Share

BAB 9

Hari senin adalah hari malas-malasan bagi kebanyakan orang. Salah satunya adalah Helsa. Hari ini juga ia harus terlambat masuk sekolah dikarenakan pacarnya yang menjemput terlambat. Tidak mengikuti apel bendera, dan sebagai imbasnya tidak mengikuti jam pertama pelajaran.

Helsa harus kemana jika seperti ini? Oh jelas saja ia harus ke perpustakaan, untuk apa berkeliaran di halaman sekolah disaat jam pelajaran seperti ini. Apalagi guru piket hari ini adalah pak Darwin.

Perpustakaan sangat sepi, hanya ada salah satu stafnya yang sedang berjaga. Gadis itu berjalan menyusuri setiap baris rak buku yang menjulang tinggi, mencari novel yang bagus untuk dibaca. Helsa memang suka membaca novel.

Satu novel bergenre fantasi sudah ada ditangannya, Helsa mengambil tempat dekat sudut perpustakaan. Gadis itu tampak sekali larut dalam bacaannya, sampai sebuah tangan menyodorkan coklat diatas lembaran novel.

Dia cukup terkejut mendapati siapa pemilik coklat tersebut. Jantung Helsa berdetak cepat, atmosfer sekitarnya berubah sekitarnya.

"Sa, lo cuma halu," ujarnya pada diri sendiri lalu segera membaca novelnya.

Tidak. Coklat itu masih terus ada di depan wajahnya, sekali lagi Helsa mendongak dan melihat bagaimana cowok itu tersenyum padanya.

"Lo nggak lagi halu, Helsa," ucap cowok itu.

"Dito," lirihnya terbata. Helsa menelan salivanya gugup, perasaannya kacau.

Ardito, mantan kekasihnya. Helsa tidak pernah berpikir bahwa mereka akan dipertemukan lagi. Ia bahkan sudah tidak mengingatnya lagi, meskipun Dito adalah pacar pertamanya.

"Lo apa kabar, Sa?" tanya Dito sok akrab.

"Gue baik, Dit," jawab Helsa canggung. Ia memperhatikan seragam sekolah yang dikenakan cowok itu, "sejak kapan lo pindah kesini?"

"Sebulan. Dan selama itu juga gue hanya memperhatikan lo dari kejauhan," jawab Dito.

"Lo udah ketemu Bella?"

Dito menggeleng, artinya belum bertemu dengan gadis itu juga.

Helsa canggung dengan kehadiran cowok berdarah Ambon itu, belum lagi tatapan teduhnya masih sama seperti dulu. Kenangan masa lalu kembali menyeruak dimana Dito meninggalkannya tanpa kabar. Rumornya, Dito pindah ke Bali karena ayahnya yang dipindah tugaskan kesana. Dan sekarang, semesta seolah mempermainkannya, cowok itu kembali.

"Apa lo masih sama kayak dulu?" tanya Dito tiba-tiba.

"Maksud lo apa?"

"Masih suka coklat, suka mawar putih, dan lagu-lagu Last Child." Bahkan Dito masih mengingat beberapa hal yang menjadi favoritnya.

"Apa maksud lo pindah ke sekolah ini, Dit?" tanya Helsa.

"Gue mau kita kayak dulu," jawab cowok itu.

"Sinting!" Helsa beranjak dari sana, meninggalkan Dito sendiri.

Apa ia berpikir bahwa Helsa mau kembali? Oh tentu saja tidak, dalam kamusnya tidak ada istilah balikan sama mantan.

Benar-benar keterlaluan, setelah mencampakkannya begitu saja, ia kembali seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

***

"Nungguin siapa lagi?" tanya Akmal.

Cowok itu duduk diatas motor sembari memegang helmnya, sedangkan pacar kesayangannya duduk di halte sekolah. Sudah lima belas menit keduanya duduk di depan sekolah, dengan Helsa yang tidak mau menjawab pertanyaannya.

