Share

BAB 5 Dekat Tapi Jauh

Penulis: Xykyut
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-10 21:36:00

Hubungan Alya dan Erick seperti benang tipis yang mulai kusut. Setelah Tania muncul kembali, Erick berubah—tak lagi mudah didekati, suaranya kembali tajam, dan ekspresi dingin itu… kembali mendominasi hari-hari Alya di kantor.

Tapi yang paling menyakitkan bukanlah kemarahan Erick, melainkan sikap acuhnya.

---

“Kopi hitam tanpa gula,” Alya menyodorkan cangkir kepada pria itu pagi ini, seperti biasa.

Erick hanya mengangguk, tidak berkata sepatah pun. Tatapannya tertuju pada layar laptopnya, dan tangannya sibuk membolak-balik laporan.

Alya berdiri sejenak, berharap akan ada percakapan kecil seperti sebelumnya. Tapi harapan itu hanya menjadi diam yang menggantung di udara.

“Kalau begitu, saya ke meja saya dulu, Pak.”

Tidak ada jawaban.

Langkah Alya pelan-pelan menjauh, tapi di dalam hatinya, guncangan itu terasa seperti badai kecil. Ia tidak tahu apakah ia melakukan kesalahan, atau memang hanya karena kehadiran Tania yang telah mengembalikan Erick ke tembok-tembok masa lalunya.

---

Di ruangannya sendiri, Alya mencoba fokus. Ia menyusun ulang proposal kerja sama dengan perusahaan fashion ternama yang akan menjadi partner dalam proyek CSR perusahaan. Namun pikirannya terus melayang.

Tania. Nama itu kembali berputar-putar di kepalanya.

Apa hubungan wanita itu dengan Erick? Mantan kekasih? Tunangan? Istri? Tidak, ia tidak pernah mendengar Erick sudah menikah. Tapi jelas wanita itu meninggalkan jejak yang dalam.

“Kenapa kamu harus mikirin itu?” gumam Alya pada diri sendiri.

Ia menggeleng, menepis pikirannya dan kembali fokus bekerja.

Tapi ketika jam makan siang tiba dan ia melihat Erick berjalan ke luar kantor bersama Tania—lagi—hati Alya kembali remuk.

---

“Masih ngelamun aja,” suara sahabatnya, Rani, yang menelepon malam itu mengusik lamunannya.

Alya sedang berbaring di kasur kosannya, lampu kamar sudah diredupkan, dan hanya suara kipas angin yang menemani sunyinya.

“Kamu kenapa sih akhir-akhir ini? Biasanya kamu cerita soal kerjaan, sekarang diem-diem aja.”

Alya menarik napas panjang. “Aku bingung, Ran. Kayaknya aku mulai punya perasaan ke atasan aku.”

Rani diam sejenak sebelum tertawa. “Ya Allah, ini kayak di drama Korea!”

“Serius, Ran. Dan yang bikin lebih parah... dia kayak punya masa lalu yang belum selesai. Ada cewek yang datang tiba-tiba, dan sejak itu, dia jadi beda.”

“Kamu mau tahu pendapat aku?” tanya Rani.

“Tentu.”

“Kalau kamu memang tulus, jangan buru-buru pergi. Tapi juga jangan biarkan diri kamu jadi terluka lebih dalam.”

Alya terdiam. Kata-kata itu menamparnya tepat di titik rapuh.

---

Keesokan harinya, Alya nekat menunggu Erick di lobi kantor pagi-pagi. Ia ingin bicara. Bukan sebagai asisten. Tapi sebagai Alya—manusia yang peduli.

Begitu Erick datang, ia menyapanya lebih dulu.

“Selamat pagi, Pak. Bisa bicara sebentar?”

Erick menatapnya, sejenak terlihat ragu, tapi kemudian mengangguk.

Mereka berjalan ke salah satu ruang meeting kecil yang belum digunakan pagi itu.

“Saya tahu ini mungkin bukan kapasitas saya, tapi... saya merasa Bapak berubah sejak pertemuan dengan Bu Tania,” kata Alya hati-hati.

Erick diam. Wajahnya tetap datar.

“Kalau saya mengganggu atau membuat Bapak tidak nyaman, saya mohon maaf. Tapi saya... saya hanya ingin tahu, apakah saya melakukan kesalahan?”

Erick menatap Alya lama. Lalu, perlahan ia bersandar di kursi.

“Kamu tidak salah, Alya.”

Kalimat itu membuat hati Alya sedikit lega.

“Lalu kenapa Bapak bersikap dingin lagi?”

Erick menunduk. Jemarinya menyatukan pulpen dan berputar pelan di antara jari-jarinya.

“Karena saya takut.”

Alya menatapnya bingung. “Takut?”

“Takut kehilangan kendali,” lanjut Erick. “Saya terbiasa mengatur semuanya. Emosi saya. Pekerjaan. Hidup saya. Tapi ketika kamu datang, kamu... merusak sistem itu.”

Alya membisu. Ia tidak tahu apakah itu pujian atau peringatan.

