Beranda / Romansa / ASISTEN PRIBADI SANG BOS DINGIN / BAB 4 Tugas Rahasia Dari CEO

Share

BAB 4 Tugas Rahasia Dari CEO

Penulis: Xykyut
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-10 21:27:57

Pagi itu, udara di lantai 32 terasa lebih dingin dari biasanya. Alya datang tepat pukul tujuh, jauh sebelum sebagian besar karyawan mulai berdatangan.

Ia mengenakan blouse biru muda dan rok pensil hitam yang disetrika rapi. Rambutnya dikuncir simpel, memberi kesan profesional yang ia harapkan bisa menghapus bayang-bayang semalam, bayangan perempuan misterius Tania.

Di meja kerja, berkas-berkas yang ia siapkan semalam telah tersusun sempurna. Ia memeriksa ulang semuanya notulensi, materi akuisisi, daftar peserta rapat.

Tak boleh ada yang luput. Ini adalah hari penting, dan ia tak ingin memberi Erick satu alasan pun untuk menghancurkan kepercayaan yang baru mulai tumbuh.

Pukul delapan lewat lima, pintu lift pribadi terbuka.

Langkah cepat terdengar, dan seperti biasa, aura tegas itu memasuki ruangan bahkan sebelum orangnya muncul.

“Berkasnya sudah siap?” tanya Erick tanpa basa-basi saat melintas ke ruangannya.

“Sudah, Pak,” jawab Alya sambil menyusul masuk ke dalam membawa map dokumen.

Erick mengambil map itu, membuka lembar pertama, lalu mengangguk tipis. “Kamu tidak sebodoh yang saya kira.”

Alya tersentak, mengerjapkan mata. Itu... pujian?

Namun sebelum ia sempat merespons, Erick mengangkat kepala, menatap tajam.

“Rapat hari ini hanya permulaan. Aku ingin kamu ikut, duduk diam di belakang dan dengarkan. Tapi ingat, kamu tidak hanya mencatat. Kamu menyerap.”

Alya menelan ludah. “Baik, Pak.”

“Setelah itu, ada hal lain.”

Alya mengangkat alis. “Hal lain?”

Erick bersandar ke kursinya. “Ada sebuah proyek rahasia internal yang akan aku tugaskan padamu. Ini bukan sekadar pekerjaan administratif. Aku butuh orang yang bisa dipercaya.”

Alya sedikit membungkuk. “Saya akan melakukan yang terbaik.”

Tatapan Erick kembali menusuk. “Kita lihat nanti.”

---

Rapat berlangsung selama dua jam penuh. Alya duduk di sisi belakang ruangan, mencatat setiap poin penting dan memperhatikan gerak-gerik peserta.

Erick memimpin rapat dengan karisma dingin dan ketepatan luar biasa. Ia jarang bicara panjang, tapi setiap kalimatnya punya bobot.

Ketika salah satu manajer presentasi tergagap karena salah data, Erick hanya menoleh satu kali dan itu cukup untuk membuat pria itu hampir tak sanggup melanjutkan.

Alya bergidik. Seketika ia sadar, posisi sebagai asistennya bukan hanya tentang agenda dan kopi.

Tapi tentang bertahan di bawah tekanan yang hampir tidak manusiawi.

Usai rapat, Alya mengikuti Erick kembali ke ruangannya. Di sana, pria itu duduk tanpa melihat ke arahnya.

“Ambil flashdisk hitam di laci meja saya,” ucapnya tiba-tiba.

Alya mengangguk dan segera menemukan benda yang dimaksud. Ia menyerahkannya dengan dua tangan.

“Ini data proyek merger yang tidak boleh bocor,” ujar Erick, suaranya lebih rendah dari biasanya.

“Aku ingin kamu salin dan buat ringkasan dalam 24 jam. Tanpa satu pun kesalahan.”

Alya menahan napas. Ini bukan sekadar tugas administratif. Ini adalah ujian kepercayaan.

“File itu tidak pernah keluar dari sistem pusat. Jika sampai bocor, aku akan tahu siapa pelakunya.”

Alya mengangguk mantap. “Saya akan jaga baik-baik, Pak.”

Sebelum ia keluar, Erick memanggil lagi. “Alya.”

Ia menoleh.

“Jangan mudah terintimidasi oleh orang seperti Tania. Fokus pada apa yang ada di depanmu. Kalau kamu gagal... itu karena kamu lemah.”

Kata-kata itu tidak terdengar seperti nasihat. Tapi justru karena itulah Alya mengangguk.

Dalam kerasnya dunia Erick Alvaro, tak ada ruang untuk kelembutan.

Tapi anehnya, di balik kata-kata tajam itu, Alya merasakan percikan kecil... kepercayaan.

---

Sore menjelang. Kantor mulai lengang. Alya masih duduk di mejanya, menatap flashdisk hitam itu seperti menatap bom waktu. Tangannya dingin, tapi pikirannya sibuk merancang strategi.

Ia membuka laptop, menyalin data dari flashdisk ke file lokal yang terenkripsi.

Matanya menyapu grafik, catatan merger, dan kontrak kerja sama rahasia antara perusahaan Erick dan investor asing.