"Kamu bisa diam nggak?"

Akmal tersentak.

Lalu beberapa menit kemudian sebuah motor ninja hitam keluar dari gerbang sekolah, dan saat itu juga Helsa memeluk manja Akmal. Tentu saja cowok itu menyambut dengan senang, ditambah lagi ia mengecup mesra kening pacarnya.

"Pulang yuk," ajak Helsa lalu merenggangkan pelukannya.

"Sa, kamu nggak lagi nungguin orang kan dari tadi?" Akmal memicing, tingkah pacarnya sangat aneh.

"Nggak sayang. Kamu udah makan?" tanya Helsa, mengalihkan pembicaraan keduanya.

"Istirahat kedua, tapi masih lapar," jawab Akmal.

"Makan di rumah," ajak Helsa.

"Mba Ana masak apa?"

"Aku dari pagi di sekolah, mana tahu aku." Helsa segera memakai helmnya dan naik ke atas motor pacarnya.

"Nanti malam ikut aku, Sa," kata Akmal sebelum berangkat.

"Nggak bisa, aku mau ngumpul di rumahnya Bella," tolaknya.

"Yahhh," sesal Akmal.

"Mau kemana emang?"

" Mau ngajak ke birthday partynya teman sekolah, sekalian kenalin kamu ke teman-teman aku," ujar Akmal.

"Lain kali aja. Tapi ingat, jangan kamu sentuh alkohol disana," kata Helsa memperingati pacarnya.

Setelah mengatakan demikian, dengan Helsa yang memeluk posesif pacarnya, motor melaju meninggalkan pelataran SMA Harapan. Siang ini, gadis itu mengajak pacarnya makan di rumah.

***

Seperti perkataanya siang tadi, malam ini Akmal ke salah satu café yang dipakai di acara birthday party teman sekolahnya. Lebih tepatnya ini adalah acara ulang tahun adik dari temannya yang kebetulan bersekolah di SMA Diaksa.

Namanya Reno, cowok berdarah Tionghoa. Akmal sudah terlihat akrab dengan teman barunya. Bukan hanya Reno, ada David dan Dimas juga.

"Wellcome man," sambut Reno.

"Ramai banget," ujar Akmal.

"Temannya Deolora banyak. Mau gue kenalin nggak?" tawar Reno menggoda.

"Nggak minat," tolak Akmal begitu saja.

Reno terkekeh, "gue kenalin sama bokap-nyokap."

Akmal mengekori Reno, suasana didalam sangat ramai. Bukan hanya teman dari Deolora, melainkan teman Reno juga mendominasi café ini.

Reno memperkenal Akmal pada orang tuanya, sama seperti teman-temannya yang lain. Cowok itu juga memperkenalkannya pada Deolora, adiknya.

"Ehm, siapa nih? Kok gue baru lihat," tanya Deolora.

"Teman gue. Baru sebulan di sekolah," jawab Reno.

Deolora mengangguk paham, lalu menjulurkan tangannya pada Akmal. "Deolora Charoline, adik semata wayangnya di bajingan ini."

"Sialan," umpat Reno.

"Akmal," balasnya.

"Teman lo yang satu itu nggak datang?" tanya Reno.

Deolora mendesah berat, "katanya ada urusan."

"Deolora!"

Seorang gadis dengan dress yang cukup pendek alias kurang bahan berjalan lenggak-lenggok bak model. Auranya begitu berbeda dari kebanyakan gadis yang ada disini. Gigi putih yang tersusun rapi terlihat ketika kedua sudut bibirnya terangkat.

Cantik, satu kata dalam pikiran Akmal.

"Rania!" Deolora memeluk gadis yang dipanggilnya.

"Ngeselin deh, katanya nggak bisa datang," kesal Deolora dengan wajah yang cemberut. Akmal dan Reno hanya memperhatikan dua gadis itu secara seksama.

