Odelia tersenyum lebar merasa bangga karena telah mendapatkan nomor ponsel Angga. Layar ponsel sejak tadi menyala, yang kini tengah terbuka room chat. Gadis itu ingin mengirimkan pesan pada Angga, tapi bingung ingin mengirimkan pesan seperti apa pada Angga. Dia tak bisa langsung ke intinya, yang ada Angga tak akan mau meladeni pesannya.Bertanya perihal materi besok? Yang ada nanti dosen killer itu tak akan membalas pesannya, itu yang sempat Ify katakan padanya jika ingin mengirim pesan pada Angga.Odelia :Pak AnggaPak AnggaPak AnggaPak AnggaPak AnggaSementara di seberang sana, Angga yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya memeriksa tugas mahasiswa, mengernyit mendengar notifikasi di ponselnya yang bertubi-tubi. Siapa yang mengirimkan dia pesan malam-malam seperti ini? Kalau itu mahasiswinya, Angga akan memarahinya.Kening pria itu masih mengernyit saat melihat pesan masuk dengan nomor yang sama sebanyak lima kali dan isinya sama semua.Angga pun penasaran, mulai membuka profi
Ketika ruangannya diketuk, Angga segera menegakkan badannya. Dosen itu tahu siapa yang kini mengetuk pintu ruangannya, karena dia baru saja memanggil orang itu. Sebelum Angga menyuruh orang di luar itu masuk, dia merapikan penampilan yang cukup berantakan, juga merapikan mejanya yang penuh dengan kertas-kertas resume mahasiswa-mahasiswinya yang sama sekali belum dia periksa sejak empat hari yang lalu.Pria itu tak bisa melakukan apapun jika tak mengetahui di mana keberadaan Odelia. Ya, sudah empat hari dia tak melihat Odelia, bertanya dengan teman-teman sekelas Odelia pun dia gengsi dan satu-satunya orang yang bisa dia tanyakan adalah Ify—sahabat Odelia—dan Ify saat ini sedang berada di luar. Angga tahu mereka bersahabat dari cerita dosen-dosen di kampus.Angga berdeham lalu menyuruh Ify untuk masuk."Masuk.""Permisi, Pak."Sedangkan Ify, dia benar-benar tak tahu kenapa bisa dia dipanggil oleh pak Angga. Kalau dia Odelia, dapat dipastikan anak itu akan senang karena Angga memanggilny
Odelia mengerling jail, menggoda Angga. Senyum jail gadis itu sama sekali tak luntur sejak Angga masuk hingga Angga duduk di ruang rawatnya. Sedangkan Angga, dia tak berkutik apalagi mengeluarkan suara lantaran di ruangan ini juga ada kedua orang tua Odelia."Pak, kangen banget yah sama saya sampai-sampai gak nanya saya ada di mana? Ditelpon juga gak diangkat-angkat."Angga tak menjawab pertanyaan menggoda dari Odelia, itu semua karena orang tua Odelia. Dia tadi sudah berkenalan dengan orang tua Odelia, dan ternyata ayah gadis itu mengenalnya karena bekerja di perusahaan ayahnya."Lia, jangan digodain pak Angga-nya," tegur Sena.Sontak gelak tawa Odelia pun terdengar dan kali ini benar-benar menyebalkan, Angga rasanya ingin meraup wajah Odelia dengan kedua telapak tangannya yang besar."Maafin Odelia, yah, Pak. Dia emang kayak gitu, pintar godain orang," ucap Sena merasa bersalah.Angga tersenyum kikuk. Tadi saat dia sampai di rumah Odelia, yang dia dapatkan rumah itu kosong, lampu ru
"Ah, maksud saya, izinkan saya menjaga Odelia malam ini di rumah sakit. Bapak dan Ibu pulang istirahat," ralat Angga membuat bibir Odelia mengerucut sebal.Odelia sudah melayang tadi mendengar perkataan Angga yang akan menjaganya, tapi ternyata dosennya itu meralat perkataannya. Oh, atau lebih tepat memperbaiki perkataannya.Sedangkan Angga, sejak tadi jantungnya tak berhenti berdetak kencang, apalagi mengingat perkataannya tadi. Makanya secepat mungkin dia meralat. Angga pun tak tahu kenapa dia berkata-kata seperti itu, bahkan secara tiba-tiba tanpa berpikir lebih dulu."Boleh kok, Pak. Pak Angga mau jagain saya, 'kan? Jagain seumur hidup juga boleh," kata Odelia.Sekalipun Angga meralat perkataannya, Odelia tak ingin kehilangan kesempatan ini. Kapan lagi coba, dosen killer sekaligus dosen yang sama sekali tak terpanah melihat senyumnya bisa menjaganya di sini, mereka akan berada di satu ruangan yang sama semalam."Mau macam-macam, 'kan, kamu sama pak Angga?" tuduh Sena membuat Odeli
"Morning, Pak Angga," sapa Odelia.Sementara Angga, bukannya membalas sapaannya tapi malah mengernyit kala melihat keberadaan Odelia. Bukankah gadis itu baru saja pulang kemarin sore dari rumah sakit? Tapi dia sudah masuk kuliah bahkan dengan cerianya menyapa Angga."Kamu kok udah masuk?"Odelia menggaruk kepalanya, berusaha mencari alasan yang tepat. Dia tak mungkin mengatakan pada Angga alasannya masuk kampus karena ingin cepat-cepat membuat dosennya ini terpesona padanya padahal dia masih masa pemulihan."Balas dulu sapaan saya, Pak." Alhasil, gadis itu meminta Angga membalas sapaannya, daripadanya harus menjawab pertanyaan Angga."Hmm, pagi.""Duh, manis banget sih, Pak, bikin saya meleyot," ungkap Odelia. "Awali pagi dengan yang manis-manis, contohnya lihat senyum saya, Pak. Makanya kalau ketemu saya jangan judes-judes, Pak.""Kamu kalau ketemu saya bisanya cuma gombal mulu," ujar Angga menggeleng pelan."Kenapa, Pak? Udah mulai suka sama saya?" Tanya Odelia dengan mata berbinar.