Semua informasi itu rumit dan berat, bahkan untuk seseorang dengan latar belakang ekonomi seperti Alya.

Ia mencatat. Membandingkan. Mengelompokkan poin penting. Waktu terus berjalan, tapi pikirannya tidak goyah. Ia ingin membuktikan bahwa dirinya pantas mendapatkan kepercayaan ini.

Namun di sela-sela ketekunannya, bayangan lain menyelinap kenangan saat ibunya terbaring sakit di rumah. Gaji yang kecil dari pekerjaan sebelumnya tak cukup untuk biaya pengobatan.

Itulah alasan mengapa ia nekat melamar pekerjaan ini meski tahu akan dilempar ke medan perang tanpa pelindung.

Alya mendesah pelan. “Aku harus kuat, demi Ibu. Demi masa depanku.”

Ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari nomor tak dikenal muncul:

“Pastikan file itu tidak keluar dari ruang kerjamu. Hanya salin ringkasan, jangan menyimpan keseluruhan data. – E”

Ia tertegun. “Erick memantau?“.Batinnya.

Sekejap, Alya menyadari bahwa ia sedang diuji tidak hanya dalam hal kemampuan kerja, tapi juga loyalitas.

Ia menghapus semua backup otomatis, lalu mulai menyusun ringkasan poin-poin penting.

Sekilas, pekerjaannya tampak seperti asisten biasa. Tapi malam itu, Alya tahu betul ia sedang melangkah masuk ke sisi lain dunia korporat.

Sisi yang penuh rahasia, tekanan, dan ujian moral.

---

Pukul sepuluh malam. Gedung sudah sepi. Di lantai 32, hanya satu cahaya yang masih menyala, 'meja kerja Alya'.

Dengan mata sembab karena lelah, ia menyimpan file ringkasan ke flashdisk, lalu menulis memo kecil di atasnya.

“Sudah selesai, Pak. Tidak ada data yang disalin lebih dari yang diperlukan. – Alya”.

Ia menatap layar sekali lagi sebelum mematikan komputer.

Dalam hati, ia tahu… tugas ini baru permulaan.

---

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • ASISTEN PRIBADI SANG BOS DINGIN   BAB 9 Batas Antara Profesional Dan Perasaan

    Senin pagi, ruang kerja Erick Alvaro dipenuhi aroma kopi hitam yang masih mengepul di sisi meja. Ruangan itu selalu sunyi, dingin, dan rapi tanpa cela seperti pemiliknya. Alya berdiri di depan pintu dengan dada yang berdegup tak karuan. Ini bukan pertama kalinya ia dipanggil langsung oleh CEO, tapi ada sesuatu yang berbeda kali ini. Ini bukan teguran, bukan juga rapat rutin. Ini evaluasi. Tentang proyek yang baru saja ia kerjakan dan mungkin, tentang dirinya. “Masuk,” suara Erick terdengar tegas dari balik pintu. Alya melangkah masuk, langkahnya teratur tapi hatinya tidak. Ia menunduk sedikit, menyerahkan laporan akhir proyek merger yang baru diselesaikannya. Erick menerima tanpa melihat wajahnya. Ia membuka laporan itu, membacanya sekilas sambil mengerutkan dahi. “Kamu berhasil menyelesaikan proyek ini dengan hasil yang lebih dari ekspektasi awal,” ujarnya tanpa ekspresi. “Tapi bukan berarti kamu sudah aman.” Alya menahan napas. “Saya tidak pernah menganggap posisi saya am

  • ASISTEN PRIBADI SANG BOS DINGIN   BAB 8 Ujian Terbesar Alya

    Pagi itu, suasana kantor sedikit berbeda. Alya yang baru kembali dari sakit disambut dengan tatapan campuran ada yang lega, ada yang sinis, dan ada pula yang tampak waspada. Tapi Alya tak peduli. Ia datang dengan tekad baru. Langkahnya mantap menuju ruangannya. Namun sebelum ia duduk, sebuah email masuk dari sekretaris Erick. Subject: URGENT – Project Sunrise Presentation (Assigned to: Alya) Presentasi proyek mitra asing akan dilaksanakan Jumat ini. Segera buat draft awal dan laporan lengkap, lalu sampaikan langsung ke CEO. Alya membacanya dua kali. Proyek Sunrise? Itu proyek terbesar triwulan ini. Biasanya, hanya manager atau Tania yang menangani. Wajahnya menegang. Ia merasa seperti dilempar ke kolam penuh hiu. Namun sebelum ia bisa bertanya apa pun, pintu ruang CEO terbuka. “Alya,” panggil Erick dari ambang pintu. Alya mendekat, gugup. “Ya, Pak?” “Kamu yang akan siapkan dan presentasikan proposal Sunrise. Tania akan ikut meninjau. Hasilnya akan menentukan posisimu ke de