"Emang sengaja. Biar lo makin ngerasa nggak ada yang peduli sama lo," timpal gadis yang bernama Rania.

"Jahat banget," pungkas Deolora, "oh, iya, kenalin Ran. Ini Akmal, temannya Reno. Ternyata udah sebulan pindah ke sekolah," katanya.

Rania memandang Akmal, "nama gue Rania. Kita satu sekolah, dan lo itu senior gue."

Akmal membalasnya dengan senyuman hangat, dan balas memperkenalkan dirinya pada Rania. Pandangannya tidak luput dari wajah cantik gadis itu, Rania sangat cantik.

"Gue dikacangin," sindir Reno.

Siapa yang tidak mengenal Rania. Seantero SMA Diaksa tahu betul gadis itu, gadis yang mampu memikat laki-laki mana saja dengan kecantikannya.

***

"Sa, Akmal kemana?" tanya Bella.

"Acara ulang tahun teman sekolahnya," jawab Helsa.

"Cowok atau cewek?" Ranaya ikut nimbrung.

"Mana gue tahu," balas Helsa tidak peduli. Biarkan saja malam ini Akmal bersama teman-temannya, ia malas mengganggu cowok itu.

"Hati-hati," sarkas Diandra.

Citra mengangguk, "laki-laki itu gampang tergoda."

Helsa memandang sahabat-sahabatnya penuh tanda tanya, entah kenapa malam ini mereka berbicara soal pacarnya. Helsa bahkan tidak mau memikirkan perihal Akmal yang pergi ke acara ulang tahun tersebut.

"Akmal nggak gitu," ucap Helsa.

"Cuma mengingatkan, Helsa," tegur Citra.

***

Acara ulang tahun Deolora sudah selesai tiga puluh menit yang lalu. Akmal dan yang lainnya masih disana. Sepertinya malam ini akan panjang dibuat oleh mereka, dilihatnya dari banyak botol minuman alkohol di atas meja café yang mereka lingkari.

Lihat Akmal. Wajahnya bak kepiting rebus akibat minuman itu, sudah banyak yang diteguknya. Padahal Helsa sudah melarangnya untuk tidak menyentuh minuman haram itu.

"Lo mau minum terus dan masih mau pulang?" tanya David.

"Gue mabuk, tapi bisa kontrol diri," jawab Akmal.

Reno memukul pundaknya, "rumah lo jauh bangsat."

Akmal tertawa, "gue tidur sama Helsa dalam keadaan mabuk, dia masih perawan tuh. Karena gue bisa kontrol," jawab Akmal.

"Helsa siapa?" tanya Reno.

Akmal mencondongkan wajahnya pada Reno, "calon istri gue," bisiknya.

Reno tertawa dengan kondisi yang sudah mabuk, diikuti David yang juga mendengar bisikan Akmal.

Setelah mengatakan demikian, Akmal beranjak dari sana. Dia akan menghubungi Helsa, mau menanyakan apa Helsa sudah pulang. Jika belum, dia akan menjemput pacarnya. Dalam kondisi mabuk? Tentu saja Helsa tidak mau mati konyol.

Namun langkahnya berhenti pada salah satu gadis yang masih disana. Rania belum balik, entah siapa yang sedang dia tunggu.

"Lo belum balik?" tanya Akmal.

"Nungguin lo," jawab Rania.

"Gue?" Akmal balik bertanya, "emang rumah kita searah?"

"Bisa searah kalau lo mau." Rania menatap Akmal dengan tatapan menggoda.

Akmal terkekeh, "lo lagi godain gue?"

"Kalau lo merasa tergoda, itu bukan kesalahan gue," balas Rania.

"Gue udah punya cewek!" tanda Akmal. Dia berlalu meninggalkan Rania sendiri. Gadis itu menyeringai, dia tertarik pada Akmal. Cowok itu sangat menantang baginya.

"Permainan dimulai, Akmal Malik."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status