"Sialan! Kenapa bos ingin gue datang?" pikir Haryadi mengingat-ingat jika ada hutang yang belum dibayarnya.
"Ah sudahlah, gue datang aja, daripada tar gue diseret, hiii." Haryadi segera merapikan diri, kemudian keluar dari kamarnya dan pergi ke pub biasa tempat Teddy Sugiharta berkantor, malam itu juga."Bos?" tanya Haryadi ketika berada di ruang kerja Teddy Sugiharta."Kamu siapanya Sarah Tjokroaminoto?" tanya Teddy langsung to the point."Sa ... Sarah? Ng ..., dia keponakan saya, bos. Anak kakak saya, Subrata Tjokroaminoto.""Oh, keponakan," ulang Teddy sambil mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja."Bisa kau bawa dia kemari?" tanya Teddy."Apa? Tapi untuk apa?" Haryadi balik bertanya."Akan aku berikan 10 juta untuk membawanya kemari," tawar Teddy."Sepuluh juta?""Dua puluh juta!""Bos mau kasih dua puluh juta untuk Sarah? Tidak dengan harga murah," batin Haryadi."HahahaSarah mengganti pakaiannya dan merapikan diri, dia akan ke perusahaan Heru untuk bertemu dengan Rahmat."Bun!! Sarah sebaiknya mencoba melamar ke perusahaan Hadiningrat," ucapnya bersiap untuk pergi."Bunda senang, semoga berhasil ya, doa bunda menyertai kamu, nak," ucap Helena tersenyum.Sarah masuk ke dalam mobil dan menyalakannya. Baru beberapa meter berjalan, Sarah kembali memarkir mobilnya kembali ke halaman, "Kenapa, Sar?" tanya Helena.Sarah mengecek dan melihat bannya kempes, "Bannya kempes Bun,""Kempes?" Sarah mengangguk, "Ya sudah Bun, Sarah pergi pakai taxi online saja." Helena pun mengangguk.Tiba-tiba seorang datang dengan motornya lewat, "Neng, ojek?" tanya orang itu dibalik helm full facenya."Eh, ada ojek? Bun, Sarah pakai ojek aja deh, biar cepat," panggil Sarah agar ojeknya mendekat."Hati-hati ya, Sarah," seru Helena yang tiba-tiba saja mendapat firasat tidak baik dari kepergian Sar
***"Pak, notarisnya, pak Samuel, sudah datang, Bu Bella juga sudah datang," ucap Rahmat di ruangan kerja Heru.Rahmat sudah membuat janji bertemu dengan notaris untuk membicarakan surat wasiat yang ditulis oleh Sugandi sebelum dia wafat."Baiklah, kita ke ruang meeting," jawab Heru menutup laptopnya kemudian berjalan mengikuti Rahmat menuju ruang meeting.Tampak notaris dengan asistennya, dan Bella selaku istri dari almarhum. Heru berjabat tangan dengan notaris dan asistennya, kemudian duduk disamping Bella berhadapan dengan notaris dan asistennya."Apakah istri anda tidak ikut pak Heru?" tanya notaris."Tidak pak, apakah perlu?" tanya balik Heru."Sebaiknya sih hadir," ucap notaris."Tapi, kita sudah berada disini, masa kita harus menunggu Sarah datang?" elak Bella."Sebentar, saya telepon Sarah, saya harap pak Sam, mau menunggu sebentar," sanggah Heru."Baik, saya tunggu saja."Heru kelu
"Baiklah, saya rasa sudah cukup sekian penjelasan saya, jika ada yang mau ditanyakan, kantor saya terbuka untuk keluarga almarhum. Atau bisa kontak langsung melalui asisten saya, dan akan senang hati saya menjawabnya." Notaris Samuel bangkit dari tempat duduknya bersalaman kepada semua yang ada di ruangan itu kemudian berpamitan."Sarah? Are you okey?" tanya Heru ketika melihat Sarah terlihat pucat."Gue mau ke toilet dulu sebentar," balas Sarah keluar dari dalam ruangan."Tante pergi, Tante ingin lihat apartemen yang diberikan ayahmu padaku," ujar Bella pamit dan keluar ruangan."Pak, kalau anda membutuhkan saya, saya ada di ruangan," ujar Rahmat ikut keluar ruangan, disertai dengan anggukan Heru."Jadi Daddy ingin kalau Sarah hamil buat nyerahin perusahaan?" gumam Heru memandang langit biru dari jendela kantornya.Heru tersenyum-senyum sendiri membayangkan kejadian ketika dia bercinta dengan Sarah beberapa hari yang lalu, "Apak
"Iya, pak. Pak Rahmat tidak salah mendengar, saya akan bercerai dengan Heru.""Ta ... tapi bagaimana dengan Heru? Bukankah jika bercerai statusnya tidak akan bisa mendapatkan perusahaan dalam waktu 5 tahun ini?" tanya Rahmat meminta penjelasan dari Heru dan Sarah."Saya yang hendak mengajukan gugatan cerai pak Rahmat," aku Sarah melihat Heru memalingkan wajahnya.Heru hanya bisa pasrah dan diam tanpa mengambil keputusan."Pak Heru, apakah anda bersedia untuk bercerai?" tanya Rahmat dengan suara meninggi."Sebagai kaki tangan pak Sugandi selama bertahun-tahun, saya sudah mengenal sifat, watak dan karakter pak Sugandi. Jika beliau masih ada, pasti akan menyayangkan kejadian seperti ini.""Heru, disaat seperti ini, Saya tidak memanggil kamu dengan sebutan pak, karena ini perasaan seorang bapak kepada anaknya. Bagaimana daddy-mu bercerita mengenai kenakalanmu, hingga pernikahan dadakanmu yang disetujui oleh Daddy, tidak terlepas bahw