  • ASISTEN PRIBADI SANG BOS DINGIN   Bab 7 Hanya Sehari Tanpa Alya

    Pagi itu kantor terasa berbeda. Tidak ada sapaan pelan dari Alya. Tidak ada langkah kecil yang menyusul masuk ke ruangan Erick membawa berkas agenda. Dan yang paling mencolok tidak ada sosok perempuan berwajah tegang tapi berusaha tenang yang biasa duduk di meja pojok lantai eksekutif. Alya tidak masuk kerja hari ini. Seketika, ritme kantor yang biasanya cepat dan terstruktur mulai terasa kacau. Beberapa laporan telat dikumpulkan, briefing pagi molor lima belas menit, dan satu klien mengeluh karena jadwal meetingnya tertukar. Erick berdiri di balik meja kerjanya, menatap layar ponsel. Tidak ada pesan dari Alya. Ia lalu menekan tombol interkom. “Nadia, kenapa asisten saya belum datang?” “Pak, barusan saya diberi kabar oleh tetangganya. Mbak Alya izin karena demam tinggi.” Erick terdiam sesaat. Tangannya mengepal di atas meja. “Kenapa tidak dari semalam dia beri kabar?” “Katanya semalam drop, Pak. Tidak sempat hubungi siapa-siapa.” Klik. Erick memutus sambungan. Wajahnya

  • ASISTEN PRIBADI SANG BOS DINGIN   BAB 6 Dibawah Sorotan Tajam

    Pagi itu, kantor kembali riuh dengan aktivitas. Suara printer, langkah kaki terburu-buru, dan dering telepon bersahutan memenuhi lantai eksekutif. Namun semua itu seketika meredup saat Erick Alvaro melangkah keluar dari ruangannya. Suasana mendadak sunyi, Seperti biasa. Alya berdiri di depan mejanya, bersiap menyerahkan berkas agenda pagi untuk rapat mingguan. Tangan kirinya menggenggam map, sementara tangan kanan menekan denyut nadi di dadanya yang berdebar terlalu keras. “Pak Erick,” sapanya pelan. Erick tidak langsung menjawab. Ia menerima map itu, membukanya sekilas, lalu menoleh padanya dengan tatapan tajam seperti biasa. “Kenapa catatan rapat kemarin belum dirapikan?” tanyanya datar, nyaris dingin. Alya tersentak. “Saya baru menerima ringkasan tambahan dari tim legal pagi ini, Pak. Saya akan lengkapi setelah—” “Jangan beri alasan. Selesaikan sekarang.” Nada suaranya terpotong dan tajam. “Saya butuh itu sebelum rapat pukul sembilan. Jangan ulangi kesalahan kecil jadi

  • ASISTEN PRIBADI SANG BOS DINGIN   BAB 5 Tumbuh Atau Tersingkir

    Pagi dimulai ketika Erick masuk ke ruangannya dengan langkah cepat, tanpa melihat ke arah siapa pun. Seperti biasa, suasana mendadak berubah hening setiap kali pria itu melintas. Semua staf menunduk, pura-pura sibuk dengan layar komputer, termasuk Alya. Ia menyerahkan flashdisk berisi ringkasan proyek rahasia di atas meja pria itu tanpa suara. Erick menyambutnya dengan anggukan nyaris tak terlihat, lalu mencolokkan flashdisk itu ke laptopnya dan membaca dalam diam. Beberapa menit yang menegangkan berlalu. Alya berdiri tegak di depan meja, menunggu reaksi. Tapi ekspresi Erick tetap tak berubah. Matanya tajam, jemarinya bergerak cepat, dan wajahnya datar seperti batu. Tak ada pujian, tak ada kritikan. Hanya sunyi. “Cukup,” katanya. “Kamu tak terlalu mengecewakan.” Kalimat itu mungkin terdengar kejam untuk orang biasa. Tapi bagi Alya, itu seperti medali kecil di tengah peperangan yang belum berakhir. Ia hanya mengangguk. “Saya akan terus belajar, Pak.” Erick menutup laptop

  • ASISTEN PRIBADI SANG BOS DINGIN   BAB 4 Tugas Rahasia Dari CEO

    Pagi itu, udara di lantai 32 terasa lebih dingin dari biasanya. Alya datang tepat pukul tujuh, jauh sebelum sebagian besar karyawan mulai berdatangan. Ia mengenakan blouse biru muda dan rok pensil hitam yang disetrika rapi. Rambutnya dikuncir simpel, memberi kesan profesional yang ia harapkan bisa menghapus bayang-bayang semalam, bayangan perempuan misterius Tania. Di meja kerja, berkas-berkas yang ia siapkan semalam telah tersusun sempurna. Ia memeriksa ulang semuanya notulensi, materi akuisisi, daftar peserta rapat. Tak boleh ada yang luput. Ini adalah hari penting, dan ia tak ingin memberi Erick satu alasan pun untuk menghancurkan kepercayaan yang baru mulai tumbuh. Pukul delapan lewat lima, pintu lift pribadi terbuka. Langkah cepat terdengar, dan seperti biasa, aura tegas itu memasuki ruangan bahkan sebelum orangnya muncul. “Berkasnya sudah siap?” tanya Erick tanpa basa-basi saat melintas ke ruangannya. “Sudah, Pak,” jawab Alya sambil menyusul masuk ke dalam membawa map do

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status