menyukai Rian, hanya saja dia memang yang suka berhalu dan nonton Drakor, membuat dia jadi sulit dipercaya."Ah, sulit sekali."Dia bahkan tidak tahu harus berbuat apa lagi setelah ini. Pikirannya penuh sesak oleh bayangan Rian, hingga dia hampir tak menyadari dering ponselnya yang membuyarkan lamunan."Halo, Bela," ucap Kina, mencoba terdengar normal."Ah, Kina. Kamu sibuk?" suara Bela terdengar agak cemas."Enggak juga, kenapa?""Bisa temanin aku ke butik? Dani nyuruh aku pilih gaun pengantin, tapi dia nggak bisa nganterin. Katanya lagi ada urusan kantor."Kina terdiam sejenak. Kalau dia terus di rumah, pikirannya pasti kembali ke Rian. Mungkin ini bisa jadi pengalih perhatian yang baik."Oke. Tunggu aku ya, aku ke sana sekarang," jawab Kina akhirnya."Makasih banget, Kina. Aku tunggu ya!"Senyum tipis muncul di wajah Kina. Ini bisa jadi jeda yang dia butu

  • ASI Untuk Bosku   Bab 95 Menyatukan Bela dan Dani

    Dani terpaku saat melihat Bela berdiri tak jauh darinya. Hatinya seperti ditarik kembali ke masa lalu yang penuh luka dan penyesalan. Tanpa berpikir panjang, dia melangkah mendekat dan langsung memeluk wanita itu erat, seolah tak ingin kehilangannya lagi."Bela… maafkan aku," bisiknya lirih, nyaris putus asa.Bela diam. Dadanya sesak. Kata-kata menggantung di tenggorokannya, tak sanggup ia keluarkan. Pelukan Dani terasa hangat, tapi juga menakutkan—karena ia tahu, hatinya belum sembuh sepenuhnya."Jangan pergi lagi..." ucap Dani pelan, melepaskan pelukan itu untuk menatap wajah Bela. "Aku nggak akan sanggup kalau kehilangan kamu untuk kedua kalinya."Kina dan Rian yang berdiri tak jauh hanya bisa saling pandang, lalu melirik ke arah keduanya. Ada haru dalam keheningan itu, namun mereka memilih membisu.Bela membuka mulut, ingin bicara… namun Dani memotong lebih dulu."Aku tahu semua yang kamu alami. Dan aku nggak akan lari dari tanggung jawab. Kita akan menikah, Bela. Aku ingin kamu j

  • ASI Untuk Bosku   Bab 94 Dani Mencari Bela

    Di dalam kantor yang mulai lengang menjelang siang, Elina terduduk di meja kerjanya dengan wajah masam. Tangannya sibuk menumpuk berkas-berkas yang seharusnya bukan tanggung jawabnya. Wajahnya jelas menunjukkan kekesalan yang ditahan-tahan.“Kenapa dia gak masuk juga hari ini?” gerutunya dengan nada tajam. “Apa dia pikir semua ini bisa selesai sendiri?”Dani, rekan kerjanya, sudah dua hari tak menunjukkan batang hidungnya di kantor. Dan karena itu, semua pekerjaan penting otomatis dialihkan padanya. Beban bertambah, sementara kepala terasa mau pecah.Tiba-tiba, aroma kopi hitam menyeruak. Radit datang menghampiri dengan senyum tipis dan secangkir kopi hangat di tangan. Dia tahu betul ekspresi seperti itu artinya Elina sedang berada di ambang ledakan.“Ini... buat meredakan sedikit amarah,” katanya sambil menyodorkan cangkir.Elina menerima dengan helaan napas panjang. “Makasih,” gumamnya, berusaha menenangkan diri.Radit duduk di pinggir meja, menatap Elina dengan pandangan penuh perh