“Tania pernah membuat saya hancur. Dia datang dalam hidup saya, lalu pergi ketika saya paling membutuhkannya. Saya belajar untuk tidak bergantung pada siapa pun sejak saat itu.”

Erick menatap Alya dalam-dalam.

“Dan sekarang kamu membuat saya merasa... ingin percaya lagi. Itu yang menakutkan.”

Untuk pertama kalinya, Alya melihat sisi rapuh Erick begitu jelas. Tak terbungkus. Tak dibungkam.

“Apa salahnya percaya, Pak?” bisiknya.

Erick tidak menjawab. Tapi ia bangkit dari kursinya, lalu berdiri di dekat jendela kaca besar yang menghadap kota.

“Karena kepercayaan bisa membuat kita lemah. Dan saya tidak bisa lemah. Bukan di dunia ini.”

Alya berdiri, berjalan mendekat.

“Kalau lemah itu membuat Bapak menjadi manusia, maka saya pikir, tak apa.”

Erick menoleh perlahan. Pandangan mereka bertemu. Waktu seolah berhenti sejenak.

Lalu tiba-tiba, suara ketukan di pintu memecah keheningan.

“Maaf, Pak Erick. Meeting dengan investor mulai lima menit lagi,” ujar sekretaris dari luar ruangan.

Erick menarik napas, lalu menatap Alya sekali lagi sebelum berkata pelan, “Ayo, kita mulai hari ini.”

---

Sepanjang hari, hubungan mereka kembali seperti biasa. Tapi kali ini, Alya bisa merasakan—bahwa batas itu mulai kabur. Erick tidak sepenuhnya menutup diri, tapi juga belum sepenuhnya membuka hati. Ia seperti berjalan di garis tipis antara profesionalisme dan perasaan.

Malam harinya, Alya pulang lebih dulu karena diminta Erick untuk tidak lembur. Tapi sesampainya di kamar kosnya, ia menemukan sebuah kotak kecil di dalam tas kerjanya. Tidak ada nama, hanya tulisan: “Untuk kamu yang selalu perhatian.”

Isinya adalah sebuah liontin perak dengan ukiran sederhana. Hanya satu huruf di sana: A.

Alya menatapnya lama. Air matanya mengalir pelan, tanpa bisa ia cegah.

Mungkin, Erick memang bukan pria yang mudah dihadapi. Tapi ia tahu satu hal…

Hatinya, pelan-pelan, sudah mulai berpindah tempat.

---

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • ASISTEN PRIBADI SANG BOS DINGIN   BAB 9 Ciuman Pertama

    Hari itu, suasana kantor terasa mencekam. Isu mengenai proyek merger besar yang dijalankan oleh perusahaan Erick mulai bocor ke media. Tuduhan kolusi dan manipulasi data keuangan mencuat, mengguncang kepercayaan publik dan para investor. Alya menyaksikan langsung bagaimana wajah Erick semakin tegang dari jam ke jam, matanya menajam seperti singa yang siap menerkam siapa saja yang menghalangi jalannya. Meski tidak dilibatkan dalam urusan eksekutif, Alya bisa merasakan tekanan yang berat di pundak Erick. Dan anehnya, ia ikut merasa sesak. Sepulang kerja, saat sebagian besar karyawan sudah meninggalkan gedung, Alya masih menunggu di depan ruang kerja Erick dengan membawa secangkir kopi panas. Ia tahu, satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah tetap ada. “Masuk,” suara bariton itu terdengar ketika Alya mengetuk pintu. Erick duduk di belakang mejanya, jasnya sudah dilepas, dasi sedikit longgar, dan lengan kemejanya tergulung. Wajahnya kusut, tapi masih memancarkan kharisma yang membua

  • ASISTEN PRIBADI SANG BOS DINGIN   BAB 8 Konflik Kepentingan

    Alya menatap layar laptop di hadapannya dengan pandangan kosong. Matanya terasa panas, bukan karena kantuk atau lelah, tapi karena tekanan yang perlahan mulai menggerogoti dirinya dari dalam. Selama beberapa minggu terakhir, ritme pekerjaannya sebagai asisten pribadi Erick Alvaro semakin menggila. Jadwal rapat yang padat, revisi dokumen yang tak berkesudahan, hingga pertemuan dengan klien yang berubah-ubah menit terakhir—semuanya membuatnya nyaris kehilangan napas. Tapi bukan itu yang membuat jantung Alya berdegup lebih cepat hari ini. Bukan soal kerjaan yang menumpuk, melainkan desas-desus yang mulai beredar di kantor. "Alya itu bisa dekat sama Pak Erick pasti karena ada hubungan pribadi..." "Ssst, jangan ngomong gitu. Tapi emang aneh sih, biasanya Pak Erick tuh susah banget deket sama orang." "Dia tuh bukan siapa-siapa, cuma lulusan biasa... Kok bisa sih jadi asisten langsung CEO?" Bisikan-bisikan itu—yang awalnya hanya sayup di lorong pantry—kini semakin keras, bahkan menyusu