Caffe Americano dengan tulisan Starbucks ada di genggaman Odelia, gadis itu melangkah dengan riang menuju ruangan Angga. Siang pukul 1 seperti ini, biasanya orang-orang akan merasakan mengantuk, maka dari itu Odelia berinisiatif membelikan Angga kopi.Oh, bukan tanpa alasan, tentu saja dia ingin membuat Angga bisa terpanah melihat senyumnya. Gadis itu bukan hanya pintar menggoda, tapi juga sangat licik. Tapi tak terlalu licik, hahaha.Odelia mengetuk pintu ruangan Angga, dari sela-sela gorden jendela ruangan Angga, dia padat melihat Angga di tengah sibuk dengan laptopnya. Sudah pasti Angga sibuk, apalagi Angga yang baru saja menjabat sebagai sekretaris jurusan, pastinya Angga memiliki banyak kesibukan. Mulai dari merapikan arsip KRS mahasiswa, membuatkan undangan seminar proposal untuk mahasiswa semester akhir, membuat surat rekomendasi penelitian, dan masih banyak lagi."Masuk."Suara Angga yang menginterupsi masuk, membuat Odelia tersenyum lebar. Gadis itu berdeham pelan, merapikan
"Dia kenapa nangis, sih?" tanya Rayyan pada Ify ketika pria itu telah menyusul Odelia di kampus."Tuh, habis dimarahin dosen," jawab Ify membuat Odelia langsung memukulnya.Dia bukannya tidak ingin Rayyan tahu alasan dia menangis, tapi dia hanya tak mau nanti alasannya dimarahi dosen ketahuan. Bukankah itu memalukan? Di keluarga besarnya, semua orang tahu, bahwa tak ada satu pun laki-laki yang bisa menolak pesona Odelia dengan senyum ajaib miliknya.Kalau saja Rayyan tahu, bisa-bisa dia akan membongkarnya di grup WhatsApp keluarga dan berujung dia yang dibully.Ify mengelus tangannya yang tadi dipukul Odelia, perih hingga sekarang, bahkan memerah. Kalau saja di sini tak ada Rayyan—si sepupu Odelia yang super protektif—sudah Ify balas. Ya kali, Ify hanya diam saja."Lagian, ngapain sih lo? Kok bisa dimarahin dosen? Ngadi-ngadi," omel Rayyan. Bukannya mencoba menghibur Odelia, Rayyan malah mengomeli Odelia. Sekalipun Rayyan begitu over protektif pada Odelia, dia juga tak akan membela Od
Dua hari sudah, Odelia benar-benar berhenti menggoda Angga. Rasa kesalnya masih sama seperti seperti hari di mana Angga membentaknya. Walaupun uangnya membeli kopi diganti Rayyan dua kali lipat, tapi dia masih kesal.Memangnya siapa yang tidak kesal jika dibentak? Terlebih lagi Odelia adalah orang yang sangat jarang dibentak. Sekalipun mamanya cerewet, Odelia tak pernah dibentak mamanya, apalagi papanya yang punya sifat lembut. Sedangkan Ify, ikut kesal melihat wajah Odelia yang tak enak dilihat, dia juga telah muak melihat wajah masam Odelia sejak dua hari ini."Kayaknya lo udah suka sama pak Angga, masa dibentak aja marahnya sampai 2 hari," ujar Ify.Dugaan Ify tak pernah salah, dia yakin, Odelia sudah benar-benar menyukai Angga, bukan hanya sekedar balas dendam karena harga dirinya telah diinjak-injak. Kalau Odelia tak menyukai Angga, tak mungkin gadis itu sampai marah selama ini. Ify mengenal tabiat Odelia, yang jika punya rencana seperti ini tapi malah dibuat kesal, dia marahnya