  • ASI Untuk Bosku   Bab 93 Bela Yang Pergi

    Elina baru saja selesai mandi. Sisa-sisa make up pesta telah lenyap, berganti dengan wajah polos yang terlihat lelah. Pesta tadi menyisakan kelelahan bukan hanya secara fisik, tapi juga batin—terutama karena sikap ibu Radit yang masih dingin terhadapnya.Di balik aroma sabun yang masih melekat di kulit, pikirannya melayang-layang."Bagaimana kelanjutan hubunganku dengan Radit nanti?" gumamnya lirih. Sorot matanya menatap kosong ke arah jendela kamar. Ia terlanjur menyayangi anak Radit, menganggapnya seperti darah daging sendiri. Tak ada yang bisa memisahkan mereka—Elina bersumpah dalam hati.Tiba-tiba, ponselnya bergetar pelan di meja. Nama 'Kina' muncul di layar. Elina mengernyit.“Kina?” ujarnya pelan.Tanpa berpikir panjang, ia menjawab panggilan itu. “Halo, Kina. Ada apa?”“Kamu sudah dengar soal Bela?” suara Kina terdengar agak panik.Elina langsung siaga. “Kenapa dengan Bela?”“Dia benar-benar mengundurkan diri dari perusahaan. Rian bahkan disuruh Dani buat melacak keberadaannya

  • ASI Untuk Bosku   Bab 92 Merasa Kesal

    "Berhenti!!"Gita sedikit kesal ketika melihat dua orang itu malah bermesraan dihadapannya, dia menjadi muak dan kesal. Terlebih setelah dia kaya obat nyamuk sendiri."Kenapa Gita?" tanya Elina yang pura-pura tidak tahu. Dia sengaja menyindir Gita karena memang tahu karakter wanita itu."Iya, Gita. Kenapa?"Radit malah pura-pura polos sekarang, dia sengaja mengatakan itu karena ingin membuat Gita merasa tidak nyaman. "Kalian bermesraan tidak tahu tempat sama sekali," umpat Gita yang akhirnya memutuskan untuk keluar dari mobil ini."Kamu kenapa, Gita? Tidak mau ikut pulang?" tanya Radit."Tidak usah, aku berhenti disini saja," kata Gita sambil mengumpat kesal.Pasangan yang memang tidak tahu tempat sama sekali, membuat dia kesal. Terlebih ketika ekspresi dirinya yang memang sangat kurang. Dia tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi.Sampai tak lama kemudian, dia teringat akan sesuatu sekarang. Bahkan dia tidak menyangka dengan semuanya."Jangan pak," kata Radit kepada supirnya sete

  • ASI Untuk Bosku   Bab 91 Elina Melawan Gita

    "Siapa dia?"Gita memicingkan mata, menatap tajam ke arah wanita asing yang berdiri terlalu dekat dengan Radit. Ada ketegangan yang tak bisa ia sembunyikan dari suaranya. Sorot matanya tajam, seakan ingin menelanjangi niat wanita itu."Saya pacarnya Radit."Nada Elina terdengar tenang, tapi sarat akan keberanian. Bibirnya melengkung membentuk senyum tipis, seolah menyadari bahwa kata-katanya barusan adalah tamparan bagi lawan bicaranya. Ia tahu siapa Gita—wanita yang selalu dielu-elukan oleh Ibu Radit, wanita yang katanya "cocok untuk jadi menantu".Gita terkesiap, lalu segera menoleh pada Radit. "Apa benar seperti itu?" suaranya pelan, nyaris berbisik. Tapi nadanya mengandung luka dan gugatan.Radit mengangguk pelan. "Tentu saja. Memang kenyataannya seperti itu."Gita menarik napas dalam, mencoba tetap tenang. Tapi suaranya mulai bergetar. "Kak Radit, bukannya kamu pernah bilang akan menikah denganku? Kenapa kamu malah bawa dia ke sini?"Radit menunduk, enggan menatap mata Gita yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status