"Apa yang Tante inginkan?" tanya Heru."Sebelum aku pulang, aku ingin keadaanku bersih. Aku tidak meminta uangmu. Aku sudah tidak berarti lagi. Setidaknya aku menghargai diriku untuk yang terakhir kalinya," ucap Bella menundukkan kepala, namun Heru tak mengerti maksud Bella."Baiklah Tante, Sarah mengerti maksud Tante. Kita akan ke hotel bersama." Sarah menggandeng lengan Bella untuk bangkit dari kursi."Apa maksudmu. Sarah?" tanya Heru."Aku akan mendandani Tante Bella sebelum pulang ke Indonesia," ucapnya dengan tersenyum.Bella berjalan dengan tertatih-tatih didampingi oleh Sarah, dan Heru mengikutinya dari belakang.Bella terpukau ketika dia tiba di hotel bintang lima yang sangat mewah. Dia hanya bisa melihatnya dari jauh tidak pernah terpikirkan olehnya untuk dapat masuk ke hotel mewah tersebut. Entah apa yang membuatnya ke menara Eiffel ini. Josh tinggal jauh dari Paris. Dia hanya tinggal dipinggir kota dengan bank kecil sebagai tempat pekerjaannya. Berulang kali dia meminta Josh
"Apa?" tanya Sarah sambil terisak."Tante Bella sudah tidak ada." Heru menelepon resepsionis untuk meminta didatangkan seorang dokter.Sarah menelepon Helena untuk memberitahukan kalau dirinya sudah bertemu dengan Bella."Sarah, disini jam 3 pagi, ada apa telepon Bunda? Apa ada masalah? Kau sedang menangis?" tanya Helena yang baru bangun dari tidurnya."Bun, aku menemukan tante Bella!" isak Sarah."Bella? Kamu gak bercanda kan sayang? Ini jam 3 pagi loh!""Disini jam 10 malam Bun. Aku tidak bercanda.""Oke! Ceritakan pada Bunda, apa yang terjadi disana." Helena mendengarkan Sarah dengan lebih serius.Sarah menceritakan bagaimana dia bertemu dengan Bella, dan bagaimana Bella bisa berada di Paris, dan bagaimana Bella mengalami penyakit dan bagaimana Bella meninggal dunia."Kasihan Bella, dia sudah jahat, tapi biar bagaimanapun juga, Bella adalah adik iparku. Dia sudah menuai apa yang sudah dia tabur. Jadi apa yang akan kau lakukan?""Pesan terakhirnya tante Bella ingin kembali ke Indones
Dentuman suara musik yang memekakkan telinga tidak membuat Heru, sang Casanova, beranjak dari kursi sofanya. Heru Hadiningrat, tidak ada yang tidak mengenal dirinya. Anak konglomerat dari Sugandi Hadiningrat yang memiliki perusahaan fashion terbesar di Indonesia. Fotonya sejak dari remaja sudah terpampang di berbagai outlet sebagai model remaja dengan berbagai macam fashion yang dibuat oleh perusahaannya.Wajahnya yang tampan blesteran, memiliki alis yang tebal dengan rahang pipi yang tegas, membuat hidungnya terlihat lebih mancung. Kulitnya putih, karena turunan dari ibunya yang merupakan wanita kewarganegaraan Perancis yang dinikahi ayahnya 25 tahun yang lalu sebagai model.Tubuhnya atletis, terawat dan harum adalah modal utama dalam mencari kekasih satu malam di The Glaze Pub ini. Kali ini, Heru duduk dengan kekasihnya, Kalina, gadis cantik nan seksi dengan rambut lurus panjang yang diekor kuda, berwajah oriental dengan make up natural look. Kalina merupakan kekasih terlama yang per
Plak! Pipi kiri Haryadi ditampar hingga pipinya memerah karena bekas tamparan. "Apa kau tidak tahu, jika kakakmu membangun hotel itu dari nol hingga bisa berjalan sampai saat ini?" Plak!!! Sekali lagi, pipi kanan Haryadi yang ditampar, "Sekarang, kauhancurkan semalam hanya dengan berjudi!! Mau taruh di mana mukaku jika aku mati dan bertemu dengan kakakmu!!" Teriak Helena meluapkan emosinya. "Bun ... sudah Bun! Ingat, Bunda masih sakit. Jangan tambah beban Bunda," ucap Sarah kepada Helena, bundanya, yang marah kepada om-nya, Haryadi Tjokroaminoto. Sarah melihat bundanya memegang dadanya yang serasa mau pecah. Segera saja dipeluknya pundak bundanya agar sedikit lebih tenang. Di hadapan Helena, Haryadi hanya bisa berlutut. Di bawah kaki kakak iparnya, dia memohon agar dosanya diampuni. "Berapa hutangmu???" tanya Helena sambil berteriak. "Hampir lima milyar, kak ..." "Ya Tuhan ... kau tahu, hotel dijual pun belum bisa menutup hutangmu!!" "Maaf kak, aku khilaf, hotel sudah aku jam