"Ceritakan pada Bunda, apapun itu, Sarah tetap adalah anak Bunda. Dari pengalaman terdahulu, Bunda belajar, bahwa semua yang sudah terjadi, tidak dapat kita ubah, yang bisa kita ubah, hanya hati kita, sabar dan ikhlas, kemudian mencari jalan keluar. Bunda banyak belajar hidup kita hanya sepersekian detik. Andai Bunda tidak tertolong, Bunda meninggal dengan kebencian. Sekarang, bunda ingin hidup dengan damai, menerima apapun yang sudah Tuhan gariskan dalam hidup Bunda. Jadi, jangan kuatirkan Bunda. Ceritakan pada Bunda, kita akan mencari jalannya keluar bersama-sama," bujuk Helena.Sarah membalikkan badannya kemudian memeluk pinggang bundanya. Helena hanya bisa mengusap-usap rambut Sarah agar lebih tenang."Kalau Bunda mau marah, Sarah terima, ini memang dosa Sarah, Bun--.""Sttt!! Ceritakan dengan tenang dari pertama, agar Bunda bisa memahamimu," sanggah Helena dengan tersenyum.Sarah akhirnya duduk, mengusap air matanya dan menghela nafas panjan
Bella masuk ke dalam kamarnya, lalu membuka ruangan khusus untuk menyimpan tas-tas branded yang dibelinya sebagai koleksi pribadi. Dengan marah, tak dilihat satu buah pun tas miliknya ada pada tempatnya, "Sialan! Brengs*k lo Sugandi!! Lo mempermainkan gue!!" teriaknya dengan histeris melihat ruangan koleksinya kosong tak berbekas.Sebuah telepon berbunyi dari ponsel milik Bella, terlihat layar tertulis, 'Haryadi', dan Bella langsung mengangkatnya, "Ada apa!!" bentak Bella."Hey! Hey! Sabar sayang! Kau seperti sedang marah-marah saja! Bukankah kau sedang menikmati uang warisanmu itu?" tanya Haryadi."Warisan yang dia sebutkan tidak sesuai dengan ekspektasi gue. Sekarang, gue sedang kesal! Jangan ganggu gue!" sembur Bella langsung menutup ponselnya."Gue mesti cek keuangan." Bella mencoba berbelanja online dengan kartu-kartu kredit yang biasa dia pakai untuk berbelanja. Biasanya pula, setelah proses berbelanja, tagihannya akan masuk ke dalam tagihan
"Baiklah, aku akan keluar, tapi aku ingin mempertanyakan kenapa semua kartu kreditku diblokir?" tanya Bella dengan geram. Dia tidak bisa hidup jika harus bekerja. Selama ini dia hanya tahu shopping dan bagaimana cara menghamburkan uang."Kartu kredit Tante semua atas nama daddy. Tentu saja hal yang menyangkut nama daddy diberhentikan karena sudah meninggal. Siapa yang akan membayar semua tagihan? Sebelum Tante menghamburkan uang yang tidak penting, aku selaku CEO memangkasnya," jelas Heru muak dengan tingkah laku Bella."Tapi tidak bisa seperti itu, Heru! Biar bagaimanapun juga, kau tidak mengusirku seperti itu!" pekik Bella tidak terima atas perlakuan Heru."Jika kau tidak mau, belajarlah untuk bekerja dari sekarang, bukankah sekarang kau sudah memiliki toko? Kembangkan itu!" Heru geram atas perkataan Bella, dia pun langsung masuk ke kamarnya untuk menenangkan diri.Sudah beberapa hari ini emosinya sangat tidak stabil naik turun semenjak Sarah me
"Gue jadi ingin menikmati Lo, seperti yang sudah-sudah. Ayolah Bella! Sekarang sudah tidak ada yang peduli dengan Lo! Lo gak usah takut ketahuan," bujuk Haryadi.Didorongnya sekuat tenaga tubuh Haryadi hingga jatuh ke lantai, "Gue jijik lihat Lo! Pergi sekarang juga!" Bella bangun dari kasur, berdiri dan membuka pintu kamarnya agar Haryadi keluar.Haryadi tampak geram. Harga dirinya seakan-akan diinjak-injak oleh Bella. Dia bangkit dan dengan mata nyalangnya menghampiri Bella. Bella yang melihat Haryadi berupaya untuk mendekatinya, dia pun mulai mundur untuk mencari tempat yang aman.Haryadi segera menaruh tangan diatas leher dan hampir mencekik Bella. Bella yang gelagapan mundur untuk memberi ruang dirinya agar bisa bernafas, "Lo? Lo berani sama gue, jal*ng?" ancam Haryadi dengan mata melotot, membuat Bella ketakutan.Nafasnya hampir habis karena cekikan Haryadi, tiba-tiba saja tangannya menggapai vas bunga yang berada di belakangnya dan memben