  • ASISTEN PRIBADI SANG BOS DINGIN   Bab 7 Hati Dalam Diam

    Alya memandangi layar laptopnya, tetapi pikirannya melayang entah ke mana. Sejak insiden makan malam dengan Erick dan kemunculan Tania yang mengejutkan, perasaannya tak karuan. Erick memang sudah menegaskan bahwa hubungannya dengan Tania telah lama berakhir, namun entah mengapa, bayangan wanita itu masih mengganggu. Hari-hari berlalu, dan Erick tetap menjadi dirinya yang dingin dan perfeksionis. Tapi Alya tak bisa membohongi diri. Perhatiannya kini selalu tertuju pada pria itu. Ia menangkap hal-hal kecil yang dulu tak pernah ia sadari—seperti cara Erick memperhatikan detil pekerjaannya, atau diam-diam membawakan kopi tanpa berkata sepatah kata pun saat dia lembur malam-malam. Namun, perasaan itu ia simpan rapat. Batas profesionalitas masih membentang jelas di antara mereka. Lagipula, Erick tak pernah memberi tanda bahwa ia menginginkan hubungan lebih dari sekadar atasan dan bawahan. Suatu sore, saat hujan mengguyur kota, Alya mendapati dirinya sendirian di kantor. Hampir semua kar

  • ASISTEN PRIBADI SANG BOS DINGIN   BAB 6 Tembok yang Retak

    Alya menatap liontin perak itu dalam diam. Huruf A kecil yang terukir di sana seperti menandakan sesuatu yang belum sempat diucapkan Erick secara langsung. Entah itu tanda terima kasih, atau… lebih dari itu.Pagi harinya, ia mengenakan liontin itu di balik kemejanya. Tak mencolok, namun cukup membuat hatinya terasa hangat. Entah bagaimana, itu menjadi pengingat bahwa hatinya bukan satu arah. Ada balasan, meski Erick belum sepenuhnya mengatakannya.---Hari itu, kantor kembali sibuk. Erick dijadwalkan menghadiri pertemuan penting dengan mitra internasional yang berpotensi membuka peluang besar. Alya, tentu saja, kembali menjadi bayang-bayangnya—sang asisten yang mengatur jadwal, dokumen, dan segala kebutuhan sang bos.Namun ada yang berbeda dari Erick hari ini. Tatapannya tak setajam kemarin. Beberapa kali mata mereka bertemu, dan Erick tersenyum—sedikit, tapi cukup membuat pipi Alya merona.“Alya,” panggil Erick saat mereka berada di mobil menuju hotel tempat pertemuan.Alya menoleh c

  • ASISTEN PRIBADI SANG BOS DINGIN   BAB 5 Dekat Tapi Jauh

    Hubungan Alya dan Erick seperti benang tipis yang mulai kusut. Setelah Tania muncul kembali, Erick berubah—tak lagi mudah didekati, suaranya kembali tajam, dan ekspresi dingin itu… kembali mendominasi hari-hari Alya di kantor.Tapi yang paling menyakitkan bukanlah kemarahan Erick, melainkan sikap acuhnya.---“Kopi hitam tanpa gula,” Alya menyodorkan cangkir kepada pria itu pagi ini, seperti biasa.Erick hanya mengangguk, tidak berkata sepatah pun. Tatapannya tertuju pada layar laptopnya, dan tangannya sibuk membolak-balik laporan.Alya berdiri sejenak, berharap akan ada percakapan kecil seperti sebelumnya. Tapi harapan itu hanya menjadi diam yang menggantung di udara.“Kalau begitu, saya ke meja saya dulu, Pak.”Tidak ada jawaban.Langkah Alya pelan-pelan menjauh, tapi di dalam hatinya, guncangan itu terasa seperti badai kecil. Ia tidak tahu apakah ia melakukan kesalahan, atau memang hanya karena kehadiran Tania yang telah mengembalikan Erick ke tembok-tembok masa lalunya.---Di rua

  • ASISTEN PRIBADI SANG BOS DINGIN   BAB 4 Luka yang Terbungkus Diam

    Sejak malam itu, Alya merasa ada yang berubah. Bukan hanya dari cara Erick berbicara padanya, tapi juga caranya memandang dunia. Tatapan pria itu tidak lagi semata-mata penuh tuntutan. Ada kelam yang tak terucap, dan ia tahu... ia sudah menyentuh sisi yang selama ini dijaga rapat.Namun semakin ia mengenal sisi manusiawi Erick, semakin Alya menyadari bahwa pria itu menyimpan lebih dari sekadar trauma keluarga.---Hari Senin pagi, kantor kembali sibuk. Bunyi sepatu beradu di lantai marmer, printer berdengung, dan telepon terus berdering. Alya menyambut pagi dengan dua cangkir kopi—satu untuknya, satu untuk Erick.“Jangan terlalu manis,” ucap Erick saat menerima cangkirnya.Alya tersenyum kecil. “Saya sudah mulai hafal, Pak.”Erick duduk sambil membuka laptopnya. Tapi sebelum ia mulai bekerja, ia melirik Alya. “Kamu selalu datang lima belas menit sebelum jam kantor. Kenapa?”Alya terdiam sesaat. Ia tak menduga pertanyaan itu.“Karena saya tidak suka terburu-buru. Dan... saya butuh wakt

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status