"Kau mau berapa lama lagi ingkar, Haryadi?!" Pekik seseorang di balik telepon. "I ... iya, Boss!!" jawab Haryadi dengan gemetar. "Bagaimana bisa orang ini tahu nomor ponselnya yang terbaru?" pikir Haryadi. "Jadi kapan?" tanya orang itu lagi. "Satu minggu, Boss?" tawar Haryadi. "Tiga jam dari sekarang, kau harus sudah melunasinya. Jangan kabur!! Anak buahku tidak akan segan-segan untuk menyeretmu kemari, dan aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri!!" Telepon pun ditutupnya. Haryadi memandang ponselnya yang sudah diputus itu, "Sialan!!" ucapnya dengan marah. "Arrgghh! Bagaimana aku bisa dapat duit sebanyak itu dalam waktu 3 jam?" Disisirnya rambutnya dengan jari tangannya. Pikirannya kacau, matanya melanglang buana ke segala arah. Dilihatnya lukisan karya Affandi milik almarhum kakaknya yang dulu dibeli dengan harga mahal, "Sepertinya laku untuk dijual." Haryadi naik ke atas kursi, kemudian menurunkan figura lukisan dari dinding. Diambilnya lap, dan dengan hati-hati membersihk
"Beb, apa maksud lo dengan putus?" tanya Kalina tak percaya. "Lo dah dengar apa yang gue omongin, jadi gak perlu gue perjelas lagi," ucap Heru melepaskan lengan Kalina dan berlalu. Kalina terdiam, tidak percaya, dirinya diputus begitu saja oleh Heru. Kalina pun menyusul Heru keluar untuk mempertanyakannya. "Beb!! Beb!! Tunggu!!" teriaknya. Heru sudah hampir tiba di mobilnya, melihat Kalina datang mengejarnya, dia pun berhenti. "Beb! Jelasin apa salah gue sama lo? Apa kurangnya gue? Kenapa lo mutusin gue?" tanya Kalina dengan isak tangis mempertanyakan perlakuan Heru. "Lo gak salah," jawab Heru, "yang salah, gue. Karena gue dah bosen sama lo." Tanpa memperdulikan Kalina yang menangis, Heru masuk ke dalam mobil sportnya dan pulang ke rumah. "Hei, Neng! Habis diputus cinta nih ye? Yuk sama Abang aje?!" ucap seorang preman yang sedang mangkal di pinggir jalan. Pakaian kaos yang dipakainya terlalu besar, tidak sebanding dengan ukuran badannya yang kurus. Rambutnya yang dicat berwar
"Jadi, sebaiknya ibumu harus segera dioperasi. Soal dana, jangan dipikirkan, sambil jalan saja dulu, dokter berdoa agar semua dipermudah," ujar dokter Budiman. "Baiklah dok, saya akan berusaha mencari dananya, saya ingin bunda segera sembuh," ujar Sarah. Dokter mengangguk, "Jangan lupa dengan doa. Anak yang mendoakan ibunya disaat sakit adalah salah satu obat kesembuhan," ujarnya. Sarah tersenyum, mengangguk. Kemudian keluar dari ruangan dokter Budiman kemudian masuk ke ruangan bundanya yang sudah diinfus dan diberi oksigen. Sedangkan pada bagian dinding kasurnya terdapat alat detak jantung. Sarah menangis, melihat keadaan bundanya seperti itu. Digenggam tangan bundanya dan diciumnya. Kemudian diambilnya kursi dan duduk, "Bun ... bunda harus segera sembuh, jangan biarkan Sarah sendirian di dunia ini. Sarah takut bun ... Sarah takut kehilangan bunda. Sarah belum siap menjadi sebatang kara," tangis pilu Sarah. Air matanya mengenai tangan bundanya, dan Sarah mengusap-usap tangannya u
Dilihat jam tangannya sudah pukul 10 pagi. Hari ini Heru ada kuliah pukul 11 siang. Mengingat ucapan daddy-nya yang ingin dirinya cepat lulus, dengan malas diambilnya tasnya, kunci mobilnya dan pergi ke kampus. Diparkir mobilnya di bawah pohon yang rindang, dilihat dari kaca spion penampilan machonya, kemudian dipasang kacamata hitam sebagai pemanis. Sebagai anak konglomerat yang terkenal, gadis-gadis cantik selalu saja menghampirinya hanya untuk say hello, ataupun tersenyum. Kali ini, dia akan menyeleksi gadis-gadis itu menurut kriterianya, cantik, body goals, berambut panjang, seksi, dan pintar untuk calon pacar berikutnya, "Siapa tahu pilihan Tante Bella tidak secantik yang gue pikirkan," ucapnya sambil bersiul, membuka pintu mobilnya. Tiiiiiiiin!!! Heru kaget ketika melewati mobil city car kecil mengklakson dirinya, "Kurang ajar! Siapa sih yang klakson bikin kaget?" tanyanya sambil menyelidiki mobil yang dilewatinya itu. "Sialan!!! Sialan!!! Sialan!!! Dasar om penjahat!!!" maki